"Tell me, how could I believe you?"
—CHAPTER TWENTY SIX—
Sam tahu ucapannya keterlaluan. Tapi ia tidak bisa menahan mulutnya. Emosinya mengendalikan perilakunya, membuatnya menyakiti wanita yang ia harusnya lindungi.
Ia menyaksikan semuanya saat sinar di mata Jace mulai redup, semua emosi Jace terpancar dari matanya. Lelah, frustasi, kecewa, pasrah, sedih dan keterkejutannya.
Sam mencoba untuk menahan kecemburuan dan emosinya saat Jace menceritakan masa lalunya dengan Stef. Ia harus menahan agar dirinya tidak melompat dan menghajar adiknya saat Jace mengatakan Stef menciumnya, memeluknya, dan semua hal yang ia lakukan dengan Jace.
Ia kecewa dan marah pada Jace. Dan ia melampiaskan semuanya kepada Jace. Kekecewaannya karena Jace berbohong padanya mengenai Stef.
Prasangkanya tehadap tindakan-tindakan Jace selama ini. Pikirannya mengulang kembali setiap kejadian yang ia lalui bersama Jace.
Semua rasa penasarannya, tawanya, perhatiannya, kekhawatirannya pada Jace, seakan sia-sia. Ia jatuh cinta pada wanita yang mungkin hanya mempermainkannya dan menggunakannya untuk balas dendam. Dan lebih parahnya terhadap adiknya sendiri.
Ia akui memang adiknya keterlaluan dan berengsek, tapi apa itu membenarkan Jace untuk menggunakannya sebagai alat balas dendam?
Sekarang wanita dihadapannya hanya terdiam sementara ia terus berbicara buruk mengenai dirinya.
"Kamu mau balas dendam sama Stef, Jace? Kamu tau aku abangnya Stef, dan kamu manfaatin aku supaya bisa balas dendam ke dia? Kamu lebih rendah dari Stef, Jace."
Sam sendiri terkejut ketika ia menyeleaaikan kalimatnya. Ia benar-benar ingin memotong lidahnya sendiri karena sudah bicara keterlaluan.
Namun salah satu suara dalam pikirannya membenarkan perkataannya. Toh, Jace berbohong padanya. Dan mungkin saja wanita ini memang mempermainkannya.
Mungkin.
Hati kecilnya mengulangi satu kata itu. Membuatnya menghentikan mulutnya, ia mencoba kembali berpikir. Namun ketika ia belum sempat mencerna semuanya, ia menyaksikan air mata Jace jatuh dan ia merasakan seluruh tubuhnya dingin. Tangannya tanpa sadar bergerak untuk meraih Jace, untuk menghapus air matanya. Tetapi ia terhenti ketika Jace bangun dari duduknya. Sam tidak tahu apakah suhu tubuh seseorang bisa menjadi sedingin ini ketika melihat tatapan Jace padanya.
Ia melihat rasa kecewa yang sebelumnya terlihat di matanya telah berpindah ke mata Jace, yang kemudian berubah menjadi rasa takut. Dan seketika itu juga ia sadar, ia melakukan kesalahan besar.
Sam memalingkan tatapannya, ia mendengar gemerisik saat Jace meraih tasnya dan berjalan menjauhinya ke arah pintu. Tubuh Sam membatu ketika Jace mengambil sepatunya yang tergeletak di sebelah pintu dan mulai membuka pintu flatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Number One (completed)
RomanceApa pernah kalian menjadi nomor dua? No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di kelas. Tetapi nomor dua di hati seseorang. Nomor dua di kehidupan seseorang yang selalu menjadi nomor 1 di hatimu. Pernahkah? Aku pernah. Da...