Chapter Twelve - Blown Away

5K 386 6
                                    

"How come you get into my head, love?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"How come you get into my head, love?"

-CHAPTER TWELVE-

Jace benar-benar berharap seseorang menyiramnya dengan air dingin atau melempar kamus ke kepalanya saat itu juga. Entah apa yang ada di pikirannya sampai-sampai mencium Sam tadi.

Memang tadi hanya sebuah ciuman di pipi, tapi mereka baru bertemu beberapa hari lalu dan Jace sudah berani menciumnya di pipi??

"Oh, astaga. Pengen ditelen bumi aja gue rasanya..." erang Jace di atas sofa ruang tamu flat-nya. Jace menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan mengentak-entakan kakinya.

"Muka gue harus ditaruh dimana kalo ketemu dia lagi nanti... Huaaaaaa!!!" entakan kaki Jace makin kencang dan tidak sengaja mengenai Sony-nya yang ia letakan di atas sofa tadi, melempar benda itu jauh ke lantai. "Aduuuuhh!!!! Hp gueeeeee!!" jace segera mengejar HP yang baru saja ia gunakan untuk mengirim pesan kepada Sam.

Pesan yang tidak dibalas Sam selama enam jam terhitung hingga sekarang. Sam hanya meninggalkan tanda pesan telah terbaca di samping pesan Jace dan tidak membalas apa-apa.

Joanne Jace Wijaya
Sorry
•Gue tadi reflek
•Kebiasaan
•Sumpah gue minta maaf
•Maaaaafff banget. Ga akan gue ulangin lagi!!
•Please lupain kejadian tadi pernah ada.

Jace benar-benar frustasi. Laki-laki itu tidak akan mau menemuinya lagi setelah ini. Tunggu. Bukankah itu bagus? Jace tidak perlu lagi merasakan perasaan aneh di dekat laki-laki itu lagi.

Tapi bagaimana dengan pan-nya? Ah, persetan dengan pan itu. Sam bisa memilikinya dan membawanya ke bulan kalau perlu.

★★★

Please lupain kejadian tadi pernah ada.

Sam membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. Bahkan sejak gadis itu mendaratkan bibirnya di pipi Sam, kepalanya hampir meledak karena serangan itu.

Saat gadis itu tiba-tiba berlari begitu saja ke mobilnya, Sam hampir saja menarik gadis itu ke pelukannya. Jika saja seluruh tubuhnya tidak mati rasa. Ia merasa seperti seorang bocah lelaki yang baru saja mendapatkan ciuman pertamanya.

Oh, itu jelas bukan ciuman pertama Sam. Dan ciuman pertama Sam tidak akan pernah terjadi di pipi. He had done countless kisses with countless women, countless hot-steamy kisses, di bibir tentu saja. Tapi tidak ada yang membuatnya berhenti bergerak dan bernapas seperti kali ini.

Astaga, bahkan saat cinta pertamanya, Evita Maharani -seorang gadis keturunan Sunda-Batak dengan wajah eksotis dan manis yang membuat laki-laki satu sekolah ingin menimpuk Sam dengan barang apa saja yang dapat mereka raih menjadi pacarnya saat SMA- menciumnya di bibir, Sam tidak sampai seperti ini. Saat itu hanya sedikit aliran listrik yang merayapi tubuh Sam, bahkan hanya bisa dibilang percikan kecil.

Number One (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang