Prolog.

8.2K 413 2
                                    

"Kita akhiri saja."

Hujan deras diiringi tangisan kedua bayi itu menjadi saksi dilanggarnya ikrar suci. Janji setia bersama seumur hidup.

"Ellen, pikirkan baik-baik. Ini bukan tentang kita-"

"Tentu, ini tentu bukan tentang kita Ares, Tentu ini tentang perang bodoh mu itu."

Keheningan terjadi. Tak ada tangis dari keduanya. Jarak tak dapat memangkas hati yang terlanjur membatu.

"Tidak Ellen, ini tentang anak-anak kita. Mereka butuh kita."

"Kalau begitu mengapa kau tak bisa tinggalkan perang untuk mereka? Mengapa kau tak bisa tinggalkan perang untukku Ares?" Ellen mencengkram kerah kemeja lapangan milik Ares, memaksa Ares menatap matanya yang penuh permohonan.

"Ini untuk negara kita, Ellen."

"Tidak ada yang baik dari perang Ares." Ellen lalu bergegas membawa kopernya. Memangku kedua bayi kembar yang terus menangis menyayangkan kedua orangtuanya yang memutuskan berpisah.

"Tunggu Ellen." Ares berjalan menghadang pintu.

"Mereka juga anak-anakku. Aku berhak merawat mereka pula."

"Biar pengadilan yang memutuskan itu." Ellen menyingkirkan Ares dari pintu. Melajukan mobil ditengah derasnya hujan untuk kembali ke tempat asalnya.

Dunia saat itu senyap, tak ada yang tahu apa yang terjadi. Bahkan sidang mengurus hak anak luput dari media massa. Mereka hanya tau, model top dunia itu resmi bercerai dengan Tentara Prajurit yang baru pulang berperang.

PIERCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang