~ Austin's POV ~
Kemarin Claire bertanya padaku apa aku yang menyisipkan kertas yang bertuliskan... Apa itu... Entah, aku lupa. Aku bahkan tak tau dimana loker Claire berada. Bagaimana bisa aku menyisipkan kertas itu? Lagipula, waktu itu aku tak sempat istirahat atau pun izin masuk ke sekolah Claire. Dan anehnya, hari ini, ia bercerita jika ada kertas dengan warna yang sama tersisip di celah lokernya. Mungkin itu fans Claire. Mungkin.
Oke, keluar dari masalah itu. Aku tadi pulang bersama Claire menaiki bis, seperti beberapa hari terakhir ini. Sebenarnya sepedaku sudah selesai diperbaiki. Tapi, aku tak tau mengapa aku malas membawanya. Mungkin karena pulang dengan Claire lebih mengasyikkan. Maksudku, jika aku naik bis bersama Claire, aku tidak pulang sendirian lagi seperti biasanya. Tak harus capek-capek mengayuh sepedaku dengan bosan karena tak ada yang bisa ku ajak bicara.
Tadi sekolah biasa saja, seperti biasanya, tidak ada kejadian menarik. Tetapi saat ini aku bermain basket bersama Alex, Rob, dan beberapa teman sekelasku. Claire juga ada di samping lapangan basket, menungguku. Lebih tepatnya, ia melihatku juga. Bahakan ia berteriak ' Austin!! Be the winner!! '.
Setelah 20 menit bermain, kami pun beristirahat sebentar. Aku langsung menuju Claire dengan senyum mengembang di wajahku. Claire menyodorkan handuk padaku. Aku pun menerimanya dan mengelap keringatku. Setelah itu aku membuka tas ranselku yang ku bawa tadi, ternyata aku lupa membawa botol minumku. Bodoh.
"Kenapa?" tanya Claire dengan wajah khawatir.
"Tidak. Aku hanya lupa membawa botol minumku," ucapku sembari tersenyum singkat.
"Mau ku belikan?" tanya Claire sembari berdiri.
Aku melihatnya ragu namun akhirnya aku mengangguk. "Boleh. Jika aku tak merepotkanmu," ucapku sembari memandangnya.
Claire menggeleng dan tersenyum. Lalu dia berjalan keluar lapangan basket untuk membelikanku minum. Aku melihat punggungnya sampai akhirnya tak nampak lagi dari tempatku berdiri.
"Hai, Austin!!"
Aku langsung menoleh ke sumber suara. Aku melihat seorang gadis yang sudah tak asing bagiku, berdiri dan melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum. Tapi di belakangnya, aku melihat Alex menepuk dahinya. Aku melihatnya seolah bertanya 'kenapa gadis ini di sini?' Tetapi Alex hanya mengangkat kedua bahunya tak mengerti sambil mengerjap khawatir.
Aku mengalihkan pandanganku ke gadis yang berdiri di depanku ini. "Ada apa?" tanyaku singkat.
"Aku ingin melihatmu bermain basket," ucapnya sembari tersenyum lebar.
Kenapa dia harus datang? Dan kenapa juga dia ingin melihatku main basket? Apa itu penting?
"Austin?" ucapnya sembari memandangku dengan muka bertanya 'bolehkah aku melihatmu bermain?'
Aku segera menghapuskan pertanyaan-pertanyaan di otakku tadi. Aku melihatnya seolah aku tadi tak memikirkan apa-apa. "Oh, duduk saja. Kami sedang istirahat," ucapku sambil menepuk-nepuk tempat kosong di bangku panjang yang baru saja ku duduki.
Dia pun tersenyum lalu duduk. Mataku mencari-cari sosok Alex yang mungkin bisa membantuku jikalau nanti terjadi suasana awkward.
"Austin, kau mencari siapa?" tanyanya.
"Aku? Umm... Tidak, hanya melihat-lihat lapangan saja," jawabku berbohong.
Ia menaikkan alisnya, namun hanya diam, tak protes. Aku menengadah, melihat langit. Aku selalu bingung jika bertemu dengannya. Oh ya, dia yang ku maksud adalah seseorang yang pernah menempati hatiku. Taylor.
Hubunganku dengannya memang sudah berakhir. Tapi entah mengapa aku merasa dia selalu muncul di saat aku benar-benar tak mengingatnya. Sedikit pun.
Saat itu dia tiba-tiba saja memutuskan hubungan kami. Padahal aku masih mencintainya. Semula aku tak tau mengapa ia mengakhiri hubungan kami yang hampir satu tahun itu. Tapi seiring berjalannya waktu, aku tau bahwa sudah ada yang menggantikan posisiku.
"Bagaimana kabarmu?"
Kalimat itu tiba-tiba saja terlontar dari mulutku. Mungkin karena hatiku sangat ingin tau bagaimana ia sekarang. Karena aku sudah lama tak bertemu dengannya. Kira-kira sudah 4 bulan. Dan selama itu juga aku masih belum yakin apakah aku sudah menghapus Taylor dari hidupku.
"Baik. Kau sendiri?" tanyanya sembari memperhatikan wajahku.
Aku tersenyum, meliriknya sebentar lalu melihat lapangan basket yang kosong. Aku membuka mulutku, siap menjawab jika aku baik-baik saja. Tapi tiba-tiba mulutku mengatup karena suara seseorang. Namun tiba-tiba suara itu hilang seketika. Aku menoleh ke sumber suara yang aku yakini berada di sebelah kiriku.
"Oh, Claire?"
Aku bisa melihat dari matanya bahwa ia sedikit kaget dan takut. Tunggu, takut? Kenapa?
"Hey, duduklah.." ucapku sembari menepuk sisi kiri bangku yang ku duduki.
Ia pun duduk sambil menggigit bibirnya. Aku bisa menduga jika dia mengira bahwa ia telah menggangguku.
"Claire, apa kau akan terus menggenggam minuman itu?" godaku, berharap agar ia bisa tersenyum sedikit.
"Oh, eh, iya. Ini..." Ia pun menyodorkan sebotol air mineral padaku sembari tersenyum tipis.
Aku menerimanya dan langsung meminumnya. Jujur, duduk di antara dua orang gadis seperti ini sangat tidak enak. Apalagi salah satunya adalah seseorang yang pernah mengisi hatimu. Dan tidak ada pembicaraan yang mengasyikkan.
"Terima kasih, Claire," ucapku setelah meminum setengah air mineral tadi.
Namun ia hanya mengangguk.
Menyadari jika tak mungkin ada salah satu dari mereka yang mulai memperkenalkan diri pada yang lain, maka aku mulai angkat bicara. Aku menoleh ke arah Taylor yang tengah melihat langit sore San Antonio. "Taylor," ucapku ragu-ragu.
"Ya?" Ia melihatku lalu aku menggerakkan sedikit kepalaku ke arah Claire.
"Taylor, ini temanku, Claire," ucapku sembari menggenggam tangan Claire yang sejak tadi dimainkannya.
Claire menatapku lalu menatap Taylor.
"Dan Claire, ini... Temanku lamaku, Taylor," ucapku setelah berfikir kata apa yang cocok untuk status Taylor saat ini.
"Ha-hai!" ucap Claire ragu-ragu.
Taylor tersenyum pada Claire dan membalas, "hai, Claire! Senang bertemu denganmu."
Claire menatap Taylor sebentar sebelum berkata, "senang bertemu denganmu juga, Taylor."
Tiba-tiba Alex memanggilku untuk bermain lagi. Aku berteriak padanya, menyetujui. Lalu aku melihat ke arah Claire dan Taylor. Ku harap mereka bisa berteman. Semoga saja. Meskipun itu hal yang tak mungkin mengingat Claire bukan orang yang mudah bersosialisasi. Karena... ya kau tau lah.
Aku pun berjalan meninggalkan dua orang gadis itu. Aku melihat ke Alex yang menatapku prihatin.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanyaku pada Alex.
"Aku tau rasanya jika aku jadi kau. Sangat tidak enak. Apalagi, gadis itu selalu datang di saat kau tak menginginkannya," ucap Alex dengan nada sedikit kesal.
"Sudahlah, lupakan. Yang jelas aku berterimakasih padamu. Karena kau telah menyelamatkanku dari keadaan awkward di sana," ucapku sembari teratawa lalu mendribble bola ke arah ring.
***
-To be cont-
Maaf lama. Lagi sibuk les ._.vv
KAMU SEDANG MEMBACA
When You're Gone [Austin Mahone ff]
FanfictionSeorang gadis manja, Claire Alison Stuart dan tetangganya yang bernama Austin Carter Mahone, sama-sama sedang kesepian. Austin menawarkan dirinya untuk menjadi sahabat Claire dan Claire menyetujui tawaran Austin. Akankah perjalan mereka untuk menjad...