Bagian 17 : Some People Even Get Abuse in Dream

122K 8.5K 80
                                    

Tersadar di klinik dengan Sisi menatapnya cemas, Tori menekan kepalanya dan menghela nafas. "ini dimana?" tanya Tori serak.

"Klinik.... gimana perasaan lo?," tanya Sisi lembut sambil mengelus sisi kepala Tori.

"Pusing .... gue pingsan berapa lama?," tanya Tori sambil menunjuk air minum.

"2 jam," sahut Sisi sambil mengambilkan air minum untuk Tori.

Tori minum dan merasa lebih baik. "Lebih lama dari yang terakhir ya." gumam Tori sambil berusah duduk.

"Lo kenapa sih? ada masalah apa?, dokter bilang lo kelelahan dan sepertinya darah rendah. Kita tahu bukan itu ...apa lo punya sesuatu yang lo pikirin sampe bikin lo nggak bisa istirahat?" Sisi menyelidik dengan hati-hati.

Tori menolak menjawab. "Dimana yang lain?." tanya Tori.

"Aro lagi pesan tiket pulang ke Jakarta dan mau tunda pemotretan sampai lo sehat...."

"Apa?!, dia sinting?, Dimana dia sekarang?!" Tori turun dari pembaringan tapi ditahan Sisi dengan panik.

"Tori, lo mau ngapain, jangan banyak gerak duluu!!!!" pekik Sisi.

Pintu terbuka dan Aro masuk bersama Errol dan Budiman. Aro mendekat cepat dan menahan tubuh Tori. " kamu ngapain sih?, mau sakit lagi ...."

"Aro .... jangan batalkan sesi pemotretannya. aku cuma kecapaian ..."

"Tori, kamu itu harus memperhatikan kesehatanmu. Aku bukan orang kejam yang mau memaksa meneruskan pemotretan..."Aro duduk dan menahan Tori di tempat tidur.

Tori melawan tapi ternyata tenaga Aro jauh lebih kuat. Tori akhirnya diam dan memejamkan mata. "Kalau begitu kita libur sehari saja. aku nggak mau merusak jadwal."

Aro menunduk menatap Tori yang menunduk tanpa daya. Tadi saat Tori pingsan ia panik dan kalut. Keputusannya untuk menghentikan pemotretan dan kembali ke Jakaeta hingga kondisi Tori pulih memang diluar nalar. Entah bagaimana, Tori terasa terlalu penting dan vital hingga Aro bersedia menunda segalanya. Tapi perempuan ini malah memikirkan pekerjaan dibanding kesehatannya.

"Baik." Aro menyetujui, Tori langsung menatap Aro dan mendongak lega... "Tapi setelah dokter memutuskan kamu siap bekerja. Aku akan suruh Jeni extend tiket hingga 3 hari. Dan kamu harus istirahat. Kamu paham?!" Aro menatap Tori tajam dan tidak terbantahkan. Tori mengangguk pelan.

"Istirahatlah, kamu membuat semua kru panik dan takut. Mereka nggak mau pulang sebelum kamu sadar. Aku akan suruh mereka datang besok agar kamu bisa istirahat." Aro pun bangkit perlahan dari sisi Tori, dengan sangat berat hati.

"Maaf ya..." gumam Tori menyesal pada Aro, "aku ngerusak jadwal..."

"Hentikan Tori, kamu kan nggak berniat sakit, bukan salahmu, segalanya bisa terjadi. Jadi jangan pikirkan atau cemaskan apapun. Istirahat saja." Aro membujuk Tori lembut namun tegas.

Tori terpana menerima perhatian dan pengertian sebesar itu diluar Sultan, Errol atau Sisi. Aro orang yang baru ia kenal, calon suami dadakan yang sikapnya seperti ramalan cuaca.

Sisi dan Errol dipaksa pulang dan sedikit istirahat. Mereka bisa datang nanti sore dan membawakan baju ganti untuk Tori.

"Maaf pak Aro, kami nggak bisa pulang dan istirahat begitu saja. Tori lebih sebagai atasan kami, dia adalah sahabat dan saudara bagi kami... " Sisi dengan keras kepala menolak pulang.

"Dan aku calon suaminya!!!," sahut Aro tegas membuat keduanya terpana dan kaget. "Pulanglah, aku akan menjaganya dan kalian bisa menjaganya setelah kalian istirahat. Tori pasti ingin seperti itu, iya kan?"

Sidi dan Errol saling melempar tatapan resah. "Pak Aro ... Tori tidak akan pernah mengeluhkan apa pun." Errol akhirnya bicara dengan sangat tenang dan jelas dibanding Sisi yang emosional. "Dia, telah terluka banyak, kondisinya lebih lemah dibanding yang ia perlihatkan, tapi ia tidak pernah mengeluh. Ia akan mengusir anda, karena anda sosok yang baru baginya dan mungkin ia tidak akan nyaman. Tapi tolong.... jangan biarkan dia sendirian. Walau ia menyuruh anda ke neraka sekalipun, tolong .... jangan tinggalkan dia sendiri."

Pernyataan Errol mengganggu Aro. Setelah bicara dengan dokter, Tori hanya mengalami kelelahan fisik dan mungkin terlalu banyak yang dipikirkan. Aro tidak mengerti mengapa kedua orang itu begitu menjaga Tori seperti induk singa. Padahal jelas Tori adalah perempuan mandiri dan berani. Keduanya tidak mengatakan sebabnya, walau Aro ngotot ingin tahu.

Tori tidur pulas setelah diberi obat oleh dokter. Aro menatap perempuan mungil yang nampak sangat manis dalam tidurnya yang lelap. Tori nampak rapuh dalam keadaan seperti ini. Membuat Aro ingin selalu menjaganya walau tahu perempuan ini kuat dan berani. Ia juga tidak tahu kenapa mau repot-repot menjaga Tori. Tapi ia melakukannya dengan sepenuh hati. Akhirnya Aro duduk di kursi dekat pembaringan dan menunggu sambil bekerja di laptopnya.

Hingga satu jam kemudian, tiba-tiba Tori bergerak gelisah dalam tidurnya. Aro menengok dan mendatangi Tori, ia kira sudah bangun. Saat ia mendekat, Tori ternyata sudah keringat dingin, tubuhnya bergerak dan menekuk seperti janin. Tori menangis dalam tidur, dan makin meringkuk dengan tubuh gemetar hebat. Raut wajah Tori nampak ketakutan juga kesakitan.

Aro sampai berdiri kaku saat melihat Tori seperti itu. Ia melihat Tori seakan berusaha berlindung. Dari apa? siapa?....Aro mendekat dan mencoba membangunkan Tori dengan menyentuh bahu Tori. Namun igauan Tori kembali membuatnya berhenti.

"Ampun papa.... ampun, jangan pukul lagi... sakit .... sakit" isak Tori dalam tidurnya.

Aro terbelalak dan mendekat kali ini duduk diatas pembaringan dan menyentuh pipi basah Tori. Terkejut betapa dinginnya kulit Tori. "Tori, bangun, cuma mimpi..." Tori terisak dan dengan naluriah ia menekan pipinya ke telapak tangan hangat Aro. Isaknya lama kelamaan mereda setelah Aro menggenggam jemari Tori yang terkepal gemetar. Kepalan tangannya mulai melonggar.

Insting Aro mengatakan bahwa Tori akan tenang saat ada seseorang di sampingnya. Jadi ia tetap menggenggam tgn Tori hingga gadis itu mulai tenang. Aro menyingkirkan ikal rambut Tori yang menutupi wajahnya. Dadanya nyeri melihat air mata di pipi lembut Tori. Saat tidur, seseorang memiliki waktu paling tenang dan nyaman. Tapi Tori malahan menangis dalam tidur.

"Ampun papa.... ampun, jgn pukul lagi... sakit .... sakit" isi igauan Tori mengganggu Aro. Apa Tori dipukuli? oleh ayahnya? Amarah Aro terbit dengan cepat. Menurut penyelidikan yang dilakukan Quil, Tori pergi dr rumah sejak masih sangat remaja. Usianya waktu itu 17th. Tidak lagi berhubungan dengan keluarganya. Apa penyebabnya krn ia mengalami kekerasan?!.

Aro menatap wajah Tori yang kembali lelap. Airmata yang tadi mengucur, Aro usap dengan ibu jarinya. Perempuan berani seperti preman ini memiliki kesedihan yang membuat Aro tidak tega. Pada siapa perempuan ini bersandar saat sedih?. Setiap ia melihatnya menangis, selalu sendirian. Saat di RS, bahkan saat ia tidur! ada apa sebenarnya?!. Aro penasaran setengah mati. Insting protektifnya mulai tumbuh dalam dirinya dengan kecepatan menakutkan yang membuat Aro kelabakan. Apa ia mulai mencintai Tori?

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang