~ Claire's POV ~
Fiuuhh... Untung telepon itu menyelamatkanku dari keadaan di sana. Itu tadi sebenarnya bukan telepon dari papa, aku tak tau itu telepon dari siapa, haha...
Aku pun melihat daftar panggilan di iphone berwarna putihku. Aku mengerutkan keningku, namun terkejut saat membaca siapa yang meneleponku tadi. Peter.
Belum sempat aku meneleponnya, ia sudah meneleponku terlebih dahulu.
"Hey, kau! Aku bukan papa. Aku Peter. PETER!" Ucapnya di ujung sana.
Aku tertawa, "hahaha... Aku tau, maaf, tadi itu keadaan darurat."
"Darurat apanya?"
"Ya darurat, Peter... Ada apa kau meneleponku?"
"Ish... Aku rindu padamu, Claireeeee..."
"So do I ! Kapan kau pulang?"
"Aku tidak tau. Aku masih sangat sibuk. Kau sudah pulang sekolah?"
"Aku di perjalanan. Mungkin sampai 5 menit lagi."
"Oh, yasudah Claire. Aku masih ada tugas. I love u.. Bye."
"Love you, too, Bro. Bye."
Peter tetap saja seperti itu. Selalu mengakhiri panggilan disaat aku sangat ingin mendengar suaranya. Ah...... Aku rindu padanya.........
*
Aku baru saja selesai mandi, memakai kaos agak tebal dan celana jeans berwarna biru muda. Aku pun menyisir rambut coklatku. Berbeda dengan Papa, Mama, dan Peter, rambutku tak berwarna coklat pekat. Rambutku berwarna coklat terang dan di beberapa bagian berwarna lebih terang yang terlihat seperti pirang, namun sebenarnya coklat yang lebih muda.
Tiba-tiba aku mendengar bel rumahku berbunyi. Duh, apa mungkin itu Austin?
Aku pun keluar dari kamarku, menuruni tangga lalu menuju pintu depan. Aku membuka pintu perlahan sembari melihat siapa yang berada di depan pintu. Aku bisa melihat seorang pria tinggi dengan jaket tebal, lengkap dengan topi kupluk, kacamata dan setengah muka yang tertutup syal. Aku pun melanjutkan mengamati orang yang berdiri di depanku. Mataku tertuju pada sepatu yang ia kenakan. Di sepatu itu ada gambar bintang. Dan hanya ada 2 model bintang seperti itu yang ku ketahui.
"PETER?"
Orang di depanku pun melepas kacamatanya, membuatku dapat melihat mata hijaunya yang teduh.
"OH MY GOD! PETER!!" Seruku.
"Surprise!!!"
Orang di hadapanku langsung membungkuk dan merentangkan tangannya. Aku pun menyambutnya dengan pelukan.
"Aku merindukanmu, Peter!"
"Aku juga, Claire!"
Satu menit kemudian setelah berpelukan sangat erat, aku membantu Peter membawa barang-barangnya ke dalam, ke kamarnya. Ke kamar yang sudah satu tahun ini kosong.
"Kau mau makan apa?" Tanyaku.
"Tak perlu, aku sudah makan. Siapkan popcorn saja, karena aku....." Peter menunjukkan beberapa CD film padaku. "Tada......."
"Yay! Oke. Tapi bantu aku."
"Baiklah.."
Kami pun turun menuju dapur. Untungnya, stok popcorn mentah masih ada. Jadi kami tak perlu repot-repot ke minimarket. Aku pun mulai menyalakan microwave, sedangkan Peter menyiapkan mangkuk besar dan membuka 2 bungkus popcorn mentah.
"Kenapa kau tak bilang pulang ke rumah hari ini?" Tanyaku setelah memasukkan popcorn mentah ke microwave.
"Tak apa-apa. Hanya ingin memberimu kejutan, haha.."
"Huh? Kau tau, aku kesepian di rumah ini," ucapku mengakui.
"Hmmm.. Maafkan aku.."
"Tak apa, Peter.. Oh ya, apa papa dan mama tau kau pulang hari ini?"
"Mereka tau, haha," ucapnya sambil terkekeh.
Aku menatapnya tak percaya. "Hah? Papa, mama sudah tau kau pulang hari ini? Mereka tak memberitahuku!"
"Aku yang melarang mereka, karena aku tak tau kapan penilitianku di sini selesai.."
"Di sini? Itu berarti... KAU BERADA DI TEXAS SELAMA INI? DAN KAU BAHKAN TAK MEMBERITAHUKU!!!" Protesku.
"Slow..... Aku berada di sini baru 2 minggu yang lalu," ucapnya santai.
"HAH? DUA MINGGU? Kau jahat sekali padaku!!"
"Maafkan aku, aku hanya tak ingin kau tiba-tiba meminta papa mengantarkanmu ke tempatku meneliti," ujarnya sembari menggaruk bagian belakang kepalanya.
"Huh!"
Aku mengerucutkan bibirku saat microwave berbunyi 'ding' tanda popcorn yang ku buat telah matang. Aku pun berjalan lalu membuka microwave, memindahkan popcorn ke mangkuk putih besar. Sedangkan Peter mengambil sebotol softdrink dan 2 gelas. Kami membawa popcorn dan softdrink ke ruang keluarga.
Peter ke kamarnya terlebih dulu untuk mengambil CD filmnya dan aku kembali ke kamarku juga untuk mengambil selimut. Musim dingin semakin dekat, itulah sebabnya aku masih kedinginan meskipun ada penghangat ruangan.
Saat kami kembali ke ruang keluarga, Peter melihatku tak biasa. Aku tau 'keahlian menerka apa yang terjadi padaku' miliknya sedang muncul.
"Kenapa kau menangis?" Tanya Peter yang segera menghentikan aktivitas 'menyiapkan CD film'.
Oh, well, yeah.... Peter kau jenius.
"Siapa yang menangis?" Tanyaku polos.
"Kau tentunya. Kau kemarin menangis berapa lama? Seharian?"
"Ngg... Tidak. Hanya 4 jam.." Aku tak mungkin bohong pada Peter, dia terlalu pintar untuk dibohongi.
"Hanya? Kau bilang hanya?" Peter tertawa dalam tak-kepercayaan. "Sekarang, coba katakan padaku siapa yang membuatmu menangis? Siapa yang membentakmu?"
"Ngg.. Tidak ada yang membentakku, Peter."
"Kau bohong!" Ucapnya mantap.
"Tidak, aku tidak berbohong, sungguh. Memang ada yang membuatku menangis, tapi tak ada yang membentakku," terangku.
"Lalu? Siapa yang membuatmu menangis?"
"Aku juga tak tau, aku bingung," jawabku sembari menunduk. Aku tak mungkin mengatakan Austin yang membuatku menangis karena ia tak melakukan apapun padaku. Jika aku mengatakan aku menangis saat Grace mengakui ia menyukai Austin, maka aku akan terlihat bodoh.
Peter menggeser duduknya menjadi di sampingku. Ia melingkarkan lengan kanannya di pundakku. Ia mengusap lenganku pelan.
"Ak... Ak... Aku tak tau, Peter."
Peter tak bertanya lagi dan puncaknya, aku tak bisa membendung airmataku. Airmataku turun deras saat aku meletakkan kepalaku di bahu Peter. Dan semakin deras saat Peter memelukku dan membelai rambutku.
***
-to be cont-
Sampai jumpa saat modem berpulsa B)
KAMU SEDANG MEMBACA
When You're Gone [Austin Mahone ff]
FanfictionSeorang gadis manja, Claire Alison Stuart dan tetangganya yang bernama Austin Carter Mahone, sama-sama sedang kesepian. Austin menawarkan dirinya untuk menjadi sahabat Claire dan Claire menyetujui tawaran Austin. Akankah perjalan mereka untuk menjad...