Bagian 13 : Innocence Appearance

146K 8.2K 93
                                    

Tori bangun jam 3 pagi. Semalam ia terbangun di lengan Errol. Lagi. Ia punya anemia, jika terlalu lelah, ia bisa pingsan. Sisi mencemaskan Tori dan nyaris menangis disamping Errol kemudian menasihatinya untuk tahu diri atas kondisinya.

"Apa lo mau buat gue sama Errol jantungan sama kram otak?. Batas kerja lo itu hanya 10 jam paling maksimal. Apa lo mau memaksakan diri sampai badan lo hancur?!" Sisi menatap Tori penuh ketakutan dan kekhawatiran.

Tori menatap Sisi yang wajahnya pucat dan menatapnya dengan bibir gemetar menahan tangis. Tori maju dan memeluk Sisi yang selalu menghawatirkannya. Sisi terisak dan tangisnya tumpah. "Maafin aku Si, lo tahu gue memang nggak bisa diam. Jadi memang gue selalu membutuhkan l untuk selalu mengingatkan gue."

"Apa kemarin .... lo minta ditemanin pak dirut?" tanya Errol kemudian.

Tori menatap Errol yang menatapnya penuh selidik. "Dia nawarin dirinya ikut aku."

"Untung ada dia, kalo nggak lo mungkin udah nyasar entah kemana bikin semua orng nyari orang buta arah kayak lo." Errol mengemukakan pendapatnya yang nusuk. Tori meringis dimarahi dua orang ini. Ia memang punya kelemahan hilang arah ditempat baru atau tempat yang sudah lama tidak didatangi apalagi kalau sedang hunting foto. Ia bisa tiba-tiba nyasar. Dulu ia hanya akan jalan begitu saja karena yakin pasti banyak jalan keluar dan juga ia menikmati saat-saat dia sedang hunting foto.

"Maaaf...."

"Sudah, sudah," potong Sisi sambil mengusap air mata. "Makan dulu, yuk, aku udah bilang sama bagian orang hotel tadi."

Kemudian Tori makan, mandi dan tidur lebih cepat. Karena pemotretan dijadwalkan jam 6, mereka harus berangkat jam 4 untuk dapat sesi pagi mereka. Tori bangun jam 3, yang sudah menjadi kebiasaannya. Saat memotret, ia tidak memakai riasan ala gotiknya. Wajahnya akan bersih dari make up. Jadi Tori tidak usah repot-repot memakai make up. Tori melirik Sisi yang masih tidur nyenyak.

"Si, bangun. Udah jam 3," Tori membangunkan Sisi dengan suara pelan. Sisi langsung tersentak bangun dan mengerjapkan mata menatap Tori lalu mengangguk.

Tori menguap kemudian mandi agar lebih segar. Mengenakan celana cargo hitam panjang, sweter turtle neck lengan panjang warna cream, jaket gunung hitam yang hanya ia sampirkan di lengan. Tas-tas sudah disiapkan disudut kamar dekat pintu. Semua sudah di siapkan semalam, Errol dan Sisi yang nanti membawanya. Karena Sisi masih siap-siap pakai baju, Tori memutuskan untuk turun lebih dulu. Rambutnya yang ikal panjang terurai dipunggung, masih sedikit basah.

Ia duduk dekat jendela yang pemandangannya tepat kearah gunung Bromo. Hari sudah cukup terang, dan pemandangannya indah. Tori menikmati kopi hitamnya, nasi goreng, omelet, bakwan goreng, ayam goreng dan susu. Ia memang makan banyak, karena sudah terbiasa. Ia bersyukur bisa makan. 2 tahunnya dihabiskan dengan mengais sampah hanya untuk bertahan hidup. Ia menikmati makanan, waktu makanan, rasanya

Tiba-tiba, sebuah piring diletakkan diatas meja tempatnya makan. Tori tersentak dan menatap orang yang ingin makan bersamanya. Aro!!.

Aro menatap Tori terpaku. Ia mungkin salah orang. Tapi ia tidak lupa mata kijang milik Tori yang begitu memikat. Wajah Tori yang tanpa riasan begitu polos, mulus, bersih dan .... imut. dengan wajah seperti itu, mana ada yang mengira kalau usianya sudah 32 th. Tanpa riasan, matanya bahkan lebih besat dan bulat, bulu matanya yang panjang dan lebat membentuk kipas di kelopak matanya. Bibirnya yang mungil berwarna seperti cherry merah. Pipinya merona merah muda sehat. Tori tidak akan dikategorikan wanita cantik. Tapi ia seperti seorang wanita yang pertumbuhannya berhenti di usia 17th. Keimutannya, kepolosannya.

"Kenapa melihat gue begitu?" Tori mengerjapkan mata, menunggu komentar Aro.

"Muka lo nggak pake make up .... berbeda . Gue pikir tadi orang lain." Aro duduk sambil masih memandangi Tori.

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang