Bagian 3 : The Nightmare come to remain you

184K 8.5K 108
                                    

Budiman menganga kaget dan buru-buru bangun untuk menerima uluran tangan Tori. Tidak menyangka sang Fotografer adalah perempuan mungil dengan penampilan ala punk rock begini.

"Eh mba Tori saya benar-benar nggak nyangka loh." Budiman merasa segan.

"Jangan ambil hati, waktu itu saya memang lagi nggak mood omongin kerjaan hari itu. Saya yang minta maaf. Senang bertemu anda pak Budiman, panggil saja saya Tori." Tori tersenyum santai.

"Saya juga, silahkan duduk."

Pertemuan itu berlansung santai dan positif. Budiman menjelaskan tugas Tori untuk 5 majalah dibawah grup Bizare, kesamaan konsep tapi menyesuaikan genre majalahnya. Waktu pemotretan 1 bulan untuk persiapan juga eksekusi akhir. Tori tidak memotong atau komentar. Ia mendengar segalanya hingga tuntas.

Giliran Budiman yang kualahan menjawab pertanyan-pertanyaan Tori yang sangat detail dan kritis. Sisi sibuk mencatat di agendanya.

"Aduh sumpah deh Ri, pemikiran lo detail banget. Tapi pada dasarnya srmua akan dibicarakan dalm brain storming senin pagi jam 9. Bisa?"

"Bisa." Tori mengangguk sambil menyesap kopi hitam pahitnya.

Budiman tersenyum lega. "Untunglah lo bersedia."

Tori menatap Budiman sambil meringis. Sebenarnya ia menolak proyek di Bali karena Glitter membayar lebih mahal. Padahal proyek di Bali lebih menarik baginya juga sekalian berlibur. Sisi melirik dan membalas senyum Budiman. Kesepakatan sudah menyelamatkan masing-masing dari mereka.

***

"Tor, memangnya cicilan lo ke bank berapa lama lagi sih?" tanya Sisi setelah Budiman pergi lebih dulu.

"Setahun." Jawab Tori singkat, jelas malas membahasnya.

"Jangan terlalu ngoyo Tor, ingat fisik lo punya batas." Sisi mengingatkan.

"Hmm, yang penting Oom Sulta dan Erika tenang, Errol, lo dan semuanya tenang. Gue gak perduli sama badan gue, Si. Lagipula dari dulu gue kuat kok." elak Tori.

Sisi mendengus kesal demi mendapati lagi-lagi Tori menganggap enteng kesehatannya sendiri. Lalu ia seperti teringat sesuatu, "oh ya, ada kiriman surat lagi nih. Siapa itu Stephen Nugroho?." Sisi menyodorkan sebuah surat pada Tori.

Tori menerima surat yang masih tersegel itu dengan ekspresi kaku. Tanpa membukanya, Tori memasukkannya begitu saja ke dalam tas ranselnya. "Nggak penting. Yuk cabut, aku mau ketemu Erika, udah kangen."

Sisi menggeleng dan harus menerima bentuk perubahan emosi itu dengan bijak. Banyak sisi Tori yang dulu Sisi tidak ketahui. Saat hal itu muncul, banyak hal yang membuatnya tercengang. Pengetahuan soal Tori membuat Sisi semakin memahami karakter Tori, menghormati dan makin menyayangi sahabatnya itu.

"Ya udah, yuk." akhirnya Sisi mengiyakan.

Erika adalah putri tunggal Sultan. Usianya 10 tahun, dan ia sakit leukimia. Saat Tori tiba dengan balon dan boneka, anak itu melonjak senang luar biasa.

"Kak Toriiiiii," Erika mengulurkan lengannya dengan senyum tulus dan polosnya yang biasa.

Tori memeluk anak itu lembut, kemudian menjadi erat sambil mencium pipinya yang tirus penuh rindu. Lalu berbisik betapa ia merindukan Erika. Sultan dan Sisi menatap momen itu dengan tersenyum. Sejak anak itu lahir, Tori menemukan titik baliknya.

"Kalian dari mana?" tanya Sultan pada Sisi.

Sisi menatap Sultan dan selalu mengagumi betapa jantan dan berkarismanya Sultan. Sayang, pria yang mencukur plontos rambutnya demi Erika yang juga sudah tidak memiliki rambut lagi karena efek kemo, sangat mencintai almarhum isterinya.

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang