Apa pernah kalian menjadi nomor dua?
No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di kelas.
Tetapi nomor dua di hati seseorang.
Nomor dua di kehidupan seseorang yang selalu menjadi nomor 1 di hatimu.
Pernahkah?
Aku pernah.
Da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Oh God, it hurts."
—CHAPTER TWENTY FOUR—
"Lo nggak jadi pergi sama Stef?"
"Em.. no?"
"What???? Why???"
"Ya begitu..."
"Jace! Gue serius!! It's Christmas! Dan lo bilang lo mau jalan sama dia. Kenapa sekarang lo malah masih nemplok di kasur?" Ciara bertolak pinggang di hadapan Jace yang sedang tidur di atas kasurnya.
Ciara datang ke rumah Jace beberapa menit yang lalu untuk mengantarkan kue-kue natal buatan dari Mama-nya untuk keluarga Jace. Ia mengira Jace tidak ada di rumah karena sedang jalan bersama Stef. Namun Mami Jace mengatakan gadis itu berada di kamarnya semenjak pagi.
Aneh. Ciara yakin Jace kemarin mengatakan bahwa gadis itu akan pergi bersama Stef dari pagi. Jadi kenapa gadis itu masih berada di kamarnya?
Jace masih menggunakan kaus tipis dan celana pendek yang biasa ia gunakan untuk tidur dengan rambutnya yang berantakan. Ia bahkan masih terbungkus dengan selimut tebalnya hingga ke kepala.
Ciara menarik selimut iti dari kepala Jace dan mendapati wajah Jace yang tidak karuan. Matanya sembab dan merah.
"You've been crying. Why?" Jace menggeleng mendengar pertanyaan ini dan kembali menarik selimutnya.
Ciara menghela napas dan duduk di sebelah sahabatnya itu.
"Jace... lo nangis gara-gara Stef nggak bisa jalan sama lo? Jangan gitu, dong.. dia pasti punya alesan.. dan dia juga bakal nyari hari buat ganti hari ini..." Ciara mengelus kepala sahabatnya dibalik selimut.
"Bukan itu, Cia..." Jace menjawab Ciara dari balik selimutnya.
"Terus kenapa, dong?"
"I can't..." suara Jace hilang ketuka ia mulai terisak dibalik selimutnya.
"Jace, stop bikin gue khawatir. Ada apaan sih sebenernya?" Ciara mengguncang tubuh Jace dan berusaha menarik selimut yang menutupi kepala Jace.
Jace menurunkan selimutnya dan menatap Ciara dengan mata berkaca-kaca.
"Jace... cerita ke gue dong.. jangan begini.. gue khawatir beneran..."
Jace memandang sahabatnya dan mengusap air matanya sebelum berusaha bangun dari posisi tidurnya. Ciara berdiri untuk memberikan ruang bagi Jace untuk mengubah posisinya.
Setelah Jace duduk dengan menyandarkan punggungnya ke dinding, Ciara kembali mengambil tempat untuk duduk di depannya. Ciara meraih tangan sahabatnya, "jadi...?"
Jace menarik napas dan membuangnya dengan keras, ia memejamkan matanya untuk menahan air mata yang keluar.
"Stef nggak jadi jalan sama gue karena... karena... dia harus jalan sama pacarnya..."