Bagian 8 : Kembali ke Kubangan yang Sama

129K 7.9K 67
                                    

Tori menggas motornya dan meliuk ditengah 2 mobil dengan sigap. Ia di telepon oleh Sultan untuk segera datang ke RS. Tori keringat dingin dan berdoa, semoga Erika baik saja. Ya Tuhan, jangan ambil anak itu sekarang .... please ....

Sesampai di RS, Tori berlari menyusuri koridor menuju ICU. Sultan, Errol, dan Sisi sudah ada disana menunggu. Dan seorang lagi, pria tua tambun bertongkat.

Seluruh dunia Tori disergap masa lalu dengan cepat. Rasa sakit, khawatir dan putus asa mendera jiwanya dengan cepat. Tori berdiri kaku di ambang ruang tunggu, menatap pria tua itu dengan mata terbelalak dan tanpa sadar air mata bergulir di pipinya.

"Sudah lama tidak bertemu, Viki. Cucuku." sapa Stephen Nugroho.

Pemilik perusahaan produk-produk household terkenal juga beberapa perusahaan kelapa sawit dan gula. Ayah Sultan, Kakek Tori dan Erika.

"Mau apa kesini?, pulang sana!" usir Tori tajam.

Seluruh ruangan mendadak dingin dan menegang. Sultan hanya diam membisu, Errol menatap Stephen marah, Sisi bingung, dan sekretaris Stephen, Halim, gelisah. Tidak ada yang memperlakukan Stephen layaknya sampah. Tapi Pria tua itu hanya bisa menanggapi dengan tenang sambil mendesah.

"Erika sedang gawat, aku mau menunggu cucuku disini." Sahut Stephen pelan sambil menatap Tori penuh permohonan. Tatapan itu dipenuhi kesedihan, kesepian, juga rindu yang mendalam

Tori sudah akan menjawab dengan ketus saat Sultan menggeleng. Tori menelan amarahnya dan duduk di sudut lain yang jauh dari Stephen. Sultan mendekat dan duduk disampingnya. "Erika tadi kejang, sekarang dia tidak sadarkan diri. Sebelumnya ia mau telepon kamu, tapi karena masih jam kerja, dia nggak mau ganggu kamu." Sultan merangkul bahu Tori erat. "Dokter kenalan kakek sedang ada didalam, menangani langsung. Dokter Kanker terbaik, aku mohon, biarkan dia membantu kita kali ini Tor."

Tori menatap Sultan dengan bibir gemetar menahan emosi. Yang memohon padanya adalah orang yang paling berarti didunia. Tori merasa ditampar saat itu juga. Ia orang egois yang hanya memikirkan kepentinganya sendiri. Erika sedang berjuang hidup tapi Ia malah mementingkan emosinya. Tori memeluk Sultan dan mengangguk. Memeluk erat pria yang telah menjadi ayah dan sahabat baginya.

Tori berdiri menatap malam di taman yang lengang di luar rumah sakit. Rokoknya terbakar habis perlahan tanpa dihisap. Penat menunggu di RS dan di ruangan yang sama dengan Stepehen, membuatnya tidak betah lama-lama satu ruangan dengan pria itu. Sisi dan Errol tidak mau pulang dan tetap didalam menemani Sultan.

"Sudah lama kita tidak ketemu ya." tegur suara berat yang datang dari belakang.

Tori tidak perlu berbalik untuk mrlihat siapa yang bicara padanya. Kesal disusul oleh orang yang tidak mau ia temui saat ini, Tori menghisap rokoknya dalam-dalam tanpa menyahuti kata-kata Stephen.

"Surat anda menyapa lebih sering." akhirnya Tori bicara dengan perlahan. Tapi tidak memandang Stephen.

"Kakek tebak, kamu nggak buka isinya."

"Aku nggak suka mengenang masa lalu."

Stephen menatap cucunya dengan penuh rindu. Tapi kesalahan fatalnya membuatnya kehilangan lebih banyak. Putrinya, putranya, cucunya, isterinya .... Tapi Tori yang paling menderita. Paling terluka. Hanya keajaiban yang membuatnya seperti saat ini.

"Aku ingin menawarkan jalan keluar. Bagimu, Sultan, Erika juga semua orang." Ujar Stephen pada akhirnya.

"Aku nggak butuh uangmu." sahut Tori tegas dan kasar. Ia begitu kesal hingga ia membuang rokoknya ke tanah dan menginjaknya kasar dan kuat. Berbalik menatap Stephen marah, murka, ingin membunuh seseorang.

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang