Bag. 12

158 7 0
                                    

"pak bisa jalan gak ya kira-kira." Juan berdiri dari tempat duduknya
"itu didepan sudah berjalan mas." Pak sopir sedikit berdiri
"ya udah pak moga cepet jalan saya udah ngantuk banget pengen cepet mandi, heeee." Juan duduk kembali "hehhh berdua minta minum." Juan menjulurkan tangannya kebelakang tanpa menoleh hanya tangannya saja yang kebelakang
"kak." Ranty menyenggol tangan Ammar
"apa." Ammar dengan tetap menatap Ranty
"itu." Ranty menunjuk kearah tangan kakaknya itu. Ammar buru-buru melihat sesuai petunjuk Ranty
Menampik tangan Juan dan langsung memberikan air minum yang ada padanya "ne."
"kok kak Ammar tau kalau kak Juan minta air, emang tadi kak Ammar denger kalau kak Juan minta air minum." Tanya Ranty heran
"tu anak udah biasa githu." Menjelaskan sambil tersenyum
"kok malahan kak Ammar ya yang paham sama kak Juan, Ranty aja adiknya gak tau." Ranty melihat kearah Juan
"ada makanan atau apa githu." Juan berdiri dengan lututnya dikursi menghadap kebelakang
"huhh." Ammar melebarkan matanya sambil mengambil sesuatu dari tasnya "ne." Melemparkan roti pada Juan
"thanks ganteng calon adik baik banget, hheeeee." Juan meledek Ranty dan kembali duduk sambil menggigit roti
"kok kak Ammar punya roti, dapet darimana." Tanya Ranty makin penasaran
"kakak loe tu gak tahan lapar jadi kalau pergi jauh gue yang jadi tempat sampahnya, dia mah ogah bawa-bawa makanan." Ammar menjelaskan sambil menutup tasnya dan tersenyum pada Ranty
"kenapa kak Ammar tadi gak cerita jadikan kak Ammar gak repot bawain biar Ranty aja, kan sekarang udah ada adiknya Ranty." Ranty serius menatap Ammar
"udah gapapa gue udah biasa." Ammar memegang tangan Ranty "lain kali aja loe yang bawain kan sekarang udah tau." Ammar menatap Ranty, Ranty mengangguk dan tersenyum
Akhirnya kemacetan perlahan terurai bus berjalan lagi. Ponsel Ammar berbunyi dia mendapat pesan dari bunda nya menyuruhnya pulang dulu kerumah Juan karena bundanya dan ayahnya sedang ke Bandung untuk menghadiri acara pernikahan anak teman ayahnya.
"gue dapet pesan dari bunda ne." Memberikan ponselnya pada Ranty dan Ranty menerima lalu membacanya
"ya udah kak Ammar kerumah kita aja, bukannya kak Ammar udah biasa kerumah." Ranty sambil memberikan ponsel itu pada Ammar dan Ammar hanya mengangguk dan tersenyum. Akhirnya mereka sampai disekolah. Mereka turun satu persatu. Ternyata Juan dan Ranty sudah dijemput. Juan yang mengantuk langsung masuk kemobil tanpa melihat adiknya dimana
"urus bidadari loe, gue mau kemobil merem." Juan menepuk pundak Ammar yang sedang mengambil tas dari bus
"dasar." Mendorong Juan
"loh kok kak Juan ke mobil bukan bantuin, kak." Panggil Ranty dan Juan hanya mengangkat tangannya tanda gak mau kembali dan tetap berjalan ke mobil.
"udah biarin aja kan masih ada gue." Ammar menarik tangan Ranty, mereka pun berjalan menuju mobil membawa tas masing-masing, mereka langsung memasukkan tas itu kebagasi mobil. Saat keduanya memasukkan tas itu tiba-tiba Juan berteriak membuat keduanya kaget dan saling berbenturan kepala
"aduh." Ranty merasa sakit pada keningnya, kepala mereka masih saling menempel dan Ammar menatap lagi mata Ranty untuk kesekian kalinya.
"ehemmm." Juan mengagetkan keduanya membuat keduanya salting "udah belom, ngantuk ne." Juan dengan pura-pura menguap padahal sudah dari tadi dia disitu memperhatikan Ammar dan Ranty berbenturan kepala sampai saling bertatapan. Ammar menendang Juan sesaat setelah dia berdiri. Juan hanya tersenyum dan berlalu pergi kemobil lagi.
"loe dibelakang biar gue didepan." Ammar menarik Juan agar keluar
"udah loe disithu aja sama bidadari." Juan tetap masuk tanpa memperdulikan Ammar. Akhirnya Ammar masuk dibelakang duduk disamping Ranty. Saat masuk Ammar tersenyum pada Ranty dan Ranty juga membalas
"maaf ya tadi, masih sakit." Tanya Ammar sesaat mobil berjalan
"udah gak." Ranty tersenyum "emmm kak menurut kak Ammar, ini Ranty tanya serius ya, menurut kakak kak Ichal tu orangnya gimana." Tanya Ranty serius
"Ichal, emmm anaknya baik bersahabat, emang kenapa." Tanya Ammar heran
"gak kok tanya aja." Ranty tersenyum
"loe suka sama Ichal ya." Suara Ammar berat untuk keluar
"gak tau kak, Ranty ngrasa aneh aja kalau deket dia, makanya kemarin Ranty tanya sama kak Ammar." Ranty menjelaskan. Juan mendengar percakapan itu tapi diam saja pura-pura tidur dengan memejamkan matanya. Tubuh Ammar tiba-tiba terasa panas napasnya tak teratur lagi sejenak dia menutup matanya dan membuang napas perlahan menenangkan diri
"emm, jadi loe suka sama Ichal." Mata Ammar merah dan Ranty hanya menggeleng
"kak Ammar kenapa." Ranty panik
Tiba-tiba Ammar lemas dan tubuhnya sedikit menindih Ranty, ternyata Ammar pingsan. Ranty makin panik Juan buru-buru membuka matanya dan melihat kebelakang.
"kak Ammar." Ranty menepuk kecil pipi Ammar "kak kak Ammar kenapa, kak ini gimana." Tanya Ranty pada Juan
"kita kerumah sakit aja, ayo pak cepet ya." Juan sedikit panik dan menenangkan adiknya
"cepet Pak kasian kak Ammar." Ranty masih panik saja
"sudah dex loe yang tenang." Juan menenangkan Ranty
"gimana Ranty bisa tenang kak, tadi kita baru aja ngobrol terus tiba-tiba kak Ammar, kak Ammar bangun kak, ya Allah sadarkan kak Ammar." Ranty meneteskan air matanya (Ranty jangan nangis aku juga ikut nangis ini huhhhh, yang baca jangan nangis ya, ehhh seneng juga sih Ranty khawatir sama Ammar #horeeeee)
"cepet pak." Juan pada pak sopir
"iya den ini juga sudah cepet." Pak sopir
"dex udah jangan nangis, Ammar pasti gapapa kok." Juan kembali menenangkan adiknya. Ranty tetap meneteskan air matanya sambil mengelus lembut pipi Ammar yang ada disampingnya itu.
"kak Ammar bangun kak." Masih meneteskan air matanya. Tak lama kemudian sampailah dirumah sakit Juan buru-buru keluar berlari memberitahu parawat. Ammar segera dibawa kedalam Ranty dan Juan berlari mengikuti
"kak Ammar bangun." Ranty masih saja menangis
"maaf kalian tunggu diluar." Dokter menghentikan langkah Ranty dan Juan
"tapi dok." Juan memaksa, tapi terpaksa mereka gak bisa masuk, akhirnya mereka menunggu diluar dengan perasaan panik takut sedih gak tenang dan semua jadi satu. Tak lama kemudian dokter sudah keluar dengan Ammar.
"loh kok." Ranty heran cepat-cepat menghampiri Ammar "kak Ammar gapapa." Ranty bertanya seraya menggandeng tangan Ammar
"gapapa kok, tanya aja sama dokter, ya kan dok." Ammar meyakinkan Ranty
"iya Ammar tu emang gak bisa capek anaknya masak Juan lupa terus sih, iya Ju." Dokter
"hehheee iya dok saya lupa." Juan menggaruk kepalanya
"inget ya kalau Ammar pingsan lagi tidurin aja terus kasih obat ditasnya, yang kuat dong laki, saya permisi dulu." Dokter menepuk pundak Ammar dan berlalu pergi dan Ammar hanya tersenyum
"tapi tadi kenapa dokternya juga panik sih kak kalau sudah sering gini." Ranty makin bingung
"ya mungkin dokter nya lupa juga, udah-udah ayo kita pulang liat tu Ammar udah lemes." Juan juga membantu Ammar berjalan. Diperjalanan Ammar hanya diam saja sesekali memejamkan matanya, Ranty melihatnya"kak Ammar masih sakit." Ranty memegang tangan Ammar. Ammar hanya menggeleng dan tersenyum dan kembali menutup matanya
"gue harus kuat, mana Ammar yang kemarin, masa Cuma karena capek sakit gini, bangkit Ammar dan lupakam masalah hati mu." Ammar berbicara dalam hati membuka matanya dan melihat Ranty, ternyata Ranty masih menatapnya
"ada apa kak." Tanya Ranty
"gak kok, makasih ya, Ju makasih udah nolongin gue." Ammar tersenyum lemas (aduhhh Ammar semangat donk, kami mendukung mu). Juan hanya mengacungkan jempolnya tanpa menjawab. Tiba-tiba ponsel Ranty berbunyi dan dia melihat ada pesan dari Ochi kalau dia sudah jadian sama Ichal. Saat Ammar melihatnya air mata Ranty menetes.
"hehh loe kenapa." Mengusap air mata dipipi Ranty. Ranty hanya mengeleng tanpa menjawab sambil terus memandangi layar ponselnya, "maaf." Ammar melihat ponsel Ranty membacanya dan melihat Ranty lagi
"loe gapapa kan." tanya Ammar
"gak kok kak." Ranty tersenyum sambil menghilangkan air matanya. Juan tidak tau adiknya menangis karena dia tertidur.
"udah donk gue paling gak kuat liat perempuan nangis, loe gak kasian sama gue, gue masih sakit ne, aduh." Ammar memegang dadanya, Ranty panik dan buru-buru mengelus dada Ammar
"kak Ammar gapapa, dadanya sakit mana yang sakit kak. Kita kerumah sakit lagi ya." Ranty panik dan terus mengusap-usap lembut dada Ammar, Ammar memegang tangan Ranty yang ada didadanya
"loe jangan sedih lagi ya dengan kata-kata Ochi tadi, gue yakin pasti masih banyak laki-laki yang baik diantara yang paling baik buat loe." Ammar berkata lembut menatap serius Ranty, Ranty tersenyum dan mengangguk. Sesampainya dirumah Ammar keluar dibantu Ranty, mama Juan panik
"kenapa ini kenapa nak." Tanya nya panik pada Ranty
"gapapa Ma tadi kak Ammar pingsan terus kata dokter Cuma kecapean seperti biasa githu." Jelas Ranty
"pasti kamu begadang lagi terus kecapean, iya." Tanya Mama Juan pada Ammar
"mama ne berlebihan, lihat ne Ammar gapapa kan, auu." Ammar mau terjatuh
"tu kan, dasar anak nakal." Mencubit Ammar
"aduh Ma." Ammar sambil tersenyum
"mana kakak mu kenapa gak ada." Tanya mamanya Pada Ranty
"tu tidur, Ma Ranty dan kak Ammar masuk dulu, berat." Ranty perlahan membantu Ammar berjalan, saat sampai ditangga Ranty sangat kesulitan menopang tubuh Ammar yang lemah itu
"loe kuat gak, biar gue jalan sendiri pegang tangan gue aja." Ammar menarik tangannya dari pundak Ranty, Ranty langsung memegang tangan Ammar dan melanjutkan berjalan ke atas. Saat mau masuk kamar Ammar merasa tubuhnya lemah sekali sampai-sampai dia mau terjatuh, Ranty langsung bergegas membuka pintu dengan menyandarkan tubuh Ammar dibelakang (haduhhh pengen liat) dia sedikit menunduk
"tahan kak, aduhh kok dikunci sih." Ranty ingat tadi Juan memberikan kunci kamarnya sebelum pulang "o..ya saku." Ranty ingat. Setelah membuka pintu Ranty menarik tangan Ammar kepundaknya

Hallo CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang