~ Claire's POV ~
"So? Kau mau mulai darimana?" tanyaku pada Austin yang sedang berjalan bersamaku.
"Ummm.. Entah, aku juga tidak tau," jawabnya sambil menaikkan bahu.
Aku mencibir, "Huh, kau ini, kau yang menawarkan dirimu sendiri, ingin menjadi sahabatku tapi kau tak tau harus mulai darimana."
"Ya sudah, ayo kita ke perpus," ajaknya.
Aku mengerutkan keningku tak mengerti, "Perpus?"
"Iya. Bukannya aku belum mengajarimu matematika karena waktu itu kau masuk ke rumah sakit?"
Aku mengangguk-angguk polos, "Tapi ini kan sudah pukul 3 sore. Aku harus pulang. Mama pasti khawatir jika aku tidak pulang."
"Ah, itu gampang. Hubungi mama mu, biar aku yang bicara," ucapnya enteng.
"Baiklah..."
Aku segera menghubungi mama ku. Setelah nada sambung berbunyi aku langsung menyerahkan iphone ku ke Austin.
"Halo? Bibi? Ini Austin." "Aku hari ini akan mengajari Claire matematika di perpustakaan sekolah." "Terimakasih, Bibi." "Iya, kami akan pulang secepatnya." "Iya, ya sudah, Bi, terimakasih ya sekali lagi."
Hanya itu yang Austin ucapkan saat meminta izin pada mama ku. Kemudian ia mengembalikan iphoneku.
"Bagaimana?"
"Mama mu mengizinkan. Ayo kita ke perpus."
Aku mengangguk lalu mulai berjalan ke perpus dengan Austin.
*
Aku merasa sangat bodoh. Benar-benar bodoh. Kau tau? Tadi saat di perpustakaan Austin memberiku soal 1st grade junior high school, aku tak bisa mengerjakannya. Ughhh... Sungguh aku sangat malu.
"Kau kenapa?" tanya Austin, berhasil memergoki ku melamun.
"Ummm.. Tidak apa-apa," jawabku sambil melihat kakiku.
Austin melihatku lalu melihat langit sore San Antonio yang berwarna oranye. "Kau masih memikirkan soal yang ku berikan tadi?"
Kenapa dia bisa membaca fikiranku? "Tidak.." jawabku singkat.
"Aku tau kau masih memikirkannya."
Duh, darimana dia tau? Apa dia memang bisa membaca apa yang orang fikirkan?
"Sudahlah, Claire. Jangan kau fikirkan terus soal itu. Toh aku sudah memberitahu mu cara mengerjakannya kan?" tanyanya sambil melihat ku.
"Aku terkesan sangat bodoh, Austin," kalimat pengakuan itu terlontar mulus dari mulutku.
Aku berhenti saat itu juga. Aku menunduk. Sungguh, aku sangat, sangat, sangat malu.
Austin yang tak tau aku berhenti berjalan sepertinya mulai menyadari aku tak ada di sampingnya. Ia menoleh ke belakang, melihatku yang berdiri beberapa senti dari tempatnya saat ini. Ia menghampiriku, meletakkan kedua tangannya di pundakku.
"Lihat aku, Claire," ucapnya sambil sedikit membungkukkan badannya untuk menyamai tinggiku.
Perlahan aku mengangkat kepalaku dan melihatnya. Tepat di matanya. Austin melihatku lekat-lekat. Lebih tepatnya melihat mataku lekat-lekat. Tuhan, matanya...
"Claire, dengarkan aku. Di dunia ini tidak ada orang bodoh, semua orang di dunia ini diciptakan Tuhan dengan kelebihan masing-masing. Semua orang di dunia ini pintar, Claire, termasuk dirimu," jelas Austin, tak mengalihkan pandangannya sedikitpun.
Aku melihat matanya, mata hazel yang indah. Tunggu, apa? Apa yang aku fikirkan?
"Claire?"
"Emmm... Ya?"
"Sekarang kau tak boleh lagi menganggap atau pun mengatakan dirimu bodoh. Oke?"
Aku mengangguk layaknya anak anjing yang menurut pada majikannya.
"Aku anggap itu sebagai janji. Bagaimana? Setuju?" tanya Austin sembari mengangkat jari kelingkingnya namun tetap tak mengalihkan pandangan sedikit pun.
"Hemmm.. Setuju." ucapku sambil mengangguk lagi dan mengaitkan kelingkingku ke kelingkingnya. Aku tersenyum padanya dan dia pun juga tersenyum padaku.
Beberapa detik kemudian, aku melepaskan kaitan jariku dengan jari Austin.
Dan yang terjadi selanjutnya adalah....
Aku memeluknya. Sangat erat. Aku tak tau mengapa aku memeluknya. Tapi, aku benar-benar ingin memeluknya. Dan aku tak percaya dia membalas pelukanku. Pelukan ini..... Sangat nyaman. Dan aku merasakan kehangatan dan kedamaian di pelukan ini. Pelukan ini bahkan lebih memberi ku ketenangan daripada pelukan Peter, kakak semata wayangku.
"Claire? Apa kau mau memelukku selamanya?" tanya Austin, berhasil menyadarkanku dari pikiran-pikiran tentang pelukannya.
Aku pun melepaskan pelukanku dan menyeringai, "maaf.."
Austin tersenyum, memperlihatkan deretan gigi putihnya padaku, "Hey, aku hanya bercanda.. Haha.."
Aku menatapnya sinis. Namun Austin memelukku lagi. Kali ini aku benar-benar menyadari bahwa berada di pelukannya benar-benar membuatku damai.
"Jika kau ingin memelukku, peluk saja, selama yang kau mau," ucap Austin sembari tersenyum padaku.
Aku tak akan melupakan apa yang baru saja Austin katakan. Dan aku juga tak akan melupakan hari ini. Mulai saat ia mengajakku ke perpus sampai aku menemukan kedamaian di pelukkannya.
****
-to be cont-
KAMU SEDANG MEMBACA
When You're Gone [Austin Mahone ff]
FanfictionSeorang gadis manja, Claire Alison Stuart dan tetangganya yang bernama Austin Carter Mahone, sama-sama sedang kesepian. Austin menawarkan dirinya untuk menjadi sahabat Claire dan Claire menyetujui tawaran Austin. Akankah perjalan mereka untuk menjad...