Chapter Thirteen - Dilemma

4.8K 357 3
                                    

"This, that, whatever

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"This, that, whatever. It'll hurt either way."

-CHAPTER THIRTEEN-

Apa kamu percaya sama love at first sight? Karena saya percaya, dan saya baru tahu gimana rasanya.

Jace hampir saja menyiram tangannya sendiri dengan air panas kalau saja microwave di belakangnya tidak berbunyi, menyadarkannya dari kata-kata yang dari semalam menghantui pikirannya.

Ini baru pukul 06.30 pagi dan Jace sudah terbangun dan memasak lasagna, semua ini karena kejadian semalam yang masih terbayang-bayang bahkan dalam mimpinya.

Ia kemudian meletakan termos air panas di meja dan mengambil sarung tangan anti panas di sebelah microwave dan mengeluarkan lasagna untuk sarapannya. Setelah meletakan Pyrex berisi lasagna di meja, ia kembali berkonsentrasi membuat teh-nya.

Ha! Laki-laki itu pasti sudah gila. Ia tidak mungkin menyatakan cinta pada Jace semalam, bukan? Atau memang benar?

Jace menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran tersebut. Baru saja ia akan mengambil piring untuk lasagna ketika Sony miliknya -yang ia letakan di top table dapurnya- bergetar. Jace mengambil Sony miliknya dan membuka pesan masuk itu sambil berjalan ke arah kabinet tempat piringnya.

Samuel James Sinaga
•Jace
•Kamu sarapan apa?
•Saya baru mau berangkat kerja
•Mau cari sarapan dulu di downtown
•Reply ASAP, saya masuk kantor pukul 08.30
•Perut saya bener2 udah demo sekarang

Langkah Jace langsung terhenti begitu melihat isi pesan tersebut. Sesaat jantungnya terasa akan jatuh ke lantai ketika membaca nama pengirim pesan itu.

Tanpa mengambil piring dari kabinetnya, Jace menutup kembali pintu lemari itu dan berputar ke arah bar. Mengambil salah satu tempat di bar untuk duduk, Jace akhirnya membalas pesan itu.

Joanne Jace Wijaya
•Just got my lasagna out of the microwave now, mau?
•Se-pyrex besar. Come ASAP kalo mau.

Balasannya datang dengan cepat. Satu kata yang membuat badannya kembali panas-dingin dan berlari ke kamar untuk berganti baju yang lebih "pantas".

Coming.

★★★

"Lo bercanda, kan??"

"Nggak, gue gak bercanda, monyet..." balas Jace kepada suara diseberang sambungan telponnya sambil memindahkan piring kosong ke wastafel dapur.

"Dia baru aja berangkat kerja dari flat lo??"

"Iya.."

"Beneran???"

"Rah! Sumpah deh, lo tuh heboh banget tau gak??" sentak Jace kesal pada Rah Nauna Sutomo, sahabat karibnya sejak ia masih kecil yang berbeda 2 tahun lebih tua darinya. Partner in crime-nya yang sekarang menetap di Bandung karena bisnis yang dimulainya dan tunangannya yang tinggal di sana.

Perempuan yang mandiri, ambisius dan tentu saja, konyol -seperti teman-teman Jace pada umumnya. Jace menangis dengan suksesnya 7 tahun lalu saat Rah memutuskan untuk pindah ke Bandung, meninggalkan rumah orang tuanya dan teman sepermainannya, Jace, yang sejak dulu bersamanya.

Dan jangan tanya soal namanya yang terdengar menggantung, Mama Rah memilihkan nama itu untuknya karena obsesinya pada Dewa matahari Mesir kuno, Ra.

"Jace, siapa sih yang gak heboh... gue... gue sama Riyan aja nggak gitu! Dia sarapan pagi-pagi di flat lo sebelum berangkat kerja?? Riyan yang udah jadi tunangan gue setahun aja nggak begitu! Well, karena gue nggak bisa masak dan bangun pagi-pagi juga sih.." sambar Rah panjang.

"I have no choice!"

"Yes you have!! Lo bisa bilang lo belum mau makan, atau lagi ngelakun hal lain atau... atau apapun!"

"Gue bohong dong? Nggak ah, masa gue bohongin dia?" jawab Jace sambil duduk di sofa ruang tamunya.

"For God's sake, Jace! Dia itu abangnya Stef! Orang yang udah ngancurin hati lo sampe kaya remah-remah salt cracker dulu! Lo mau ngulang kesalahan yang sama lagi?"

Mendengar nama Stef, Jace hanya terdiam. Tentu saja ia ingat siapa itu Sam dan tragedinya dengan Stef dulu. Dan Rah benar, Jace tidak ingin mengulang kesalahan yang sama.

Namun entah kenapa Jace terus membela Sam, "tapi dia bukan Stef, Rah.."

"Jace! Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya!" omel Rah mulai kesal dengan sikap Jace.

"Rah, Sam ini abangnya Stef, bukan bapaknya. Dan kalau dia bapaknya, gue gak akan macarin bapak-bapak. Lo tuh ngerti perumpamaan gak sih?"

"Ah sebodo, intinya masih satu pohon.. dan apa kata lo barusan? Kalo dia bapak-bapak? Well, dia bukan bapak-bapak.. Jadi lo ada niat pacaran sama dia?"

"Hah? Nggak kok! Emang gue ngomong apaan?" Jace bangun dari sofa saat mendengar pertanyaan Rah. Menyadari ia melakukan hal bodoh, ia kembali duduk di sofanya dengan gelisah.

"Aduh Jace.. please deh... masih banyak cowok lain kan di luar sana? Apa harus abangnya Stef?" tanya Rah melunak.

"Rah... gue... gue gak ngerti deh.."

Keheningan melanda mereka berdua, tidak ada yang tau apa yang harus dikatakan pada satu sama lain. Jace menunggu suara Rah dengan gelisah, jangan sampe si Rah marah.. bisa runyam urusannya.. batin Jace.

"Jace.." Rah memecah kesunyian.

"Yaa??" jawab Jace sedikit lega mendengar suara Rah.

"Gue ke jakarta, gue harus ngomong langsung sama lo, ketemu langsung sama lo, ketemu langsung sama si Sam ini... dan... nyelametin lo dari percobaan bunuh diri ini, Jace.."

Hening.

"Gue gak bunuh diri ya!!" sambar Jace kencang setelah mencerna perkataan Rah.

"Lo baru aja keluar kandang BUAYA, dan sekarang malah sukarela masuk ke kandang singa. Apa coba kalo bukan bunuh diri?"

"Nggak usah pake perumpamaan deh Rah, gak cocok. Kapan lo mau ke sini?"

"Lusa, lusa sore gue berangkat pake pesawat.."

"Yaelah lebay lo, Bandung-Tangerang aja pake pesawat!"

"Kupret! Riyan kan kerja! Gue nggak bisa bawa mobil, lo mau jemput??" balas Rah tidak terima.

"Ih males banget! Yaudah, gue tunggu.. see you soon, Rah!"

"Bye tipsy-toe, see you soon..."

Jace memutuskan sambungan telponnya segera setelah Rah selesai bicara dan memikirkan ucapan Rah.

Lo baru aja keluar kandang BUAYA, dan sekarang malah sukarela masuk ke kandang singa. Apa coba kalo bukan bunuh diri?

Mungkin ia benar-benar sudah membunuh dirinya sendiri tanpa sadar. Berulang kali.

****
If you don't mind, please hit that Vote and Comment to support me!

Thankyou!
Love,
Jays.

Number One (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang