t.w.e.n.t.y.f.o.u.r

3.3K 562 146
                                    

"AKU AKAN MEMBALAS SEMUA YANG TELAH KALIAN LAKUKAN! LIHAT SAJA!"

Bam.

Pintu ditutup. Itulah kata-kata terakhir Kayn sebelum Ia dibawa ke kantor polisi. Tidak hanya Kayn, tapi juga semua anak buahnya juga akan masuk kedalam penjara. Lauren dan Luke? Mereka sudah tenang. Mereka sudah bebas dari teror bodoh itu.

"Terlalu banyak goresan. Kau tidak malu Luke?" Tanya Lauren sambil terkekeh. Ia memperhatikan semua luka goresan di kedua tangannya yang sudah diobati.

"Malu? Malu kenapa?"

"Malu karena punya pacar yang kulitnya tidak mulus," Lauren terkekeh dengan perkataannya sendiri.

"Oh ayolah luka itu pasti akan hilang dengan sendirinya kan?" Luke tersenyum. Tangan kanannya dilingkarkan ke pinggang Lauren. "Lagipula untuk apa aku malu? Aku malah bangga. Super woman, wohoo!"

"Dasar gila," Lauren meninju lengan Luke pelan. Ini sudah jam 7 pagi dan mereka baru saja sampai di apartmen Lauren. Tentu saja semalaman mereka tidak tidur karena kejadian itu. Dan Luke menginap di apartmen Lauren. Tertidur pulas, dan mencoba melupakan apa yang sudah mereka alami.

.

Ini sudah jam satu siang dan dua remaja ini masih meringkuk dibalik selimut tebal. Jam weker yang tadi sempat 3 kali berbunyi kini sudah tidak dapat lagi mengeluarkan suara. Karena..Luke menghancurkannya. Ehm..abaikan. Lauren menggeliat meregangkan badannya sebelum benar-benar sadar dan membuka matanya. Dilihatnya Luke meringkuk memeluknya. Selimut menutupi wajahnya sampai ke hidung. Lauren terkekeh sendiri melihatnya. Ia turun dari tempat tidur dan mendapati wekernya sudah hancur berkeping-keping. Ia sadar itu adalah ulah Luke. Dengan malas Ia membersihkan benda itu lalu Ia buang air kecil dan kembali ke tempat tidur.

"Wake up sleepy head," bisik Lauren. Suara khas orang baru bangun tidur. Lauren sadar Luke tidak akan bangun dengan hanya sebuah bisikan. Ia pun menggoncang tubuh Luke.

"God.." Luke menggeram dengan salah satu mata terbuka. Ia melirik Lauren yang duduk bersila menghadapnya dan tersenyum.

"I see an angel this morning," godanya. Suara berat yang indah ditelinga Lauren. Lauren tergelak mendengarnya.

"Oh shut up and wake up. Antarkan aku ke ArtClothes," Lauren menampar pelan pipi Luke dan tergelak.

"My morning kiss?"

"Apasih Luke. Bau mulut. Mandi dan aku akan membuat sarapan," Lauren turun dari tempat tidur dan mengikat rambutnya.

"Ini sudah siang. No breakfast anymore. Btw, serius ingin ke ArtClothes? Kau masih masa pemulihan, sayang," Luke kini sudah duduk dipinggir ranjang. Memperhatikan setiap gerakan yang Lauren lakukan.

"Whatevs, Luke. Aku tidak mau dianggap pemilik perusahaan yang tidak bertanggung jawab. Aku harus kesana sekarang,"

"Baiklah kalau begitu aku akan ikut dan menunggumu sampai selesai di sana,"

"Kau gila?"

"Nope. Aku mandi dulu. Masak makan siang yang enak, oke?" Luke beranjak, menghampiri Lauren dan mengecup pipinya kilat lalu segera masuk ke kamar mandi.

.

Mereka sudah sampai di ArtClothes dan kini Lauren sedang repot dengan sketsa-sketsa yang menumpuk. Sedangkan Luke berbaring santai disofa sambil memainkan iPhone nya. Sampai sekarang ArtClothes masih heboh karena Lauren yang sudah cukup lama tidak mengunjungi ArtClothes, hari ini datang dengan wajah dan tangan yang penuh goresan.

"Babe.." Panggil Luke lesu.

"Hm?"

"I'm hungry,"

"What?"

"Hungryyyyyy,"

"Kau baru makan Luke,"

"Aku lapar,"

"Argh, beli saja di cafetaria,"

"Okay, kau mau beli sesuatu?"

"Nope,"

Luke berjalan menuju cafetaria. Entah bagaimana bisa Ia lapar setelah baru satu jam makan. Perut karet.
Ia duduk sendirian di cafetaria memakan spageti nya.

"Hey Luke," seseorang menyapanya dan Luke mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya.

"Hey..uhmm.." Luke tidak ingat nama wanita yang menyapanya.

"Abby," Abby tersenyum. "Can i join?" Luke mengangguk cepat.

"Senang bertemu denganmu lagi, Abby," ucap Luke.

"Me too," balas Abby bersemangat. Mereka pada akhirnya berbincang-bincang cukup lama. Ini lah yang sudah lama Abby inginkan. Impiannya untuk dekat dengan idolanya sudah terkabul. Kini Ia akan menyusun rencana selanjutnya untuk merebut hati Luke. Abby tidak peduli dengan status Luke yang sudah memiliki kekasih. Yang Abby mau hanyalah bisa bersama Luke.

"Ternyata asik sekali mengobrol denganmu, Abs," ucap Luke setelah berhasil menguasai tawanya. Entah apa yang mereka bicarakan sehingga Luke dan Abby tertawa terbahak-bahak.

"Lebih asik denganku atau Lauren?" Abby melontarkan pertanyaan itu tanpa pikir panjang. Dalam hatinya yakin Luke akan menjawab Abby. Luke terdiam sesaat. Bingung harus menjawab apa.

"Sama saja. Tak ada bedanya. Kalian berdua sama-sama asik," jawab Luke akhirnya.

"Kau yakin?" Tanya Abby sarkas. Luke mengerinyitkan dahinya.

"Mungkin 10% lebih asik denganmu," Luke tergelak sendiri. Abby hanya tersenyum dengan pipi yang bersemu merah. Luke menatap mata Abby lekat-lekat. Mata biru gelap itu. Rasanya teduh ketika Luke menatap gadis dihadapannya.

"Mungkin kita harus lebih banyak mengobrol. How about a dinner tonight?"

***

Maaf lama apdet. Ngestuck banget ga ada inspirasi. And this chapter was ew. Ini unedited juga. Maaf kalo banyak typo

Ini di detik2 terakhr kuota gue makanya lgsg apdet aja

Btw, gws to my dad:''

iPhone 2 • lhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang