Apa pernah kalian menjadi nomor dua?
No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di kelas.
Tetapi nomor dua di hati seseorang.
Nomor dua di kehidupan seseorang yang selalu menjadi nomor 1 di hatimu.
Pernahkah?
Aku pernah.
Da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"I thought it was all fine."
—CHAPTER TWENTY—
Jace bergerak tidak nyaman di kursinya, sesekali ia memandang keluar jendela dan memainkan seatbelt dengan tangannya. Ia menggigit bibir bagian bawahnya pelan, seluruh tubuhnya dingin dan otaknya bahakan tidak dapat berpikir dengan jelas lagi.
Ia memandang ke jendela di sebelah kirinya dengan gelisah, mencoba memperkirakan berapa besar kemungkinan ia akan selamat apabila ia meloncat keluar dari mobil yang sedang melaju di jalan tol ini.
Range Rover milik Sam melaju dengan cepat di jalan tol yang lenggang pada hari Minggu pagi -well, menjelang siang ini. Tujuannya? Rumah orang tua Sam, tentu saja.
Ketika pukul tujuh kurang dua puluh pagi tadi Sam muncul di depan flat Jace, Jace benar-benar tidak ingin membuka pintu untuk Sam. Tentu saja ia tidak bisa melakukan hal itu, Sam akan menelepon departmen pemadam kebakaran untuk mendobrak pintunya karena berpikir sesuatu terjadi padanya.
Sam yang menggunakan kemeja navy blue dengan lengan yang digulung hingga ke batas sikunya dan celana khaki coklat tua dan Timberland ankle boots chukka coklat tua miliknya, tersenyum lebar begitu melihat Jace yang membukakan pintu untuknya.
Gadis itu menggulung rambut panjangnya menjadi messy bun dengan sedikit ikal yang jatuh di kedua sisi telinganya, ia menggunakan cropsweater berwarna navy blue dan high waisted skirt warna beige yang berakhir di atas lututnya, lengkap dengan ankle boots coklat tanpa hak-nya serta sling bag leather coklatnya.
Mereka berdua saling mengamati satu sama lain, menilai pakaian mereka sendiri dan kembali bertatapan, sebelum kemudian keduanya tertawa karena menyadari gaya berpakaian mereka yang serupa.
"Kok kamu niruin aku?" tanya Sam pada Jace di sela tawanya.
"Enak aja, lo yang niruin gue." jawab Jace yang mengerutkan dahinya namun tetap tersenyum.
"Ini namanya jodoh." sahut Sam sambil maju selangkah menaiki undakan tangga untuk mendekati Jace. Jace reflek mengangkat wajahnya untuk melihat ke wajah Sam yang sekarang sudah menjulang di depannya.
"You look stunning, Jace..." puji Sam.
"Well, gue keliatan kaya lo versi cewek, jadi lo juga stunning." Jawab Jace sambil menaikan bahunya.
"Harusnya kamu bilang terima kasih, Jace.." balas Sam dengan senyum geli.
"Terima kasih, Sam."
"Terima kasih juga, Jace.."
Mereka berdua terdiam sambil berpandang sebelum akhirnya tertawa karena kecanggungan itu.
"Ready?" Sam bertanya sambil kembali turun dari undakan tangga, memberi ruang bagi Jace untuk maju dan menutup pintu di belakangnya, mengunci pintu itu dengan sekali gerakan dan memasukan kuncinya ke dalam tasnya.