12. Putri Andromeda

2.5K 198 1
                                        

Lorong-lorong itu sepi dan sunyi meski cahaya terang menyinari langkah kakinya. Mungkin orang lain ingat betul bagaimana peraturan disini yang melarang untuk para siswanya keluar kamar diatas jam 10 malam.

Disela-sela kamar bernomor itu ada lorong kearah kanan dengan ujung dari lorong itu sebuah balkon yang terbuka lebar. Angeline tau tempat itu karena dia biasa menatap bintang disitu kalau atap kastil terkunci.

Angeline melirik kelangit malam itu. Angin bertiup menyapu dedaunan ditaman bawah. Bahkan piyamanya tertiup angin membuatnya mengusap kedua tangannya. Tapi misinya tak akan Ia batalkan.

Aku tak boleh kehilangan lagi.

Angeline memanjat keluar dari balkon. Dengan jarak 5 meter, balkon dikamar sebelahnya, balkon kamar Leon berada.

Angeline menarik nafas dalam. Lalu tangannya dengan lihai berpegangan pada dinding-dinding kastil yang berukiran itu. Tak begitu sulit baginya karena dia biasa memanjat tembok belakang sekolah untuk kabur. Memanjat baginya adalah hal sepele.

Tak lama dia pun sampai di balkon kamar Leon. Dia tau bahwa jika tak ada hukuman, balkon itu tak mungkin dikunci. Maka Angeline dengan mudahnya masuk kedalam kamar Leon.

"Pierce? Apa yang kamu-"

"Shhh!" Angeline membungkam mulut Leon yang terkejut melihatnya disini.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Bisiknya mengerti bahwa mereka tidak boleh sampai ketahuan.

"Ada yang ingin ku tunjukkan." Ucap Angeline balik berbisik.

"Tapi kita harus keluar dari kamar." Ucapnya kembali.

"Itu gak mungkin Pierce, itu dilarang." Balas Leon dalam perbincangan berbisiknya dengan Angeline.

"Okay, aku ingin mengajakmu bertemu dengan Dewa-dewa, terserah kau akan ikut atau tidak."

Leon tersenyum. "Kau mencoba meminta maaf padaku ya Pierce?"

"Aku tak memiliki sepercikpun dosa padamu, aku hanya ingin menunjukan sesuatu padamu. Yang mungkin kau akan suka karena aku merasa biasa saja dengan hal itu, membosankan."

Angeline kembali berjalan keluar balkon kamar Leon. Leon masih mematung menimbang penawaran Angeline.

Dia tidak bisa pergi keluar kamarnya, itu melanggar aturan. Dan hukumannya sangat mengerikan baginya. Meskipun Dominique adalah Mamahnya, tetap saja Dominique akan memperlakukan sama dirinya dengan siswa lainnya. Dan Leon tak pernah mencoba untuk melanggar hukuman sama sekali.

Tapi bertemu dengan Dewa-Dewa adalah impian terbesarnya. Dia tak mungkin bisa melewatkan itu. Dia sangat senang mempelajari tentang mitologi Yunani. Kekagumannya pada para Dewa bisa saja sama dengan kekaguman para lelaki dengan club bolanya. Atau para wanita dengan lelaki tampan bersuara merdunya.

"Pierce, tunggu!" Ucap Leon saat Angeline mau memanjat tembok untuk kembali ke balkon luar disebelahnya.

Leon mengambil jaketnya lalu menghampiri Angeline yang tersenyum lebar.

Kesulitan Leon untuk memanjat tembok akhirnya berakhir saat kakinya menapaki balkon sebelah kamarnya. Keringat mengucur seraya kakinya yang masih bergetar membayangkan dia berada di ketinggian lebih dari 30 meter untuk jatuh.

Lalu mereka berlari melalui lorong-lorong. Mengitara tangga yang melingkar sampai akhirnya mereka sampai di depan pintu diujung tangga.

"Kemana kita?" Tanya Leon.

Angeline membuka pintu itu perlahan. Untunglah langit mengabulkan keinginan mereka, pintu itu tak seperti biasanya yang selalu terkunci.

"Bertemu dengan Dewa." Ucap Angeline.

PIERCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang