"This is a cruel, cruel joke."
—CHAPTER FOUR—
"Let me pay for those groceries." Kata lelaki itu tiba-tiba sambil meraih pegangan mini trolly milik Jace.
Mereka sedang mengantri di salah satu kasir -tadinya Jace berencana untuk mengambil antrian yang lumayan jauh dari Sam. Namun laki-laki itu bersikeras agar mereka mengantri di satu antrian, ternyata ini alasannya.
"Em no. Nggak usah, I can pay it by myself." Jawab Jace setelah tersadar bahwa handler mini trolly-nya sudah tidak berada di tangannya, dan Jace langsung berusaha mengambil pegangan itu lagi.
"Gak apa, kamu udah bantuin saya muter-muter supermarket meskipun kamu sendiri sudah selesai belanja kan?"
Oh my sweet Jesus. Jace rasanya ingin pingsan melihat pandangan mata laki-laki itu. Menatap langsung ke arah matanya. He has a deep brown eyes,while Stef has lighter color- stop comparing them, damnit!
Snap! Ambil trolly-nya Jace! Lanjut batinnya.
"Gak usah, please. Gue gak keberatan kok, jadi ini semua gak perlu. Gue mau bayar sendiri, please." Pinta Jace setengah memohon sekarang.
Laki-laki itu hanya terdiam sambil memandang Jace, wajahnya jelas menunjukan bahwa ia sedang berpikir keras. Akhirnya laki-laki itu memberikan handler mini trolly Jace namun tidak melepasnya saat Jace sudah menyentuh ujung yang lain.
"Sebagai gantinya, biarin saya bayarin kamu makan setelah ini. Kamu belum makan kan? Pilihannya saya bayarin belanjaan kamu atau bayarin kamu makan, gimana?"
Jujur, kalau Jace tidak tahu siapa laki-laki yang ada dihadapannya ini dan apabila wajah laki-laki ini tidak sama persis dengan Stef, Jace pasti sudah akan mengiyakan dengan cepat dan dengan wajah yang memerah karena malu dan bahagia.
Tapi ini Sam, kakak laki-laki Stef. Kakak dari orang yang selama satu tahun terakhir menghantui pikirannya, orang yang selama satu tahun ini membuat hatinya seperti akan hancur berkeping-keping setiap saat.
Jadi alih-alih merona merah, wajah Jace benar-benar pucat total dengan mulut yang terbuka lebar dan mata yang melotot tidak kalah lebarnya.
Belum sempat Jace menjawab apapun, laki-laki itu tersenyum semakin lebar, dan melepaskan handler trolly-nya. "Deal then." Lanjutnya kemudian mengeluarkan barang-barang dari keranjang tangannya ke meja kasir kemudian menunggu saat kasir men-scan satu persatu barang miliknya.
Sesekali ia menengok ke arah Jace sambil tersenyum singkat dan kembali memperhatikan layar komputer kasir.
Jace melompat kecil ketika merasakan jari seseorang menyentuh pundaknya, kepalanya berbalik ke belakang untuk melihat orang yang menyentuh pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Number One (completed)
Lãng mạnApa pernah kalian menjadi nomor dua? No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di kelas. Tetapi nomor dua di hati seseorang. Nomor dua di kehidupan seseorang yang selalu menjadi nomor 1 di hatimu. Pernahkah? Aku pernah. Da...