~ Author's POV ~
"Hari ini kau tak pulang dengan Austin?" tanya Tere kepada Claire yang berjalan di sebelahnya. Claire menggeleng, "tidak. Austin ada tambahan."
"Oh begitu.. Mau pulang bersamaku? Hari ini Mom akan menjemputku," Tere menawarkan.
"Ah tidak usah, aku bisa pulang sendiri," ujar Claire menolak dengan halus.
Tiba-tiba ada yang mengagetkan mereka dari belakang, "DOR!!" Tere dan Claire hampir meloncat karena terkejut, namun untung saja itu tak terjadi.
"Kau mengagetkanku saja," Claire memberitahu, Andrew malah menyeringai. "Aku memang sengaja."
"Kau ini memang usil," ucap Tere. "Ah, Mom sudah menjemputku. Kau yakin tak mau pulang denganku?" Tawar Tere sekali lagi setelah menerima pesan dari Momnya.
Claire mengangguk. "Dia bisa pulang bersamaku, rumah kita searah," sahut Andrew membuat Claire dan Tere melihatnya. Namun mereka tak mengatakan apapun. "Ya, itu juga jika Claire mau," sambung Andrew sembari memasukkan tangannya ke saku celana.
"Ya sudah, aku pulang dulu Claire. Dah Claire, dah Andrew!" Tere melambaikan tangan ke kedua temannya.
Kini tinggal Claire dan Andrew, suasana menjadi hening tetapi untung saja Andrew segera mencairkan suasana. "Bagaimana? Kau mau pulang denganku?"
"Ngg..." Claire terlihat berpikir. Ia memang berpikir, berpikir bagaimana jika ia pulang bersama Andrew sedangkan ia sudah mempunyai pacar.
"Ah ya, aku lupa kau sudah menjadi pacar Austin.." ucap Andrew membuyarkan pikiran Claire. Sejujurnya kalimat ini terdengar 'mengambang' bagi Claire, ada ekspresi kekecewaan dan pasrah disana.
"Kau tau itu?" tanya Claire ragu-ragu.
Andrew mengangguk, "ya, Alex memberitahuku sepulang dari subway waktu itu."
"Oh.." Claire mengangguk-angguk namun tak berarti apa-apa. Andrew yang menyadari jika ia pulang bersama Claire dan hal itu diketahui Austin, sahabat kakaknya itu bisa saja cemburu, maka ia memilih untuk pamit pulang pada Claire, dengan berat hati. Tak ada yang bisa ia lakukan.
*
Claire akhirnya sampai di gerbang sekolah. Hari ini ia tak membawa sepeda karena ia tak pulang dengan Austin. "Andai saja Austin tak ada tambahan, pasti aku pulang dengannya hari ini," ucapnya diikuti dengan mulut yang dikerucutkan.
Ia pun berjalan menuju halte dengan kepala tertunduk, sesekali menendang batu-batu kecil yang menghalangi jalannya. Karena ia merasa ada suara orang berbicara di halte, ia mendongakkan kepalanya untuk melihat ke arah halte dan seketika itu juga langkahnya terhenti.
"Austin? Grace?"
Ya, yang ia lihat saat ini adalah Austin dan Grace. Austin Carter Mahone dengan Grace, orang yang dulu pernah ada konflik dengan Claire dan Austin.
Kenapa Austin dan Grace di halte? Apa yang mereka bicarakan? Bukannya Austin ada tambahan? tanya Claire dalam hati.
Dahinya mengrenyit, begitu banyak jawaban dari pertanyaan yang ia buat sendiri di otaknya. Apa Austin berbohong padaku? tanyanya dalam hati lagi.
Ia menggeleng, berusaha menghilangkan semua pikiran buruk di otaknya. "Aku mungkin salah lihat," ucapnya pada dirinya sendiri.
Claire pun mengucek matanya, berharap apa yang ia lihat tadi hanyalah halusinasinya. Namun kebenaran berkata lain, apa yang ia lihat memang nyata, memang benar itu Austin dan Grace. Pacarnya dan gadis yang pernah mempunyai perasaan pada pacarnya. Rumit untuk menjelaskan siapa Grace di situasi ini.
Mata Claire membulat saat Grace memberikan sebuah sapu tangan pada Austin. Dilihatnya Austin malah tersenyum padanya dan mendorong kembali tangan Grace dengan halus diikuti dengan jemari tangannya yang menutup pelan jemari Grace.
Atmosfir ini...
Claire lemas, apalagi saat mengetahui Grace duduk di sebelah Austin dan mereka berdua terlihat sangat akrab.
"Romantis," ucap Claire tanpa sadar. Apa ini yang namanya cemburu?
Claire memutar badannya 180 derajat membuat ia menghadap ke arah yang lain. Kaki jenjangnya pun mulai melangkah besar-besaran, ia mengurungkan niatnya untuk naik bus setelah melihat Austin dan Grace di halte. Mereka pasti pulang dengan bis yang sama, pikirnya.
*
Tanpa sepengetahuan Claire, ternyata Andrew melihat kejadian itu, ikut merasakan atmosfir itu. Awalnya ia berniat kembali ke sekolah untuk mengambil sepatu basketnya yang ada di loker, namun saat ia melihat Claire mematung di setengah jalan menuju halte, ia mengurungkan niatnya.
Ia melihat Claire mematung untuk waktu yang cukup lama sebelum akhirnya menunduk dan memutar badan. Kemudian berjalan dengan keadaan kepala tak diangkat sedikit pun. Claire bahkan tak menyadari ia melewati Andrew.
Andrew mengrenyitkan dahinya. Kenapa Austin malah dengan Grace bukannya dengan Claire? pikirnya sesaat setelah Claire melewatinya.
Andrew pun memilih menuntun sepedanya dan mengikuti Claire. Ia ingin memastikan Claire sampai di rumah dengan selamat karena ia khawatir Claire akan melamun sepanjang jalan dan tak memperhatikan apa yang ada di sekitarnya.
*
Claire mendarat di tempat tidurnya, mengusap-usapkan wajahnya di bantal empuknya. Lalu mengubah posisinya sehingga ia menatap langit-langit kamarnya.
Kenapa dia bersama Grace?
Apa dia tak ada tambahan?
Jika dia tak ada tambahan, kenapa ia tak memberitahuku?
Kenapa dia malah duduk di sana bersama Grace?
Apa dia berbohong padaku?
Dia tak ada tambahan tetapi ingin pulang dengan Grace?
"Arrghh, apa yang kau pikirkan...." ucap Claire sembari memukul kepalanya sendiri. Berbagai pertanyaan dan pikiran negatif tentang Austin berbohong memenuhi otaknya. Entah argumen mana yang harus ia percaya saat ini.
Claire menghela napas, kilatan kejadian tadi masih jelas di memorinya. Seharusnya yang ada di sana itu aku, bukan Grace. Orang yang pulang bersama dengan Austin hari ini itu aku bukan Grace. Orang yang berbicara seakrab itu dengan Austin itu aku. Aku, ucapnya dalam hati.
Claire duduk memeluk kakinya. Diletakkannya kepalanya yang terasa berat di atas lutut. Ia pusing memikirkan hal ini.
*
Austin melirik jam di ponselnya untuk keseratus kalinya. Pukul 4 lebih 8 menit, itu artinya sudah 2 jam ia menunggu Claire di halte dekat sekolah namun ia sama sekali tak melihat Claire berjalan menuju halte. "Apa ia sudah pulang?" gumamnya sembari bangkit dan berjalan menuju gerbang sekolah.
Sepi. Itulah keadaan sekolah saat ini. Mungkin ada beberapa murid yang masih mengikuti tambahan di kelas mereka, namun tentunya bukan murid dari kelas Austin. Karena faktanya, tak ada tambahan apapun di kelas Austin. Baik untuk hari ini maupun satu minggu ke depan.
Austin memang berbohong pada Claire tentang hal ini. Ia merasa bersalah telah berbohong pada pacarnya sendiri, namun ia tak ada pilihan. Jika ia tak berkata seperti itu maka semuanya terbongkar sebelum Austin sempat berpikir.
"Mungkin ia sudah pulang, dengan Andrew?" Ia menghela napas sesaat setelah mengatakan kalimat ini. Ia sadar jika Claire pulang dengan Andrew, itu bukanlah salah Claire. Itu salah Austin yang menyuruhnya pulang tanpanya mulai hari ini.
Apa ku telfon saja Claire? pikirnya sembari menekan angka 2, yaitu speed dial untuk nomor ponsel Claire.
Namun kurang dari satu detik, ia segera mengurungkan niatnya. "Tidak, biarkan ia tak mengetahui aku menunggunya di sini. Aku tak ingin membuatnya merasa bersalah. Ya, itu benar," ucapnya pada dirinya sendiri. Austin pun memasukkan ponselnya ke saku dan berjalan pulang.
****
-To be cont-
KAMU SEDANG MEMBACA
When You're Gone [Austin Mahone ff]
FanfictionSeorang gadis manja, Claire Alison Stuart dan tetangganya yang bernama Austin Carter Mahone, sama-sama sedang kesepian. Austin menawarkan dirinya untuk menjadi sahabat Claire dan Claire menyetujui tawaran Austin. Akankah perjalan mereka untuk menjad...