22. Tipuan?

1.5K 165 6
                                    

Tidak ada yang harus disesali dari kamar ini. Berukuran 2x2 yang didalamnya hanya ada kasur tipis dengan toilet duduk yang tanpa sekat. lalu ada meja dengan beberapa buku tertata rapi diatasnya, dan ada kotak p3k diatas meja itu. Angeline menarik nafas dalam, sangat dalam. Percuma untuk merutuki, tidak akan memperbaiki apapun.

Angeline mengambil kotak p3k, mengeluarkan kapas untuk menyumbat hidungnya. Lalu dia membaringkan tubuhnya di kasur agar darah berhenti mengucur.

pikiranya mengawang-awang, apalagi yang harus ia pikirkan. Melarikan diri dari sini seperti mencoba keluar dari neraka bagi orang-orang pendosa, mustahil.

Aku benci Ayah!

seketika bayangan itu hadir. Hari dimana perpisahan dengan Ayahnya, hari dimana tidak ada satu kata baikpun yang ia ucapkan pada Ares, Ayahnya.

"Seharusnya aku malu." Umpat Angeline pelan.

"Setidaknya dia berusaha menjadi Ayah sekaligus ibu yang baik untukku, itu tidak mudah." sambungnya.

Angeline menggelengkan kepalanya cepat. "Pemikiran bodoh apa ini? Jika bukan karena Ares aku tidak akan ada ditempat ini sekarang."

Angeline melempar kotak P3K hingga membentur tembok. Tidak ia sangka akan merusaknya, hingga kotak itu terbelah. Ada kilatan cahaya keluar dari dalam kotak itu, Angeline mengambilnya dengan cepat.

Belakang kotak P3K itu membelah, ada sedikit celah didalamnya, ada sesuatu didalam celah itu. Angeline membuka paksa celah itu hingga kotaknya rusak. Berharap sesuatu yang dapat membawanya keluar, ternyata nihil. Yang ia dapatkan hanya sebuah borgol besi.

"Jadi benar?"

Angeline tercengang, tiba-tiba ada suara yang mengejutkannya. Suara dari jeruji besi pintunya.

Didepan pintu, berdiri sosok pria dengan rambut cokelat madu. Sosok pria yang belakangan ini tidak asing baginya, sosok pria yang sudah beberapa bulan ini menemani hari harinya.

"Leon" Angeline bergumam pelan.

Angeline ingat betul bagaimana wajah Leon saat mengetahui Angeline seorang penyusup. Angeline ingat betul  saat Leon membuang wajahnya. Leon pantas untuk membenci Angeline.

Tapi setelah apa yang Angeline lakukan, nyatanya Leon masih datang menjenguk. Meski tatapannya tak sehangat dulu, Angeline masih melihat sepercik kepercayaan dari Leon. Leon yang bodoh!

"Kamu tidak akan mengerti-"

"Aku memang tidak pernah mengerti kamu, kamu selalu menutup diri dari itu." potong Leon menyentak.

"Aku sudah percaya padamu, disaat orang-orang menatapmu aneh, disaat orang-orang menjauhimu, aku selalu bodoh untuk mempercayaimu, membantumu menang." Sambung Leon sedikit berteriak.

"Aku tidak memintamu susah payah untuk itu."

"Karena aku percaya padamu Angeline Pierce!" Sentak Leon.

"Dan kamu masih tidak berterima kasih untuk itu?" Sambung Leon bertanya, membungkam telak Angeline. 

sedetik..duadetik.. tidak ada percakapan diantara keduanya. Hening. Saling memandang satu sama lain. Angeline bahkan melihat bulir di pelupuk mata Leon. Entah mengapa ini menjadi semenyakitkan itu bagi Leon?

"A-aku...aku.." Angeline tak pernah merasakan ini sebelumnya. Tubuhnya seketika bergetar sesaat jantungnya terasa sesak. Angeline bahkan terbata-bata untuk berkilah.

"Apa yang Irish katakan selama ini benar, harusnya aku percaya padanya. Selama ini yang penipu itu kamu." Perkataan Leon kali ini menghujam jantung Angeline. Entah mengapa Angeline merasa sesak, ingin berteriak, ingin memaki, menghujat, mengumpat pada semesta.

PIERCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang