Chapter Twenty Two - Back Then

4.2K 334 2
                                    

"My biggest fear is to show my darkness

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"My biggest fear is to show my darkness."

—CHAPTER TWENTY TWO—

"Gue sama Stef kenal sejak SD..."

Jace membuka ceritanya dengan kalimat pendek setelah ia menghela napas panjang. Ia mengangkat wajahnya dan menatap kosong ke arah Sam yang duduk di hadapannya. Mereka berdua sekarang berada di flat Sam, setelah sekitar setengah jam perjalanan -yang bahkan tidak mencapai setengah jam menurut Jace.

Sam melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, menyalip setiap mobil di depannya. Jace tidak berani untuk memanggil namanya, untuk menenangkan laki-laki itu. Karena memang laki-laki itu tidak menampakan wajah kesal sedikit pun. Namun Jace tahu, Sam memendam begitu banyak pertanyaan dan kekecewaan di balik wajah tenangnya itu.

Jace tersenyum kecil sambil mendengus ketika mengingat masa lalunya, berusaha melanjutkan ceritanya pada Sam. Jace menarik napas pelan sebelum membuka mulutnya kembali, ia mengalihkan pandangannya ke tangannya yang berada di pangkuannya.

"Both of us were the center of attention. Kita dua anak paling berisik, paling berani di antara anak-anak lain, anak-anak lain nganggep kita berdua dua orang ketua kelas yang selalu bener, dan yang pasti, kita berdua cocok. Waktu SD kita berdua anak paling kompak di kelas, banyak yang ngeledekin kita berdua. Dan kemudian kita memutuskan buat..'pacaran'..." Jace tertawa pelan, "cinta monyet." Tambahnya pelan.

"Tapi begitu lulus SD dan masuk SMP -kita berdua masuk ke sekolah yang berbeda waktu itu. Gue dan Stef mulai lost contact, sibuk dengan urusan dan temen-temennya masing-masing. Toh itu juga cuma cinta monyet, jaman-jamannya anak SD yang mulai suka-sukaan. Nggak ada yang nganggep hubungan itu serius, meskipun dalem hati gue, gue nggak pengen lost contact sama Stef. He was my partner in crime back then."

Sam mengerutkan keningnya ketika melihat Jace tersenyum pada kalimat terakhir, perasaan tidak terima muncul di dadanya. Ketika wajah Jace kembali serius dan sneyuman itu hilang, Sam berusaha untuk konsentrasi lagi dengan kalimat Jace.

"Kemudian waktu masuk SMA, gue masuk ke SMA yang masih satu yayasan sama SD gue. Basically, gue kembali lagi ke lokasi yang sama gue pernah ngejalanin masa-masa SD gue. Semuanya baik-baik aja, cuma bertemu sama beberapa temen SD yang nanyain 'gimana Stef?', yang gue bales dengan gelengan sama senyum. Karena emang kenyataannya, gue bener-bener nggak tau keadaannya dan apapun mengenai Stef saat itu."

"Waktu gue naik kelas 2 SMA, dan sekolah gue ngadain Pensi. Gue salah satu panitianya dan gue share gambar brosur Pensi gue di display picture BBM. Dan guess who was asking?" Jace mengangkat wajahnya untuk menatap ke arah Sam dan tersenyum lemah. "Stef." Jace mengucapkan nama Stef dengan sangat pelan, hampir seperti bisikan. Seperti mengucapkan namanya saja membuat ia sangat lelah.

Sam benar-benar ingin meninju wajah adiknya itu setiap kali Jace mengucapkan namanya dan tersenyum lemah. Ia cemburu dan lebih lagi, ia marah karena adiknya menyebabkan wanitanya seperti ini. Walau entah apa yang sebenarnya adiknya lakukan itu.

Number One (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang