Bagian 23 : Tersinggung dan Sakit Hati Jelas Tidak Sama

120K 8.5K 89
                                    

Fitting gaun pengantin untuk Tori berakhir dengan keputusan pada sebuah gaun sederhana yang elegan dan membuat Tori nampak seperti peri. Bibi Aro adalah Hilda, ibu dari Marcell dan Diana. Diana ikut menemani dan mereka saling mengenali saat kejadian di tempat parkir waktu lalu.

"Mom, gadis keren yang nyelamatin aku dan Aro waktu itu ya Tori." Diana memberitahu Hilda yang menatap Tori dengan berbeda setelah diberitahu.

"Gadis keren pemberani, itu kata Diana," Hilda tersenyum lembut. "Ayo kita lihat gaun yang cocok."

Saat Aro melihat Tori mengenakan gaun demi gaun, ia terpukau dan sadar hatinya sudah mulai digenggam oleh Tori. Tori tampak memukau dengan semua gaun itu. Tapi lebih memukau dengan gaun sederhana yang menonjolkan kesederhanaan dan sisi elegan Tori.

"Aro, gimana menurut kamu?," tanya Hilda puas dengan pilihan terakhirnya.

Aro hanya menatap keseluruhan tubuh Tori lalu hanya menatap matanya. "Cantik." gumamnya dengan nada rendah yang sensual.

Tori tersenyum lebar. "Maksudmu gaun ini kan?, aku hanya mau yang sederhana, kupikir ini oke." Tori mengabaikan tatapan Aro yang tajam dan intens karena membuatnya gugup dan gelisah.

Hilda melirik keduanya bergantian dengan senyum tipis. Ia tidak pernah melihat Aro menatap seorang perempuan dengan begitu intens. Tidak juga pada Cindy. Keponakannya ini sekarang dalam situasi dimana pengantinnya bukan pilihannya tapi sepertinya ia mulai menyukainya. Marcell tidak bohong kalau gadis itu sangat imut dan manis. Dan Diana ternyata pernah diselamatkan oleh Tori. Tadinya ia mau membantu Aro membatalkan pernikahan ini, tapi semua berbalik. Ia merasa pilihan ayahnya sangat pas buat Aro.

"Kamu memang menginginkan yang sederhana kata Kakek. Jadi ia sudah bilang padaku sebelumnya. Kita lihat mana yang kurang pas agar dibetulkan." Hilda beranjak membantu Tori dan menutup tirai.

"Dia kelihatan berbeda tanpa smokey ayes itu." komentar Diana antusias. "Imut sekali, mas Aro kok kesannya jadi menikahi anak kecil ya?," decak Diana.

"Jangan sembarangan kalau ngomong, usianya 32 tahun tahu!" Aro mendengus.

"Wah nggak kelihatan," Diana berdecak kagum. "Oya mas Aro kayaknya mulai menyukainya."

"Dia baik, lucu, oke. kenapa aku mesti nggak suka sama dia?" tanya Aro berbalik dengan santai.

Diana meringis, Aro memang menyebalkan. "Maksudku bukan ituuuu, apa mas Aro mulai mencintainya?," selidik Diana tidak mau menyerah.

"Aku tidak mau jatuh cinta lagi. Terlalu menyakitkan dan buang-buang waktu. Dia tipe perempuan yang mustahil membuatku jatuh cinta. Ngerti?." Sahut Aro tajam dan datar. Ia mengatakannya dengan tegas, datar dan sinis.

Kata-kata Aro cukup keras hingga membuat Tori yang didalam menegang dan membeku. Kain penutup atasannya yang ia pegang jatuh hingga ia hanya mengenakan bra. Kebetulan rambutnya digelung sederhana keatas tengkuknya sehingga luka dipunggungnya terpampang jelas. Luka itu membuat 2 pelayan kaget hingga memekik kecil, Hilda terbelalak syok dan manajer toko bengong. Tori dengan sigap membungkuk untuk mengambil kain menutupi punggungnya dengan ekspresi muram.

Pekikan kecil itu menarik perhatian Aro hingga ia langsung menyibak tirai. "Ada apa?!"

"Nggak ada apa-apa!" sahut Tori sambil tersenyum santai," tadi ada kecoa lewat."

Karena Tori telah menjawab, yang lain hanya bisa bungkam. Hilda menatap Tori dengan tatapan penuh selidik tapi nampaknya Tori tidak berniat menceritakan apapun pada Aro. Aro menatap Tori dan Hilda bergantian. Tori dengan senyum dipaksakan, Hilda menegang. Pegawai toko baju pengantin nampak gugup.

"Kukira ada apa." Aro berkata datar dan kembali menutup tirai.

Tori hanya diam dan meminta yang lain untuk lanjut mengepas gaun itu. Hilda menatap Tori dengan tatapan seorang ibu yang khawatir. "Itu luka yang kudapat waktu dijalanan bibi... sekarang sudah nggak apa-apa" Tori menenangkan.

"Kenapa kamu nggak cerita pada Aro." Hilda bertanya dengan nada berbisik.

"Dia nggak akan perduli." sahut Tori muram.

"Kamu menganggap dia terlalu picik." Hilda memperingatkan dengan tegas bagaimana sudut pandang Tori pada Aro.

"Bibi dengar sendiri dia yang bilang aku bukan perempuan yang membuatnya jatuh cinta. Jadi ia tidak akan perduli. Tidak ada yang perduli, aku sudah biasa kok bi. Bibi melakukan ini juga karena perintah kakek Subara kan?" Tori menatap Hilda dengan tatapan terluka tapi tetap. Ia tersenyum dengan miris berusaha tetap tegar. Seperti biasanya.

Hilda tidak tahu harus berkata apa. Ini semua terlalu rumit. Tori tidak seperti yang ia bayangkan. Dan sikapnya membuat Hilda juga senang. Gadis ini punya sikap yang hormat, ceria, bersemangat, berani tapi juga tertutup dan sinis.

Ponsel Tori tiba-tiba berbunyi. Ia membaca id caller dan permisi pada Hilda untuk menjawabnya. Tori menyahut dalam bahasa Korea fasih dan pergi ke tempat yang lebih tenang.

Hilda keluar dan mendapati Aro sedang berdiri dan mengamati Tori yang sedang berdiri anggun didepan jendela yang mengarah pada area parkir.

"Tori itu gadis yang cerdas, berapa bahasa yang ia kuasai?," tanya Hilda sambil memasukkan tanda terima gaun pengantin ke tasnya.

"Hmmm, 6 ... 9? dia sepertinya berbakat dibidang itu. Dia juga sering berpergian." Aro menoleh dan tersenyum tipis pada Hilda. "Apa yang terjadi di dalam tadi Bi?."

Tubuh menjulang Aro memaksa Hilda mendongak. "Walau kamu tidak mencintainya, setidaknya jadilah temannya." Hilda menepuk bahu Aro lembut sambil tersenyum. "Pernikahan itu setidaknya kamu memiliki teman hidup. Dan kamu setidaknya ... memiliki teman hidup yang baik. Hargai, dan jaga dia baik-baik."

Aro mengeruntukan kening lalu menatap Tori yang sudah selesai menelepon. Tori meraih tas ransel dan segera menghampiri mereka.

"Maaf aku nggak bareng pulang, aku mau ke daerah utara ada urusan. Bibi Hilda terima kasih hari ini, maaf aku buru-buru." Tori membungkuk sedikit dan melambai pada Diana lalu tanpa memandang Aro lagi, ia pergi begitu cepat.

Aro sampai bengong dibuatnya.

"Dia mendengar apa yang kamu katakan pada Diana, mungkin ... dia tersinggung atau ... mungkin mulai memiliki perasaan khusus untukmu." Hilda mengatakan dengan tenang. Tapi Aro memaki lalu menghub Tori ke ponselnya.

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang