34. Sembunyi

1.5K 145 2
                                    

semburat jingga diperbatasan horizontal tanah dan langit, sementara bulan masih dilangit terlihat samar-samar bersiap menyambut sang fajar.

teh hangat di tangan kirinya, roti gandum dilapisi selai kacang di tangan kanannya, angin berhembus membuat ladang gandum itu menari sealunan dengan kicauan burung. Pagi yang sempurna.

"Beranda ini memang spot yang cocok untuk melihat sunrise." suara lembut itu menambah pagi ini dengan lengkap.

Andromeda melirik pemiliknya, Tante Irene -istri dari tukang kebun yang memberinya tumpangan itu tersenyum tipis dengan rambutnya yang digulung keatas. Piyamanya berwarna merah muda tidak sampai menyentuh lantai. Ditangannya sepiring roti gandum dan selai kacang yang masih dalam toples.

"Kalau Orion sudah bangun tolong buatkan juga ya?" Pintanya, kemudian duduk di kursi sebelah Andromeda.

"Maaf ya dia memang pemalas, susah bangun pagi." Ucap Andromeda sembari kembali menyuapkan roti pada mulutnya.

Padahal, sudah ia lupa kapan terakhir dirinya melihat sunrise seperti ini. Oh apa memang belum pernah ya? Ini kali pertamanya bangun sepagi ini, jika bukan karena udaranya yang dingin, lalu berisiknya kicauan burung di jendela kamarnya, tidak mungkin Andromeda duduk seperti sekarang menikmati sunrisenya.

Kemudian yang dilakukan oleh Irene malah tertawa lebar. Sedikit terbahak, mencoba untuk berhenti karena yang dilakukan Angeline hanyalah memperhatikannya dengan wajah tak mengerti.

"Memang jadwal tidurnya selalu pagi seperti ini ya? Seperti kalelawar saja. Malam terjaga, pagi tertidur." Ucapnya, membuat Andromeda semakin tak mengerti. Malam terjaga?

Namun sebelum Andromeda melanjutkan tanyanya suara bising mesin mobil membuyarkan percakapan mereka berdua. Keduanya melihat sumber suara, adalah Roya -sang suami yang sedang menyalakan mesin mobil. Berderu, kemudian padam lagi. Dan terus seperti itu.

Andromeda kemudian beranjak, lalu menghampiri Roya yang sudah membuka kap depan mobilnya.

"Kenapa Om?"

"Tiba-tiba susah di starter, maklum sih mobil sudah berumur." Balas Roya.

"Coba," Andromeda mengambil alih mobil tersebut, mengecek segala hal yang kemungkinan bermasalah, dan Roya ikut membantunya. Mencoba-coba kembali meyalakan mobil, lalu Andromeda memberi perintah ini itu, diikutinya, namun tak kunjung menyala.

"Yah, arus listrik ke koilnya turun ini Om." Ucap Andromeda, dan Roya mangut-mangut, "Ini ada kabel yang putus juga deh." Sambungnya sembari masih mengutak-atik mobil.

"Gulungan kawat tembaganya juga putus om, kabelnya juga ada yang berkarat." Andromeda kemudian keluar dari kolong mobil setelah selesai mengecek segala masalah di mobil tersebut.

"Wah terus harus bagaimana?" Tanya Roya.

"Harus dibawa ke bengkel sih, masalah ini saya kurang bisa memperbaikinya."

"kamu cukup mengerti tentang otomotif ya?"

Andromeda tersenyum tipis. Mengingat kembali saat dimana dia suka mengganggu Ares yang senang mengutak-atik mesin di garasi rumahnya yang Ares sulap menjadi bengkel pribadi. Meski awalnya Ares sering memarahi Andromeda yang kerap memasuki bengkel dan mengganggu kerjaan Ares itu, lambat laun Ares jadi sering memperlihatkan karya-karya mekanik yang sudah ia buat. Ares juga sering meminta Andromeda untuk membantunya sehingga Andromeda mengerti sedikit tentang mesin.

"Saya belajar dari Ayah saya om."

"Wah pasti Ayahnya ingin punya anak laki-laki ya?"

Andromeda kembali tersenyum, kemudian memutuskan untuk membalasnya dengan anggukan. Tepat sekali, mungkin dirinya tidak sesuai harapan Ares untuk memiliki anak laki-laku. Sehingga Ares sering memperlakukannya kasar dan sering memaksannya melakukan kegiatan laki-laki. Dan aku masih tidak bisa membanggakannya.

PIERCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang