Apa pernah kalian menjadi nomor dua?
No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di kelas.
Tetapi nomor dua di hati seseorang.
Nomor dua di kehidupan seseorang yang selalu menjadi nomor 1 di hatimu.
Pernahkah?
Aku pernah.
Da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"You are joking right? 'Cause I'm not ready."
●CHAPTER THIRTY ONE●
Setelah mengantarkan Bimo ke hotelnya -dengan beberapa drama yang terjadi sebelum itu, tentu saja- Jace dan Sam menuju ke, well, Jace bahkan tidak tahu ke mana mereka akan pergi sekarang.
Ia melirik Sam yang terlihat tenang dan tersenyum tanpa sadar.
Sam kembali seperti Sam yang ia kenal sebelum hubungannya dengan Stef terbongkar, dan Bimo datang. Sam yang membuatnya jatuh cinta. Sebenarnya, ia jatuh cinta pada setiap sifat Sam. Tapi ketenangannya yang membuat Jace jatuh lebih dalam, membuatnya tenang di tengah hiruk pikuk perasaannya yang tidak menentu.
Astaga.
Dia terdengar sangat cheesy saat mengatakan ia jatuh cinta pada semua hal yang ada pada Sam.
Jace menggelengkan kepalanya dengan wajah yang mulai memerah. Malu dengan pikirannya sendiri.
"Kamu kenapa?" Suara yang berasal dari sebelah kanan Jace memcah lamunannya.
Ia segera menengokan kepalanya ke arah Sam yang sesekali melirik ke arahnya dengan senyum kecil, namun tetap fokus pada jalanan di depannya.
"Eh.... nggak kenapa-kenapa?"
"Terus kenapa kamu geleng-geleng sendiri kaya gitu, Jace?"
"Nggak kok... ini... em... ini... leher... leher sakit!" Jawab Jace sambil menepuk dahinya di dalam pikirannya, menyadari jawabannya yang bodoh.
"Oh...."
Hanya itu tanggapan Sam. Dan suasana kembali hening di dalam mobil.
Jace kembali memperhatikan jalanan di depannya. Sam tidak memberitahu ke mana tujuan mereka, laki-laki itu hanya mengatakan ingin membawanya ke suatu tempat -yang disetujui oleh Jace dan mendapat tatapan sinis dari Bimo.
Namun saat Sam membelokan mobilnya keluar ke daerah Kota Tangerang, Jace segera menarik napas tajam.
"Sam...." Panggil Jace pelan.
"Ya, Jace?"
"Kita.... mau kemana?" Tanyanya ragu-ragu.
Sam menghela napas pelan dan tidak mengalihkan pandangannya dari jalanan.
"Ke rumah aku...."
Hening.
"TUNGGU DULU. KE MANA?" Teriak Jace setelah mencerna kata-kata Sam.
"Rumah aku." Jawab Sam tenang, sudah memperkirakan reaksi Jace.
"Ngapain lo bawa gue ke sana lagi? Nggak! Gue nggak mau!" Jawab Jace melupakan panggilan 'aku-kamu'nya pada Sam, dan melepaskan sabuk pengamannya yang tiba-tiba terasa sesak.