Bagian 29 : Harapan semu membuatmu bertahan walau sakit

158K 8.4K 108
                                    

Aro bangun dengan tangan merayap otomatis ke sisinya dan terbangun cepat saat melihat sisi kosong. Tori tidak ada. Aro langsung sepenuhnya sadar dengan kepanikan menyerangnya. Ia meraih celana piamanya dan mengecek kamar mandi, kosong. Rasa cemasnya meningkat lebih tajam lalu ia kembali ke kamar dan melihat semua barang Tori masih ditempatnya. Ia pun mendengar suara dari arah dapur dan keluar, melongok dari balkon kebawah, melihat sosok Tori sedang memasak sesuatu yang harum, manis dan membangkitkan selera.

Seperti merasa ada yang mengamati, Tori mendongak lalu tersenyum. Ia mengisyaratkan agar Aro turun dan sarapan.

"Aku mandi dulu." Aro menjawab tegas.

Tori mengangguk.

Aro mundur dari pagar balkon dan menghela nafas lega. Ia menunduk dan dengan bertolak pinggang, kemudian mengusap wajah dan menyisir rambutnya dengan tangan. Tadi ia sudah ketakutan kalau Tori pergi meninggalkannya. Amat sangat takut.

Menyadari persaan takut kehilangan Tori, Aro tahu dirinya sudah jatuh cinta pada calon isterinya sendiri. Tapi ia tidak berani. Saat ia mencintai, ia overprotektif, kekanakan, dan tidak mengijinkan siapapun menyentuh wanitanya bahkan meliriknya. Ia tidak bisa mencintai Tori, kalau ia mencintainya, Tori akan membencinya karena mengekang kebebasannya dan kemudian mulai tidak tahan bersamanya. Seperti Cindy yang tidak sudi dikekang.

Melangkah masuk ke kamar Tori untuk memungut pakaiannya, ia menyibak seprai dan tanda keperawanan Tori disana. Nyata dan akurat. Bagaimanapun tanda itu membuatnya tenang juga bahagia. Aro tersenyum dan kembali ke kamarnya untuk siap-siap ke kantor.

Sarapan di luar rasanya menyenangkan. Tori membuka jendela besar yang langsung mengarah ke patio, membawa nampan dan sarapan disana. Tori duduk nyaman dengan kaki bersila di kursi rotan, dengan sepiring pancake disiram madu dihadapanya, kopi mengepul, dan udara pagi yang nyaman. Tori sarapan sambil membuka berkas kerjaan dan harus diselesaikan hari ini karena besok mereka sudah berangkat ke London. Lalu ia merasa tengkuknya dikecup, pinggangnya dipeluk dan dadanya diremas lembut penuh kepemilikan yang posesif.

Tori menengadah dan Aro langsung mencium bibirnya dengan kuat penuh hasrat. "Pagi," sapa suara beratnya yang menghipnotis dan erotis. Saat Tori membuka bibir ingin membalas sapaan pagi hari itu, Aro malah melahap bibirnya dengan kebutuhan yang menggelegak. Aro menangkup wajah Tori dan membelai rahangnya lembut.

Tori tertawa dan menjauhkan wajahnya, Aro memburu Bibir Tori lagi. Tori tertawa dan menahan wajah Aro dengan tangannya. Aro menatapnya cemberut. "Sarapan."

"Kamu harus membayarnya." dengus Aro sambil mengecup telapak tangan Tori.

"Buset, memangnya yang tadi nggak cukup?," Tori terbelalak.

Aro menatap Tori dengan gairah yang muncul begitu cepat. "Belum."

Wajah Tori langsung memerah karena tersipu. "Kamu maniak. Ayo sarapan, aku mau ke kantor juga." Tori menyiapkan pancake buat Aro.

"Ini enak." puja Aro senang. "Ngapain ke kantor, kamu bukannya harus istirahat?," tanya Aro

"Aku harus mendiskusikan sesuatu dengan Budiman. Besok kita sudah harus berangkat dan aku nggak bisa menunda ini." Tori mengatakan dengan tegas.

"Kamu bisa bawa mereka kesini untuk rapat, kalau nggak pakai video call atau ...."

"Aku bisa gila lama-lama kamu kurung terus." putus Tori lembut. Ia bangkit dan duduk dipangkuan Aro. Pria itu terpana sesaat tapi langsung menyukai kontak tubuh mereka dan memeluk pinggang Tori. "Aku nggak keberatan kamu awasi, kuntit atau apapun yang ingin kamu lakukan untuk mengawasiku. Tapi aku nggak mau kakiku dipasung. Aku nggak bisa terus-terusan bergantung padamu karena aku juga nggak biasa. Apa kamu mau aku jadi perempuan manja dan membuatmu susah sepanjang hari?."

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang