30. Terimakasih?

1.5K 151 3
                                    

Dedaunan berterbangan tertiup angin. Ikut mengusap rambut Andromeda yang dikucir kuda. Kembali Andromeda mengusap idungnya yang mengeluarkan darah. Sambil memasang kuda-kuda siap bertarung.

Sementara Orion masih memegang pedangnya gemetar. Tidak yakin semua ini akan berhasil. Pelatihan selama beberapa bulan di militer belum cukup membawanya pada pertarungan sungguhan. Disini tidak ada Flo yang akan mem back-up nya jika dia berada diambang kekalahan. Dirinya gemetar, dan rasa takut mengurungnya.

Keenam tukang pukul itu datang bergantian, memberikan pukulan, tendangan bertubi-tubi tanpa jeda. Kali ini Andromeda lebih lincah menghindar, kekanan, kekiri, menunduk, menangkis, membalas pukulannya, menendang. Sementara Orion masih diam dibelakangnya memegang pedang gemetar.

"Lakukan sesuatu bodoh!" Teriak Andromeda, Orion masih diam bergetar.

"A-aku takut." Ucap Orion parau.

Hal ini semakin sulit. Dimana Andromeda harus menghindar serangan dari para tukang pukul itu dan melindungi Orion sekaligus memberikan serangan pada mereka. Sementara Orion masih menyerah pada rasa takutnya dan memilih diam dibelakang Andromeda.

"Benar-benar tidak berguna." Umpatan ini merupakan umpatan kesekian Andromeda yang tak dapat lagi terhitung. Dan Andromeda memilih mengambil pedang yang masih dipegang Orion dengan bergetar.

DUG!

Orion terkena tendangan dan terlempar beberapa meter mengenai pohon disekitar mereka. Jeritan Orion membuat Andromeda reflek meliriknya dan kelengahan itu dimanfaatkan oleh si Boss mendaratkan bogem mentahnya tepat di pelipis kanannya. Andromeda terhempas ketanah, dan pedangnya terlempar beberapa meter darinya.

Belum sempat Andromeda beranjak, tendangan si Boss tepat mengenai uluh hatinya, membuat Andromeda meringis. Seketika keringan dingin menjalar disekujur tubuhnya. Bibirnya terasa kesemutan, dan pandangannya kabur. Rasanya dia selangkah lagi menuju surga. Oh tidak, lebih tepatnya dia akan masuk neraka sebab dosanya yang sangat banyak.

Andromeda sudah tidak bisa melawan, menggerakan jari-jarinya saja susah payah. Bernafas pun rasanya sakit sekali. Dan sedikit pergerakan pun mengantarkan nyeri yang bertubi-tubi pada sensornya. Dan Andromeda hanya bisa tersenyum, melihat 4 tukang pukul lainya terkapar tak berdaya karena pukulannya dengan pedang.

"Payah, mengurus bocah sepertiku saja butuh waktu lama." Ucap Andromeda.

Sementara Orion masih terdiam di pohon tadi dia terlempar. Merasakan sakit bukan main di punggungnya, rasanya tulang-tulangnya sudah lepas. Meringis sakit dan benar-benar ingin menangis. Tapi melihat Andromeda dirinya terdiam.

Hanya benturan dengan pohon seperti itu dia diam melumpuh, rasanya ingin dibawa kerumah sakit dan dirawat intensif selama beberapa bulan. Tapi melihat Andromeda yang sudah jatuh berkali-kali, terkena pukul dan tendang sana-sini, kembali bangkit. Selalu kembali bangkit.

Melihat darah yang terus mengalir dari hidung dan ujung bibir Andromeda, Orion merasa hina. Dirinya sangat lemah. Bahkan punggungnya itu paling hanya memar-memar dikit, sementara Andromeda lebam dipelipis, bawah mata kanannya, bibirnya yang sobek, belum lagi luka-luka dibalik pakaiannya. Dan Andromeda masih bertarung melindunginya, sementara Orion meringis kesakitan untuk memar karena terhempas ke pohon saja.

"Aku akan senang hati membuatmu tidak bisa bicara lagi, aku sangat muak." Si Boss melangkah menghampiri Andromeda. Meletakkan kakinya di pelipis kanan Andromeda yang sudah tergelepak ditanah. Menginjaknya dengan perlahan membuat Andromeda meringis, tapi kemudian tertawa.

"Haha tapal sepatu murahan, geriginya sudah tidak ada pasti licin dipakai saat hujan." Ucap Andromeda, masih mentertawakannya padahal posisinya terancam. Dirinya tidak bisa lagi melarikan diri.

PIERCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang