33. Diakui

1.5K 154 6
                                    

Andromeda kembali menyeruput kopi hitamnya yang tak lagi panas. Memandangi gandum-gandum yang bergoyang tertiup angin. Kerlip bintang menyelimuti langit malam ini. Dan dia terpaku, sedikit tersenyum. Mungkin Leon masih melihat bintang dan percaya pada Dewa?

"Mamah tidak bisa menjemputku ke bandara." Ucap Orion, mengacaukan pemikiran tenang Andromeda tentang masa-masa yang sudah ia lalui.

Orion menarik kursi kayu disebelah Andromeda, ikut duduk disitu. Di halaman rumah mungil ditengah ladang gandum. Tidak terlihat rumah lain sejauh mata memandang. Dihadapan mereka hanya ada ladang gandum yang terbelah oleh jalan raya lurus menuju kota.

Andromeda mendengus kecil, ingin mengumpat tapi tidak mau mengacaukan ketenangan malam ini. Bintang-bintang itu, gandum yang bergoyang, sunyi jalanan pedesaan, Andromeda tidak mau membuatnya menjadi medan perang hanya dengan gertakannya.

"Lalu kamu mau bilang pertarunganku tadi sia-sia? Susah payah aku membantumu dan aku tidak dapat tiket pesawat seperti yang kau janjikan?" Ucap Andromeda santai, kembali menyeruput kopinya yang mendadak terasa hambar, kehidupannya lebih pahit dari itu.

Orion masih memandangi gandum yang bergoyang tertiup angin. Bahkan teh nya tidak tersentuh sama sekali. Sementara pandangannya kosong, pikirannya justru penuh oleh makian dan umpatan yang diberikan Andromeda padanya. Benar, ini hanya tentang dirinya.

"Jangan khawatir, mamah sudah memesankan tiket pesawat untuk kita. Besok tinggal diambil." Balas Orion dengan senyumnya.

"Tapi dia memintaku untuk ikut denganmu, karena dia ada urusan di kota-mu, dia tidak bisa menjemputku di bandara, maka dia akan menjemputku dirumahmu." Sambungnya, kemudian menyeruput teh hangatnya.

"Omong kosong." Andromeda lalu mengambil handphone Orion yang diletakan disebelah gelas tehnya. Membuat Orion terkejut dan langsung mengambil kembali handphone nya. Namun Andromeda menepisnya memijit kembali re-call no. yang terakhir dihubunginya. Dan menunggu seseorang disebrang sana menjawabnya.

tutt..tutt

"Kenapa lagi sayang?" 

Suaranya halus, merdu. Dan Andromeda bisa merasakan penuh cinta didalamnya. Suara sosok orang yang selalu Andromeda inginkan berada dalam perkembangannya. Sosok suara yang selalu Andromeda harapkan berada didapur rumahnya saat pagi dan memintannya duduk manis menunggu sarapan yang sedang dia buat. Sosok suara yang selalu Andromeda harapkan membangunkannya dipagi hari memberinya semangat untuk sekolah. Sosok suara yang belum pernah ia dengar sebelumnya.

"Oin sayang, ada masalah? Apa Mamah harus kesana sekarang?" Tanyanya lagi karena lawan bicaranya tidak mengeluarkan sepatah katapun.

tuttttt

kemudian telpon terputus. Andromeda tidak terkejut karena dia yang memijit tombol merah itu. Andromeda lalu meletakkan kembali handphone itu ke meja.

"Omong kosong, kamu bisa pulang kerumah sendiri ketimbang ikut kerumahku." Balasnya lagi.

"Tapi, cuman ada aku dan mamah dirumah Ann. Tidak ada siapa-siapa lagi."

"Omong kosong, kamu pikir dirumahku tinggal satu desa? Aku juga hanya tinggal dengan Ares dan Ares sering bepergian lama." Balas Andromeda.

"Karena keadaannya beda, kamu tinggal di komplek militer yang sudah pasti aman. Sementara aku-"

"Sementara kamu seorang anak selebriti yang sering dikejar-kejar wartawan dan massa serta para penggemarmu. Sementara kamu seseorang yang berharga dan harus dijaga. Dan aku hanya sampah masyarakat yang-" Umpatan Andromeda terpotong, handphone Orion berdering.

PIERCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang