11. Team

2.1K 199 3
                                    

Hari ini camp pelatihan militer terdengar gaduh. Pengumuman kejuaran perang yang rutin setahun sekali digelar itu nyaring terdengar. Itu biasanya menjadi test awal bagi mereka yang layak untuk melanjutkan pelatihan militer selanjutnya.

"Sekali lagi, ini adalah kejuaran terbesar yang pernah kami gelar. Maka dari itu kami hanya akan mempertandingkan dua regu dengan prajurit terbaik." Pengeras suara itu kembali berdengung diiringi gaduh suara anak-anak.

Angeline masih kebingungan dengan apa yang terjadi. Setaunya test yang akan Ia lalui hanyalah fashion show dengan berlenggak di catwalk.

"Tidak adil."

"Kita baru saja berlatih dengan senjata bagaimana bisa bertarung?" Teriakan prajurit militer itu bersaut-sautan.

"Maka kalian harus memanfaatkan waktu yang ada."

***

Dari hasil seleksi, hanya 40 calon prajurit yang boleh mengikuti perlombaan ini dan sisanya harus menjadi pendukung. 40 prajurit ini harus dibagi menjadi dua regu dengan jumlah 20 untuk regu merah dan 20 untuk regu biru.

Angeline masuk dalam 40 orang terpilih itu, malapetaka baginya.

Owen berdiri dihadapan prajurit-prajurit dengan baret biru. Dia dipilih menjadi ketua tim biru karena kecerdasannya dalam menjalankan taktik perang. Nilainya memang tertinggi dalam materi itu.

"Itu tidak bisa diterima. Kita semua tau dia hanya beruntung masuk 40 prajurit terpilih, dan kita tak akan menyia-nyiakan kejuaraan besar ini bersamanya."

Daniel, salah satu tim biru berdiri lantang menyanggah pendapat Owen. Ruangan tempat yang diberikan untuk markas tim biru itu menjadi gaduh dibuatnya.

"Tenang tenang, dengar dulu! Ini salah satu strategi perang, okay?" Ucap Owen.

"Ya, dan itu strategi buat kita kalah Owen." Ucap Lucas.

Tak seorang pun setuju dengan pendapat Owen yang satu ini. Dia ingin memasukan Pierce kedalam tim biru mengingat Pierce memang belum mempunyai tim.

Brug.

Gebrakan meja itu membuat semua kegaduhan berhenti. Bahkan Max dan Greg yang tadi tertidur pun terbangun dibuatnya.

"Kita butuh dia! Dia satu-satunya pemegang pedang. Itu nilai plus yang tim merah gak punya." Ucap Owen.

"Kita tidak membutuhkan dia Owen, kita punya senjata jarak jauh yang lebih mematikan dari pedang, cuman sekali dor mereka akan lumpuh." Ucap Lucas.

"Ya, Kau juga memiliku dengan Greg yang memegang panah." Ucap Max.

"Ada apa dengan kalian? Pikiran dangkal kalian itu benar-benar memuakkan. Okay kita sudah cukup punya banyak prajurit dan senjata terbaiknya, tapi apa kalian tidak ingat final dari pertarungan ini? Kita harus memperebutkan bendera yang disimpan disuatu tempat. Disitu pertumpahan darah jarak dekat terjadi." Ucap Owen, semua terdiam.

"Apa panahmu itu bisa mengambil bendera?"Tanya Owen pada Max.

"Senapan bisa dipake jarak dekat." Ucap Lucas.

"Seberapa cepat kau menarik pelatuk?"

"3 detik, paling cepat." Ucap Lucas.

"Dan Tom, sijago tinju milik tim merah itu butuh 1 detik untuk menjatuhkan senapan mu."

"Princess itu gak akan bisa ngangkat pedangnya Owen." Ucap Daniel.

ckrek.

Pintu markas itu terbuka. Angeline dengan pedangnya masih terdiam diambang pintu dengan 19 orang menatapnya.

"Eh? Aku ga salah masuk ruangan kan?" Tanya Angeline memastikan.

"Apa itu diatas matamu?" Ucap Daniel.

"Ah apa? Apa iya ada sesuatu?" Angeline menyentuk kedua matanya, tak merasakan ada sesuatu yang hinggap disitu.

"Eum... apa kau pakai.." Ucap Max dengan tangan memoles-moles matanya melengkung.

"Oh itu, haha ini eyeliner."Ucap Angeline menyentuh garis hitam dikelopak matanya.

"Look." Ucap Daniel yang membuat Owen terdiam sejenak.

"Masuklah Angeline, ini regu mu." Ucap Owen.

***

Makan siang ini Angeline Pierce Andromeda datang dengan terlambat seperti biasanya. Baju yang dipakainya tak lebih mudah dari kemarin. Lebih ribet lebih sulit dan sangat tidak nyaman.

Keadaan meja makan masih seperti kemarin-kemarin. Satu meja dengan 6 kursi, dan lagi lagi Leon sudah mendapat teman satu mejanya yang terisi penuh. Angeline mendengus pelan setidaknya meja Irish masih kosong.

Angeline duduk dikursi kosong dengan Irish dan ketiga teman lainya. Tidak seperti kemarin dirinya disambut ramah, kali ini keempat gadis itu berdiri mengintimidasi.

Irish sudah membuka mulut lebar hingga matanya beradu tatap dengan Dominique yang sudah duduk dimeja depan sendirian. Lalu kembali dibungkamnya seraya membuang nafas berat. "Lupakan saja, c'mon gays kita cari tempat lain aja."

mereka lalu pergi meninggalkan Angeline yang membulatkan matanya tak mengerti. Bukankah kemarin mereka masih tertawa bersama seraya berkata cara bicara Angeline yang lucu? Bukankah kemarin mereka telah menjadi teman?

"Sebentar, kemana kalian akan pergi?" Tanya Angeline seraya menahan tangan Geovani.

"Ewwwhh jauhi tangan kotormu dari tangan mulusku. Arghh jorok!" Umpat Geovani.

"Kita ternyata ga selevel Pierce, Sorry." Ucap Irish yang berpindah duduk di meja pojok yang masih kosong. Menyisakkan Angeline yang duduk seorang diri.

"Ah whatever, para manekin payah itu jelas tak selevel denganku. Anak legenda perang, Ares Pierce." umpat Angeline.

"Legenda perang?" Suara berat itu mengagetkan Angeline. Leon, dia datang menghampiri Angeline dan duduk disebelahnya.

"Ya?"

"Siapa Ares?" Tanya Leon.

"Kau tak tau Ares? Dia legenda perang Leon!" Ucap Angeline hampir kesal. Mana bisa bocah Prince Dominique ini tak mengenal Ares sang legenda perang?

"Oh ya aku tau. Ares, si dewa perang. Anak dari Zeus dan Hera, termasuk dalam ke dua belas dewa Olimpus, dikenal juga dengan nama Mars, memiliki dua pengawal-"

"Leon! Ini bukan tentang mitos! Aku tak percaya mitos atau dewa bodohmu itu. Semua itu omong kosong tau?" Ucap Angeline memutar kedua bola matanya, jengah dengan sikap Leon yang percaya akan dewa-dewa Yunani.

Leon terhenti sejenak dari makannya. Terkejut dengan sikap Angeline yang sempat membentaknya. Leon memang tipikal orang yang mempercayai Dewa. Mempercayai adanya keajaiban didunia ini yang mempengaruhi jalannya roda dunia.

"Tapi menyenangkan saat cerita itu terdengar nyata Pierce. Dan aku datang kesini untuk menemanimu yang sendiri. Maaf kalau aku mengganggu makanmu." Ucap Leon pergi beranjak dari duduknya. Lalu pergi keluar ruangan dan tak kunjung kembali lagi.

Dan kembali langit memberikan dunia berbeda pada keduanya. Saat Orion hampir mendapatkan sebuah tim, Andromeda justru kehilangan temannya yang hanya tersisa satu itu. Mungkin memang harus ada yang menyadarkan Andromeda bila dia bisa dibenci oleh Bumi jika tetap bersikap begitu.

PIERCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang