Bagian 22 : The Promise

121K 8.7K 112
                                    

Sepanjang jalan Tori diam dan muram. Aro penasaran disampingnya, bertanya-tanya ada apa gerangan dengan calon isterinya ini. Biasanya mereka suka berdebat, apa saja. Tapi dengan diamnya Tori, suasana jadi aneh dan hampa. Apalagi Tori diam dengan raut muram.

"Ada apa denganmu?," tanya Aro akhirnya.

Tori mengerjapkan mata dan menatap Aro. Pria itu menatapnya dengan penuh tanya. Dari luar acuh tapi sebenarnya sangat perhatian.

"Nggak ada. Kenapa?." Tori menggeleng.

"Kamu murung, ada masalah?," Aro menunduk dengan kening mengerut.

"Whooa, kamu perhatian banget deh, jangan-jangan udah ada perasaan buat aku yaaa?," Tori menggoda Aro dengan penuh semangat.

"Eh enak aja, jangan geer dulu ya, aku cuma nggak mau kamu datang ke tempat fitting kayak orang dipaksa kawin. Ngerusak image tau!," Aro mendorong wajah Tori yang mendekat.

Tori menggerutu karena cara Aro mendorongnya begitu jijik dan kesal. Tapi ia tersenyum, setidaknya Aro masih perhatian walau sedikit.

"Tempatnya masih jauh nggak?, aku sedikit ngantuk." keluh Tori kemudian sambil pura-pura menguap.

"Tidurlah, jalan kesana juga agak macet." Aro mengangguk. Ia menutup jendela gelap penghubung antara area penumpang dan pengemudi untuk privasi.

Tori pun tidur tidak lama setelah ia pura-pura memejamkan mata. Aro pun meraih map berisi dokumen yang harus ia periksa. Konsentrasinya terusik saat Tori bergerak gelisah. Aro melirik waspada dan memperhatikan Tori. Gadis ini bermimpi ... lagi. Aro langsung membereskan berkasnya dan menggenggam jemari Tori. Kegelisahan Tori berkurang. Aro spontan menarik Tori kedekapannya dan membiarkannya tidur disana.

Aro mengerutkan kening, tubuh Tori tegang seperti senar. Apa yang ia impikan hingga ia begitu tegang dalam tidur?. Aro mendekap Tori dan mengusap kepalanya hingga Tori benar-benar bisa tidur dengan tenang.

Tiba-tiba Tori tersentak bangun dan matanya menatap Aro. Ia sedikit linglung kenapa tiba-tiba ada didekapan Aro. "Kenapa aku ada disini?,"

"Karena setiap mimpi buruk dan aku memelukmu, kamu jadi lebih tenang." sahut Aro datar tanpa melepas dekapannya dari tubuh Tori.

Jantung Tori berdebar begitu kencang hingga ia takut bergerak. Kulitnya tiba-tiba begitu sensitif dan gelenyar ditubuhnya menggelisahkan.

"Kamu mengambil kesempatan dalam kesempitan, iya kan?" tuduh Tori sambil tertawa dengan rona dipipinya.

Tatapan Aro menggelap dan dadanya juga berdebar kian kuat. Kepala Tori terkulai lembut dilengannya dengan ekspresi lembut sehabis bangun tidur dan tawa yang renyah dibibirnya yang lembut. Aro menunduk dan menutup mulut Tori dengan bibirnya. Menariknya lebih kuat ke dalam dekapannya dan mulai melahap bibir Tori dengan lapar yang tidak bisa lagi ia bendung.

Ciuman itu membuat Tori terkesiap kaget dan lemah disaat yang sama. Ia langsung lumer dalam dekapan Aro dan pasrah begitu saja seakan Aro sudah menaklukkannya. Bibir Aro terasa lembut dengan aroma kopi yang samar, lidahnya mengelus dan membelit lidah Tori dengan terampil hingga Tori tidak sanggup berpikir. Rasanya memabukkan dan .... astaga ia tidak sanggup berpikir karena aliran listrik menyambar keseluruh tubuhnya hingga ia hanya bisa mendorong Aro menjauh.

Aro tidak bisa menjauh, tidak ketika rasa Tori senikmat ini. Rasanya begitu ... astaga seluruh gairahnya meledak begitu ia menyentuh bibir Tori. Liar tidak terkendali. Sengatan listrik merambat keselurh tubuh hingga ke arah kejantanannya yang menegang minta dipuaskan. Tori lembut, aromanya manis dan responnya polos juga hangat. Aro bisa mencium gadis ini seharian tanpa bosan sedikitpun. Menjelajah bibirnya, mengecap lidahnya, mendekap tubuhnya yang lembut dan pas di lengannya.

"Aku menginginkanmu ...." bisik Aro serak di telinga Tori, menjilat cuping telinga Tori dan tersenyum merasakan tubuh Tori merespon gemetar.

"Tu ... tunggu ... Aro kumohon tunggu ..." Tori mendorong Aro kuat hingga mereka berada disudut menempel pintu dengan bernafas saling memburu. Aro menatapnya dengan penuh nafsu, Tori menatap Aro dengan bingung.

"Kenapa menciumku?, seharusnya kamu nggak menciumku." tuduh Tory kalut.

"Kenapa?, aku menginginkanmu, bergairah padamu, kebetulan kamu akan jadi isteriku jadi, tidak ada salahnya kan?," Aro merapikan jasnya dan dasinya, raut wajahnya berubah datar.

"Jadi ... kamu berencana akan bercinta denganku?," tanya Tori polos.

"Itu kewajibanku dan kamu. Iya kan?" sahut Aro ketus. "Lagi pula memangnyakamu lu nggak pernah melakukannya?," tanya Aro dengan penuh perhatian.

Tori merona, ia hanya pacaran 2 kali tapi pengalaman itu tidak pernah sampai melakukan hubungan seks. Ia terlalu kolot, dan memang tidak benar-benar mencintai pacar-pacarnya yang berakhir menjadi teman dekatnya.

"Aku nggak sembarangan melakukannya." Sahut Tori ketus.

Aro terdiam dan menatap Tori dengan seksama. Rona di pipinya memperlihatkan kepolosan Tori. Kemungkinan Tori masih belum tersentuh membuat Aro merasa ditampar. Bahkan Cindy saja bukan perawan. Entah ini berkah atau beban untuknya.

"Aku menginginkan keturunan. Dan aku sudah janji hanya setia padamu. Kamu wajib memberikanku anak. Jadi, kita memang harus melakukannya." Kata-kata Aro seperti membicarakan bisnis.

"Anak?," Tori berubah gugup dan pucat, "kamu ingin anak?"

"Iya, ada masalah?," tanya Aro tegas.

Menelan ludah, Tori mencoba tidak lantas membuka pintu dan melompat keluar. "Anak adalah tanggung jawab besar, kamu harus mencintainya."

"Tentu saja aku akan mencintainya, dia anakku. Apa karena kamu pikir aku seperti iblis di tempat kerja maka aku akan mengabaikan anakku?," Aro marah karena mengira Tori tidak percaya kalau dirinya tidakakan mencintai anak mereka.

"Walau nanti..." Tory menekan dadanya dan meneteskan air mata, "Kalau nanti ... aku suatu hari tiada, apa kamu akan mencintainya? bisakah kamu mencintainya walau ... kamu tidak mencintaiku?."

Aro terpaku melihat reaksi Tori. Gadis ini menatapnya dengan memohon dan air mata berlinang demi anak yang bahkan belum mereka miliki. Aro melihat Tori berinteraksi dengan Dea dan Edu waktu di Lombok. Sikapnya sabar dan penuh sayang. Kemudian cintanya pada Erika hingga ia melepas kebebasannya demi pengobatannya yang sangat mahal. Tori pasti ingin punya anak, tapi kenapa ia takut memilikinya karena khawatir Aro tidak akan mencintai anak itu?. Apa trauma masa lalunya berhubungan dengan itu?.

"Kenapa kamu takut Tori?, Anak yang kita ciptakan sudah pasti akan kucintai. Tidak ada alasan kenapa aku tidak akan mencintainya. Aku bukan monster!," sahut Aro tegas nyaris marah.

"Bahkan saat aku mati, kamu akan mencintainya?," tanya Tori meminta ketegasan.

"Ya!"

"Janji padaku!?."

"Aku janji!"

Tori kemudian mengusap air matanya dan tersenyum. Ia beringsut mendekat dan memajukan tubuhnya untuk mencium bibir Aro lembut hingga pria itu hanya bengong. Tindakan berani itu membuat Aro terdiam sesaat lalu memeluk tubuh Tori erat.

Aro membalas dengan sama sederhana dan lembut. Ia memeluk Tori erat, seakan takut kehilangan gadis itu. Kata-kata Tori begitu yakin kalau dirinya akan mati lebih dulu. Apa rahasia Tori yang membuatnya begitu sedih?.

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang