Bagian 28 : He Who Kiss My Scar

170K 8.5K 56
                                    

Hantaman itu datang lagi ... lagi, lagi dan Tori berteriak histeris. Pintu terbuka dan Aro masuk dengan panik. Ia langsung terbelalak melihat Tori gemetar hebat, menangis dengan wajah pucat menahan sakit. Tubuhhnya meringkuk dengan tubuh tegang dibagian punggung dan keringat mengucur begitu deras. Diana pun masuk tergopoh dan terbelalak melihat kondisi Tori. Aro langsung naik ke pembaringan dan memeluk Tori lembut dari belakang. Tubuh Tori berangsur tenang, dan isaknya yang memilukan mulai reda. Aro berbisik lembut ditelinga Tori serta membelai lengannya lembut dan mengecup pelipisnya. Rengkuhannya perlahan menjadi makin erat saat ia begitu marah dan tidak tahu harus bagaimana melindungi Tori dari mimpi buruknya.

Diana mendesah lega dan memutuskan mundur sambil menutup pintu kamar Tori. Sepertinya Tori langsung tenang dalam dekapan Aro.

Ya ampun, apa yang harus ia lakukan pada gadis ini? Tori membuat naluri pelindungnya keluar tanpa bisa ia cegah. Ia tidak bisa membiarkan Tori sendiri, memikirkan apa Tori makan dengan teratur?, apa Tori bermimpi buruk lagi? menangis dalam mimpinya? Aro mencemaskan Tori seperti itu. Ia harus tahu apa isi mimpi Tori.

Pagi buta dijam biasa, Tori bangun, ia kaget mendapati dirinya tidur dengan dipeluk oleh Aro. Serta merta ia tersentak bangun dengan panik dan siaga. Mendorong Aro kasar.

"Kamu ngapain disini?, meluk-meluk segala!!" tanya Tori waspada.

Aro bangun dengan masih mengantuk dan menatap Tori dengan mendesah. "Kamu mimpi buruk. Setelah kupeluk, kamu jadi lebih tenang."

Tori diam dan teringat saat di Lombok pun Aro menggengam jemarinya dan Tori merasa tidur dengan sangat nyenyak. Sambil duduk ditepi pembaringan dengan lemas, Tori mencoba untuk tenang

"Aku mimpi lagi ya....," Tori memegang keningnya dan merasa frustasi. Saat menekan keningnya, jemarinya masih gemetar hebat.

"Kamu menjerit kuat dan menangis. Diana sampai bangun dan datang juga ke kamar," Aro duduk dan menatap jam. Jam 3 pagi. "Kamu memang bangun jam segini atau kamu terbangun?."

"Aku biasa bangun jam segini. Maaf aku benar-benar nggak sadar udah mimpi sampai kalian terganggu. Tapi ... aku memang jarang tidur nyenyak." Tori menatap Aro penuh sesal.

"Hei, sudah, jangan merasa bersalah." Aro memeluk Tori dari belakang dengan spontan. "Entah bagaimana, aku selalu ingin memelukmu juga."

Tori terkejut dengan sikap Aro tapi berubah pasrah dalam dekapan pria itu. Ia bersandar didada bidang kokoh yang hangat itu dan merasa aman juga nyaman walau jantungnya seakan mau loncat dari tempatnya.

"Apa yang kamu impikan sebenarnya?, kamu terlihat tersiksa..." gumam Aro sambil membelai pundak Tori.

"Masa lalu." desah Tori kuat.

"Yang mana?," tanya Aro hati-hati.

"Papa memukulku. Dengan gespernya, kadang ... dengan gagang kemoceng. Aku ... selalu salah dimatanya. Terlebih kalau aku membuat Tante Dewi dan Cindy kesal, mereka mengadu, maka Papa akan menghajarku. Aku anaknya Aro, tapi kenapa ia membenciku? Bahkan ia memberiku kalung liontin mainan untuk hadiah ulang tahunku sedangkan Cindy diberikan kalung emas dengan liontin permata biru berbentuk bunga yang bagus. Sejak itu, aku juga nggak mau pakai aksesoris, rasanya aku memang nggak pantas pakai aksesoris. Rasanya ... aku memang nggak berharga...."

"Jangan berpikir seperti itu Tori, please jangan!." Aro memaksa Tori menatapnya, ia menangkup wajah Tori dan memaksa perempuan itu menatapnya. "Kamu perempuan menakjubkan, berani dan mempesona. Kamu berharga bagi orang-orang yang sayang padamu, berharga bagiku...." Aro menatap Tori nanar dan memohon. Wajah Tori mungil dan rapuh dalam tangannya. Membuat hatinya hangat juga jantung berdebar tidak karuan.

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang