ch 23

17.1K 1K 11
                                    

"cemburu itu perpaduan hebat dari rasa cinta dan keegoisan.."

---+

Amalya's pov

tak banyak yang berubah setelah kejadian aruna kemarin. ayah dan ibu menjaga aruna lebih ekstra. Rizal masih mencoba menghubungiku, tapi aku masih kecewa padanya. berita tentang aku dan Ata meredup begitu saja. sesekali Ata masih menghubungiku walau hanya lewat bbm. sepertinya dia sedang sibuk soalnya sudah seminggu ini dia tidak menelponku. apa? kangen? gak. aku cuma sedikit kehilangan. biasanya setiap hari minimal sekali dia menelponku. sejak kemarin lusa aku mulai bekerja lagi, mulai kembali berkutat dengan neraca, resiko, dan analisis bla-bla-bla di dunia perkreditan.

sudah jam 5 sore, kerjaanku masih numpuk. kalau kata Ajeng, ini adalah karma buat yg cuti 1 bulan. huffh..

hpku berbunyi, ada panggilan masuk. Athala.

"Halo, Ta.."

"Halo Lya.. masih di kantor atau udah pulang?"

"masih di kantor."

"pulang aja yuk. kita nonton, dinner, shopping atau apalah gitu.."

"yaaah kerjaanku masih banyak."

"ayo dong.. mumpung aku ada di jakarta ni.. besok aku harus ke bandung lagi.."

"emang sekarang kamu dimana?"

"di loby ruang tunggu kantor kamu."

"jiaaah... ini sih namanya nodong.. tunggu 10 menit. aku beres-beres dulu.."

"yeeayy.. okay.."

aku tersenyum memutus telepon tadi. wait! apa aku seneng ya ditelepon Ata? aaargghh.. let's see aja lah..

"Heh! senyum-senyum sendiri! kelamaan cuti kali loe ya jadi gila.. hehehe" Ajeng melempariku sebundel kecil tissue.

"ih sirik aja loe.. gw duluan ya pulangnya. mumpung bu mira cuti.."

"eits.. mau kemana sih? gak ngajak2 gw gitu?"

aku berhenti sejenak, berpikir kemungkinan mengajak Ajeng ikut nonton tapi kemudian urung. hati kecilku bilang ini waktunya aku berdua dengan Ata.

"next time gw ajakin kalau udah ada yang cocok buat nemenin kamu jeng.. hahaha"
ucapku sambil berlalu.

aku paham betul resiko jalan sama Ata. suatu saat kapan pun itu, pasti media akan menemukan kami. Ayah pernah menasehatiku masalah ini.

"Lya, media jurnalistik itu seperti sebuah rumah kaca, apapun yang kita lakukan mereka pasti tahu. selama kita tak melakukan hal yang salah, mereka tak akan menyakiti kita. kalau kamu memang bahagia bersama Ata, jadikan media sebagai pengiring yang baik. abaikan yang menjatuhkan kalian. sama seperti pertandingan sepak bola, kalian yang bermain di lapangan, mereka hanyalah komentator berisik yang harus diabaikan. berbahagialah untuk kehidupan kalian..."

perlahan aku pun mulai memutuskan untuk menjalani hubunganku dengan Ata apa adanya. entah apapun definisinya....

"Hei, Ta.. " setibanya di loby, Ata sedang serius dengan hpnya. mungkin tentang urusan bisnis. pakaiannya masih menggunakan setelan jas lengkap, minus dasi. aku tersenyum melihat penampilannya.

"heiiii.. yuk takut kemaleman.."

"pake mobil siapa, Ta?"

"mobilku aja. nanti pulangnya aku antar sekalian ke bandung. besok kamu berangkat kerja dijemput pak rojak ya. ok?! oke aja lah.. yuk!"

A untuk AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang