Jadwal pemotretan selesai lebih cepat 3 hari. Tim pulang dengan puas, lega dan sudah rindu apapun yang berbau Indonesia. Tori kembali ke rumah Aro dengan naik taksi. Ia lelah dan amat merindukan Aro. Selama Aro kembali, pria itu jarang menghubunginya. Hanya saat sampai dan keesokan harinya. Setelah itu tidak ada komunikasi. Jika Tori menghubungi, Aro selalu terdengar gugup, tegang dan gelisah. Walau curiga, Tori bersikap tenang hanya untuk pekerjannya.
Selama di London dan Paris, tawaran pekerjaan pun banyak menyerbunya. Tori tidak buru-buru menolak karena masih ada waktu memutuskannya, Sisi telah menampung semuanya.
Tori memencet password di pintu masuk dan meminta supir taksi menurunkan tasnya ke depan pintu. Saat pintu terbuka, Pak Amin keluar dari garasi dengan tergopoh dan tampangnya terlihat amat kaget juga gugup.
"Aduh Non Tori, kenapa pulang nggak kabarin saya, biar dijemput." Pak Amin mengangkat tas Tori tapi tidak berani menatap Tori.
Tori menangkap sikap aneh pak Amin yang biasanya jarang bicara itu. Ada sesuatu. Sesuatu yang disembunyikan darinya. "Biar tasnya di pintu saja pak Amin. Bapak istirahat saja. Terimakasih." Pinta Tori sopan namun tegas. Pak Amin menurut dan pergi setelah meletakkan tas di depan pintu rumah.
Berdiri tegang di depan pintu, Tori sedang memperhitungkan apa yang ada didalam sana yang Pak Amin khawatirkan?. Apa Aro sedang bersama perempuan lain selama ia pergi? Hmmm, Aro janji akan setia. Pria itu orang yang sangat teguh dengan janjinya. Ia percaya, Aro tidak akan selingkuh. Tapi jika ternyata ia salah, toh pernikahan tetap akan berlangsung dan menyadari hidupnya akan sama seperti mama.
Menarik nafas, Tori akhirnya membuka pintu rumah dengan kode password. Yep, rumah ini dilengkapi pintu dengan password dan cctv diluar untuk keamanan. Saat pintu terbuka, Tori menarik tasnya masuk dan mulai memanggil Aro.
"Aro, aku pulang!."
Aro langsung muncul dari arah ruang tengah dengan kaget. Tatapan cemas, "Tori, kamu pulang lebih cepat!." Aro menyambut Tori dengan pelukan erat. Tapi tegang.
Sikap Aro sangat aneh. Lalu Tori melihat sesorang turun dari arah tangga. Kaku saat tahu siapa itu.
Cindy!.
"Aro siapa yang..."
Cindy berhenti seketika saat melihat Aro memeluk seorang perempuan. Dan murka saat tahu siapa yang Aro peluk.
Viktori!
"Hebatttt, ternyata pesonamu hanya sebatas penadah bekasku ya Tor." Hina Cindy dengan melipat tangan didada. Dagunya terangkat angkuh. Pakaiannya cukup kasual tapi jelas mengundang dengan hot pants super pendek, tanktop yang membalut tubuh indahnya. Rambutnya yang lurus alami tergerai begitu saja. Cantik. Mengundang...
"Hentikan Cindy." Geram Aro tiba-tiba berbalik menghadap. Ia melindungi Tori dibelakang punggungnya, menggenggam jemari Tori erat seolah takut gadis itu akan pergi sangat jauh. "Aku menampung kamu disini bukan untuk menghina calon isteriku. Aku cuma tidak ingin kasus percobaan bunuh dirimu itu dihubungkan dengan keluargaku. Kalau kamu tidak bisa menghormati calon isteriku, pergi dari sini!. Aku sudah tidak perduli skandal apa yang mau kamu buat. Kamu lebih baik pulang, tadi aku sudah menghubungi ibumu, jadi bersiaplah!."
Cindy tersenyum sinis. "Dengar Aro, kalau papa tahu kamu akan menikahi Tori, dia akan membuatmu hancur. Lebih parah dari pada dulu waktu kamu nggak mau menceraikan aku. Dan kamu lebih milih dia dari pada aku? Apa kamu buta?."
"Kamu nggak capek Cin?" Suara Tori kini terdengar dan nadanya tenang. Ia membalas genggaman tangan Aro sama eratnya. Memberitahu pria itu bahwa ia paham.
"Apa?."
"Selau jadi orang egois dan sombong." Jawab Tori tenang. "Kamu sudah meninggalkan Aro, membuatnya bangkrut, mengubahnya jadi pria yang menyebalkan. Apa kamu tidak puas hanya menghancurkan hidup seseorang?!."
"Betul aku nggak puas!. Aku malah akan terus membuat hidupmu dan hidupnya tidak tenang." Mengibaskan rambutnya, ia turun dan mendekat ke arah mereka. "Tapi aku akan melepaskannya kalau kamu pergi, gimana?" Cindy memprovokasi.
Tori menatap Cindy kemudian Aro yang terbelalak dan menatapnya khawatir. Genggaman Aro makin erat.
"Aku mencintai Aro." Sahut Tori lembut dan tenang sambil menatap Aro. Pria itu terbelalak shock mendengarnya. Lalu senyum merekah darinya. Tori tahu ia tidak bertepuk sebelah tangan.
"KAMU!..." Cindy kembali histeris.
"Aku nggak akan meninggalkannya. Bahkan saat ia tidak memiliki apapun. Aku mencintainya. Walau dia masih mencintaimu..."
"AKU TIDAK MENCINTAINYA LAGI!" Sahut Aro tegas membuat Cindy terpukul telak. "AKU MENCINTAIMU, HANYA KAMU TORI ...." Aro mengatakannya nyaris kalap dan panik. Ngeri membayangkan Tori salah paham.
Tori menatap Aro dengan luapan bahagia. Ia tersenyum dengan air mata bergulir. Aro langsung menariknya dalam pelukan dan mengabaikan Cindy, juga dunia di belakang mereka. Aro menunduk dan berbisik berulang kali betapa ia amat merindukan Tori, mencintainya.
Mereka tidak menyadari Cindy sudah pergi dengan histeris dan cengeng seperti anak manja. Baru mereka sadar saat ponsel Tori berbunyi. Tori dan Aro terpaksa melepas pelukan. Aro meraih tas Tori. Dan menarik Tori masuk sementara ia menerima telepon yang ternyata dari Sisi yang menanyakan apa ia sudah sampai.
"Ya Si, aku udah sampai. Dan aku dapat kejutan." Tori memasuki ruang tengah dan kaget ternyata Aro tidur disitu bukan di kamarnya. "Besok aja ceritanya ya. Aku mau istirahat. Bye Si."
"Kamu tidur disini?" Tori mengkonfirmasi.
"Ya. Aku muak dekat-dekat dia." Aro mendesah menyesal.
"Terus kenapa kamu bawa dia kesini?" Tori merapikan bantal dan selimut yang berantakan.
"Untuk menghindari media, mereka seperti burung nasar jika mengendus bangkai. Kamu juga bisa mereka santap. Aku hanya mencoba meredakan amarahnya. Tapi ternyata sejak dulu dia mmg tidak sudi kalah darimu ya." Aro mendesah dan duduk disisi Tori sambil menariknya untuk menempel dengannya.
Bergelung di pelukan Aro memang favorit Tori. Pria itu ternyata tipikal pria yang suka memeluk. Saat tidurpun ia memeluk. "Bagaimanapun, Cindy adalah anak haram papa. Ia membenciku. Wajar ya kan? Kecemburuan yang ada sejak kecil. Ingin mengalahkanku. Terlebih papa sangat mencintai Cindy, jadi yah... dia bisa dibilang punya pendukung utama."
"Kamu ... nggak marah aku tinggal dengan dia selama beberapa hari?" Aro menatap Tori penuh kecemasan.
"Ya, dan Aku kecewa, curiga, kesal, juga lega." Sahut Tori perlahan dengan nada merunut list perasaannya.
"Maafkan aku sweetheart. Tapi apa kamu serius dengan perasaanmu pada ku?" Aro menangkup dagu Tori dengan tangannya, memaksa Tori menatapnya.
"Aku sudah menyukaimu sejak kita bertemu di taman." Tori tersenyum membuat Aro terpana.
"Ya Tuhan betapa aku sangat mencintaimu Tor," Aro pun tersemyum dengan lega. Ia menunduk dan melumat bibir Tori dengan penuh dahaga, rakus, juga rindu yang menghimpit menyakitkan dada karena terpaksa harus berpisah berhari-hari dengan Tori. Begitu rindunya sehingga ia tidak bisa tidur atau makan bahkan bekerja. Menderita karena ia tidak mau menghubungi Tori dan kemudian malah menceritakan masalah disini hingga mengganggu konsentrasi Tori.
"Cukup beberapa hari saja kita pisah, membuatku hampir gila karena terus-terusan memikirkanmu. Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya." Aro menatap mata Tori yang sangat ia kagumi. Jernih, tapi penuh misteri, cerdas dan jujur. "Kamu menguasai seluruh isi kepalaku dan isi hatiku. Aku begitu mencintaimu hingga mau gila rasanya..."
Aro lepas kendali, ia melahap Tori. Bercinta dengannya dengan liar, putus asa juga bahagia. Tori menyambut semua cinta Aro dengan air mata berlinang bahagia. Menampung semua curahan cinta Aro hingga rasanya tidak cukup lagi tempat. Dan sepanjang malam Aro memeluk Tori erat.
Keesokan harinya saat Tori bangun, dijari manisnya sudah melingkar cincin emas yang berukir dan ditaburi berlian yang sangat cantik dan menyilaukan. Tori menangis lagi, ini perhiasan sungguhannya yang pertama dan luar biasa. Yang paling luar biasa.
"Untuk isteriku, semua yang ia kenakan harus berasal dariku dan yang paling indah." Aro mengecup air mata Tori hingga perempuan itu akhirnya hanya bisa tertawa. Tentu saja sambil menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ME
Storie d'amore"Hubungan kita aneh dan absurd. Lo bahkan nggak suka cewek bertato, yakin mau lanjutin rencana para kakek ini?. Pernikahan ini, akan jadi neraka buat lo." "Neraka buat gue?, bagaimana dengan lo?," Aro mengangkat alisnya. Tori menyisir helai rambutny...