32. Syukur

1.5K 155 10
                                    

"Ini, kalau kamu nakal, Ayah akan segera tau karena di kalung ini ayah pasang kamera tersembunyi." Ares lalu memasangkan kalung hitam berbentuk setengah lingkarang dengan rasi bintang didalamnya. Andromeda melihat lehernya yang sudah dililit oleh kalung tersebut, sembari mengusap ingusnya yang mengeluarkan ingus, dan matanya yang masih sembab.

"Tapi aku gak mau ayah pergi lagi, aku gak mau sama edelyn." Rengek Andromeda manja.

"Sssh, Ayah harus kerja Pierce." Ares mengusap lembut ujung kepala Andromeda.

Ingatan itu jelas mencuat kembali, saat Orion menunjukan kalung hitam miliknya. Berbentuk setengah lingkaran, dengan rasi bintang yang berbeda didalamnya.

"Ini rasi bintak Orion, punyamu Andromeda, kita berdua ini rasi bintang."

Mata Andromeda membulat sempurna, lalu terukir senyum kecil. Cahaya bulan menyinari wajahnya, Orion melihatnya sangat manis. Andromeda bagai bidadari yang dikirim dewa untuk menjaga hutan. Dengan kulitnya yang tanned dan penampilannya yang urakan, Andromeda sangat terlihat manis dan apa adanya.

"Karena para dewa berperang, Zeus mengeluarkan petirnya. Dan memisahkan para rasi bintang." Ucap Andromeda, kali ini pembawaanya tidak biasa. Andromeda semangat mengatakannya, dengan senyuman diwajahnya. Tidak seperti biasanya Andromeda menanggapi ocehan Orion dengan malas.

"Itu pelajaran Astronomi atau kisah mitologi? Perasaan aku tidak pernah dengar cerita seperti itu." Tanya Orion tidak mengerti apa yang membuat Andromeda antusias.

"Ternyata Ares menceritakan tentang kamu, Ya! Ares menjelaskan dengan caranya sendiri. Dia selalu punya cara tersendiri untuk memberitahu sesuatu." Andromeda malah bergumam sendiri, dan Orion masih tidak mengerti.

Ternyata Ares tidak sekejam itu. Dia selalu menceritakan tentang Orion, Ellen bahkan dari Andromeda masih kecil. Seharusnya Andromeda paham tabiat Ares yang memang senang bermain teka-teki, simbol, petunjuk. Mungkin pekerjaanya biasa melakukan hal seperti itu

"Ares orang yang seperti apa?" Tanya Orion mengaburkan pikiran Andromeda tentang Ares.

Seketika wajah Ares tergambar dalam bayangan Andromeda. Wajah ares yang sedang memarahinya. Wajah Ares yang menjewernya, memukulnya, memaksanya ikut kelas bahasa, kelas renang, kelas basket, semua hal yang Andromeda tidak suka.

Tapi seketika kenangan itu terganti dengan Ares yang setiap malam memastikan bahwa Andromeda sudah ada dikamar dan tidur atau belum. Ares yang menyuruh tukang pos mengantar kue ulang tahun ke sekolah Andromeda tanpa ingin Andromeda tau siapa pengirimnya, walau Andromeda selalu tau itu. Ares yang selalu menghajar laki-laki yang mencoba mendekati Andromeda, sehingga sampai sekarang tidak ada yang berani, ditambah sikap Andromeda yang sering membuat ulah. Ares yang.. Ah Andromeda pernah melihatnya menangis setelah berdebad masalah sosok ibu, dan kemudian menangis diruang tengah sambil meneguk rum nya dan memandangi foto Ellen yang kembali di sembunyikannya lagi.

"Ares seseorang yang tidak bisa ditebak, dia selalu mengekspresikan perasaanya dengan caranya sendiri. Membuat sekitarnya tidak memahami dia, termasuk aku." Andromeda tersenyum tipis, matanya masih memandang kebawah.

"Itu yang membuatmu membenci dia? Membenci hidupmu?" Tanya Orion berhati-hati. Rasa-rasanya perbincangan ini menuju kearah perbincangan serius, yang sebenarnya Andromeda hanya ingin berbasa-basi, mengeluarkan sedikit candanya yang terkadang terkesan menipu, lalu kembali mendengarkan lagi dari iPodnya.

"Aku tidak benci dia, aku hanya tidak memahami hidupku." Balas Andromeda.

"Kamu tau? Sebenarnya aku juga melakukan hal yang sama." Orion membenarkan duduknya, bersiap memulai cerita hidupnya.

"Aku juga seseorang yang membenci hidupku, karena tidak memahaminya. Orang bilang bahwa anak perempuan akan sangat dekat dengan Ayahnya. Dan aku tidak bisa memahami itu. Orang bilang bahwa anak perempuan akan merasakan jatuh cinta pertamanya pada ayahnya, dan aku tidak bisa merasakan itu." 

Andromeda mengadah, menatap Orion. Ternyata hidupnya tidak semenyedihkan yang ia rasakan.

"Dan yang aku rasakan tiap hari adalah, rasa takut. Bagaimana jika seseorang melukaiku dan Mamah? Siapa yang akan melindungi kita? Bagaimana jika laki-laki menghancurkan hatiku? Siapa yang akan memukulnya? Siapa yang akan menjadi wali dipernikahanku? Siapa yang bisa menjaga dan memberi rasa aman itu?" Orion parau, luka lama yang ia sembunyikan mencuat kembali. Ketakutan-ketakutan itu kembali hadir. Kemudian ia tersenyum kecil.

"Tapi setelah bertemu denganmu aku belajar sesuatu, kehidupan yang mati-matian aku benci ini, seseorang mati-matian menginginkannya. Dan itu membuat aku sadar, segala ketidakmengertian ini, semua hanya tentang seberapa jauh aku bersyukur dengan apa yang aku punya." Sambungnya.

"Aku harap kamu merasakan hal serupa, maka aku katakan padamu ketakutan dan kebencian yang tak pernah orang lain tau dari hidupku." Lanjut Orion. Dan Andromeda masih terdiam. Orion bahkan tak bisa menebak apakah hatinya tersentuh atau dirinya sama sekali tidak mendengar ucapan Orion dan sedang menahan kantuknya.

"Hoam, sudah malam sepertinya." Balas Andromeda, dan ucapan panjang lebar Orion tidak ia tanggapi.

Maka dari 2 pilihan tadi, Andromeda rupanya berada di option kedua. Andromeda melirik jam yang terpasang GPS didalamnya itu.

"Masih setengah perjalanan, tidur saja dulu." Tak lama dari situ Andromeda terlelap, suasana kembali menuju pemukiman, membuat Andromeda tak takut untuk terlelap.

"Dasar keras kepala." Gumam Orion.

Tanpa Orion ketahui, Andromeda memaksakan diri untuk tidur. Rasanya saat Orion menyeritakkan lukanya Andromeda ingin memeluknya, berbagi ketakutan itu bersama. Andromeda ingin ada disisi Orion saat ada orang yang berani mengganggu saudaranya itu. Tapi itu tidak mungkin, itu akan terasa aneh. Maka dari itu Andromeda memilih untuk tidur, sebelum bulir airmatanya jatuh.

Orion benar, semuanya hanya tentang seberapa jauh aku bersyukur.

PIERCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang