Chapter Twenty Nine - Neverending Problem

5K 340 10
                                        

"Thank God it's ov- are you kidding me?!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Thank God it's ov- are you kidding me?!"

●CHAPTER TWENTY NINE●

Jace memundurkan tubuhnya sedikit dan memejamkan matanya dengan cepat, berharap apa yang ia pikirkan tidak terjadi. Tapi semuanya terlambat, sesuatu menyentuh bibirnya.

Menjepit, tepatnya.

Jace segera membuka matanya secepat ia menutupnya dan mendapati jari Bimo yang sedang menjepit bibirnya, ia melihat ke wajah Bimo yang sedang tersenyum lebar.

"Masih panikan, ternyata."

Jace segera menepis tangan Bimo dari bibirnya dengan wajah yang memerah, "Bimo! Awas lo ya!" Omelnya ketika ia sadar Bimo sedang menggodanya.

"Hahaha.. sana siap-siap, lo jadi nganter gue ke hotel, kan? Atau lo mau gue tidur di sini aja?"

"In your dream!" Balas Jace sambil berlalu ke arah kamarnya sambil menggerutu, meninggalkan Bimo sendiri di dapurnya.

Bimo menatap ke arah Jace yang sudah menghilang ke dalam kamar, dan tersenyum lemah. Bimo tidak menggodanya. Bimo benar-benar akan mencium Jace tadi, bila ia tidak melihat ekspresi wajah Jace.

Jace terlihat.. tertekan. Jace tidak menginginkannya, maka ia juga tidak akan memaksakannya pada Jace. Bimo menyadari mungkin ia sudah terlambat sekarang. Astaga, ia tidak pernah bertemu dengan Jace selama hampir tiga tahun. Dan ia berharap Jace masih wanita yang sama?

Well, sebagian besar dari dirinya masih Jace yang dulu, tapi Bimo menyadari sesuatu. Jace tidak melihat Bimo seperti ia melihat Bimo tiga tahun lalu.

Tiga tahun lalu, Jace memandangnya sama seperti ia memandang Jace setelah ia mengenal Jace lebih jauh. Kagum, bahgaia dan... nyaman. Dulu Bimo berpikir semua hanya karena ia menghabiskan banyak waktu bersama Jace, dan ketika Jace pergi, semua akan kembali seperti biasa.

Bimo dan Jace hanya berteman. Seperti Bimo dengan Rah, atau Bimo dengan siapapun itu di luar sana yang membuatnya nyaman. Tapi tidak, ia menyadari ketika Jace kembali ke Jakarta, ia jatuh cinta pada wanita itu.

Maka dari itu ia tetap berusaha menjaga kontaknya dengan Jace. Namun kesibukannya membuat perasaannya pada Jace sedikit demi sedikit terlupakan. Tidak ada lagi pesan dan komunikasi di antara mereka. Berulang kali Bimo berpikir untuk menghubungi Jace, untuk menjaga kedekatan mereka.

Namun ia mengurungkan niatnya, hingga hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Dan Bimo berpikir, semuanya sudah selesai.

Tapi ketika kemarin ia mengatakan pada Rah bahwa ia akan ke Jakarta, dan Rah menyebut nama Jace, semua perasaannya kembali. Dan ia sadar kalau perasaan itu memang tidak pernah hilang. Tadi pagi ia hampir saja memeluk Jace saat wanita itu membukakan pintu untuknya dengan wajah kesal.

Number One (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang