The Songs Know

266 8 1
                                    

~ Austin's POV ~

"Oh, kau sudah bangun?" tanyaku dengan nada sesantai mungkin.

"Mom mu belum pulang?" Tanya Claire yang mungkin masih sibuk mengucek matanya. Aku tak bisa melihatnya secara langsung, sungguh, aku tak sanggup. Dan karena itu aku bersembunyi di balik pintu lemari es. Smart enough, Austin.

"Belum. Sepertinya Mom benar-benar sibuk," jawabku, sengaja menambahkan kata 'sepertinya' agar aku terdengar tak tau-menahu soal kesibukan Mom.

"Oh.. Tapi apa yang kau lakukan di depan lemari es selama itu? Apa kau tak kedinginan?" Tanya Claire yang pasti heran karena aku tak kunjung menutup pintu lemari es.

Sangat.. Aku sangat kedinginan. Tapi aku hanya memperlihatkan kepalaku sedikit dan berkata, "aku mendinginkan badanku. Entah mengapa kau merasa sedikit gerah."

AKU SAMA SEKALI TIDAK KEPANASAN.. AKU KEDINGINAN.... jeritku dalam hati.

"Itu karena kau belum mandi, Austin.." ucapnya datar.

Ya, itu benar, aku memang belum mandi. Untuk apa aku mandi pagi-pagi?

"Benar juga," ucapku menyeringai untuk terlihat sebodoh mungkin setelah menutup lemari es.

"Ish.. Ya sudah, aku pulang dulu. Kita berangkat ke sekolah bersama kan?" tanya Claire yang sukses membuatku menelan ludah dan berbohong lagi. "Ngg... Aku akan terlambat hari ini.."

"Terlambat?"

Aku mengangguk palsu. "Ada pelajaran sejarah di jam pertama hari ini. Aku tak mau mendengarkan cerita-cerita yang membuatku mengantuk itu dari awal sampai akhir," ujarku mengarang alasan.

"Ish.. Baiklah aku akan berangkat ke sekolah sendiri," ucapnya.

Jangan... lagi-lagi hatiku berkata namun malah kata 'maaf' yang kuucapkan.

"Tak apa, tak masalah," Claire tersenyum dan melambaikan tangannya. Namun aku mengerti jika itu senyum palsu.

Ingin sekali aku berkata 'ayo kita berangkat' 'ayo naik bis bersamaku' dan sesampainya di sekolah, aku tersenyum padanya sambil berkata 'have a nice day'. Lalu ia akan mengangguk dengan senyum manis di wajahnya. Ingin sekali hari-hari itu terulang kembali.

Hari ini adalah hari pertama Claire untuk berangkat dan pulang tanpaku. Dan itu artinya hari ini adalah hari pertama bagiku untuk mengurangi pertemuan kami. Dan yang perlu ku tekankan adalah... hari ini adalah hari pertama yang memungkinkan Claire pulang bersama Andrew. "ARKKKK!!!" Aku mengacak rambutku kesal.

Disaat yang sama, ponselku berbunyi. Aku pun berlari ke kamarku untuk menerima panggilan yang masuk. "Halo, Mom?"

"Selamat pagi, Austin.. Mom hanya mau memberitahumu, orang suruhan Mom akan datang nanti siang sekitar jam 1. Jadi kau pastikan semuanya beres. Ok?"

"Selamat pagi juga, Mom.. Baik, aku memang berencana akan membereskan semuanya setelah ini. Ada hal lain yang harus ku kerjakan?"

"Ah, ya, tolong masukkan semua map dan dokumen Mom di satu kotak. Buku tebal yang ada di atas meja juga. Kau mengerti?"

Aku mengangguk meskipun Mom tak melihatku. "Aku mengerti. Ada yang lain?"

"Tidak, hanya itu saja. Mom akan menelpon lagi nanti siang. Ah, tunggu, kain yang Mom bilang waktu itu ada di lemari dekat tangga. Nah, hear ya next time?"

"Hm. Baiklah. Take care, Mom."

"Kau juga.."

Mom pun mengakhiri panggilannya. Kemudian aku mengambil bolpoin dan membalik beberapa sticky notes yang ku gunakan untuk menutupi kertas yang berisi check list-mau-tak-mau ku. Aku membuat satu centang lagi di check list itu, diikuti dengan napas berat hati. Aku memijat-mijat keningku sebelum memutuskan untuk melakukan apa yang Mom katakan.

*

"Akhirnya selesai juga..." ucapku setelah memplester kotak terakhir. Aku segera menyandarkan badanku di sofa dan memiringkan kepalaku untuk merilekskan otot-ototku.

"Kenapa banyak sekali? Barang-barang ini membuatku belum mandi sampai jam segini," gerutuku setelah melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 11. Aku pun segera bangkit, namun tak langsung menuju ke kamar mandi. Aku mengambil sehelai roti di meja makan dan duduk bosan di sana.

"Sekarang pukul 11... Jika aku di kelas, pasti sekarang aku sudah mencatat semua rumus fisika Mr. Hans dan Alex akan terus menggangguku," ucapku sembari mengunyah roti perlahan.

Bayangan apa yang seharusnya terjadi hari ini berjalan di otakku. Mulai dari berangkat ke sekolah bersama Claire, memasuki kelasku, mengikuti pelajaran, dan setelah ini pasti jam istirahat.

Aku menghela napas panjang. "Tidak bisakah aku ke sekolah?"

Tiba-tiba muncul ide di otakku. "Nah, kenapa kau tidak ke halte waktu itu saja? Pura-pura saja kau pulang sekolah dan tambahan ditiadakan untuk hari ini. Ya, itu ide yang bagus, Mahone!" ucapku pada diriku sendiri.

Dalam sekejap aku melesat untuk mandi dan berganti pakaian. Lalu aku kembali menatap jam dinding. "12:45... 15 menit lagi orang itu datang kan?"

Aku berjalan menuju ruang tamu dan menggeser kotak-kotak yang tadi sudah ku plester di dekat pintu untuk memudahkan orang yang akan mengambil kotak-kotak ini. Tak terlalu berat memang, tetapi cukup untuk membuatku berkeringat. Sejujurnya kotak-kotak ini hanya berisi buku-buku dan dokumen. Tapi aku masih tak habis pikir. Kenapa banyak sekali??

Bel pun berbunyi, aku membuka pintu dan mempersilahkan pria berbadan besar itu memindahkan kotak-kotakku ke mobil baknya. Aku menawarkan bantuan tapi ia menolak. Ya sudah, aku diam saja melihatnya mengangkat satu persatu kotak itu dan hanya mengucapkan terimakasih sebelum ia membawa pergi kotak-kotak itu.

Aku menutup pintu lemas. Berjalan ke depan TV dengan lemas juga. Aku menyalakan TV dan mengganti channel beberapa kali tapi kenapa tidak ada acara yang menarik? Episode pretty little liars kali ini pun lebih rumit dari biasanya. Entahlah.

Aku melihat jam dinding lagi, kenapa baru berlalu 45 menit? Menyebalkan.

Kelopak mataku rasanya berkedip lebih lambat dari biasanya. Aktor dan aktris yang ada di TV pun seperti tak mengeluarkan suara. Jangkrik seakan menghilang. Dan kendaraan di jalan depan rumahku seperti mainan anak-anak yang telah rusak. Tubuhku lunglai di sofa namun aku tak ingin tidur.

"ARGGHHHH!!!!"

Aku kesal. Aku bosan. Aku tak bisa menunggu sampai pukul 3!!!

Aku pun mematikan TV lalu keluar dari rumah. "Bodoh. Kau kan mau menyamar menjadi murid sekolah lagi. Kenapa lau tak membawa tasmu? Kau juga tak memakai sepatu. Bodoh."

Kakiku bergerak kembali masuk ke dalam rumah, menuju kamarku. Kemudian mengambil tasku dan membawanya asal. Aku mengambil sepatu dan memakainya asal juga. Dan akhirnya berjalan keluar lagi. Mengunci rumahku dan melangkah besar-besaran ke halte terdekat dari rumah.

***

Aku telah sampai di halte dekat sekolah, melirik jam di ponselku, ternyata masih pukul 2 lebih 8 menit. Pukul 3 masih hampir satu jam lagi. Aku pun memutuskan menuju ke taman yang jaraknya tak terlalu jauh dan tak terlalu dekat dari halte.

Kakiku sepertinya sangat malas untuk bergerak sehingga 20 menit kemudian aku baru sampai di taman. Aku duduk di bawah pohon yang dedaunannya cukup untuk melindungiku dari sinar matahari.

Aku mulai mendengarkan lagu dari ipodku. Entah mengapa playlist yang ku shuffle memutar lagu-lagu sedih. Seolah mengerti jika orang yang men-shuffle playlist tersebut sedang dalam keadaan yang tak bahagia.

Aku tersenyum menyadari keadaanku saat ini. Tersenyum miris. "Austin Mahone, kenapa kau harus melalui hal seperti ini?" ucapku pada diriku sendiri.

Angin berhembus seolah ingin meringankan beban di pikiranku. Tapi sepertinya tak membantu. Simpul benang yang kusut itu masih tak terurai. Aku kembali tersenyum miris.

****

-to be cont-

When You're Gone [Austin Mahone ff]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang