Bag. 24

236 3 0
                                    

"gak bisa bro gue ikut dia adik gue, lo gila ya bilang gue harus kayak biasanya, lo gila." Nada Juan keras
"heh lo mau bikin orang rumah jantungan, lo tega liat mama lo nangis papa lo panik, lo tau kan mereka seperti apa, ingat bro ingat." Ammar membalas dengan nada keras juga, mereka saling bertatapan tajam seperti orang yang akan berantem
"tapi gue." Muka Juan memerah
"lo denger gue lo percaya gue kan." Ammar dengan merendahkan suaranya "lo pulang, tapi ingat jangan matikan hp lo, lo percaya kan sama gue." Ammar memegang pundak Juan dengan kedua tangannya
"oke, tapi gue gak mau adik gue lecet sedikit pun, kalau sampai adik gue lecet seujung kuku pun gue bunuh lo." Juan mengancam dengan matanya yang berkaca-kaca
"oke gue janji sama lo, mending lo pulang sana, ingat jangan matikan hp." Ammar berjanji dan bergegas pergi dengan motornya, lama-kelamaan Ammar hilang dari pandangan Juan, dan Juan pulang dengan hati berat.
Sampailah Ammar disuatu tempat, dia langsung menayakan alamat itu pada salah satu orang tapi orang-orang disitu bilang bahwa pak Asep sering pindah-pindah rumah, Ammar tak putus asa. Dia terus menelusuri jalan demi jalan sesekali menanyakan pada orang-orang tentang foto yang dibawanya, dan tidak sengaja saat dia berhenti dia melihat seseorang yang mirip dengan pak Asep terlihat orang itu sedang mengendap-endap masuk kesebuah rumah, Ammar mengikutinya dan
"bruakkk." Ammar menendang membuka paksa pintu yang tak terkunci itu
"apa-apaan ini." Suara laki-laki itu " Ammar apa yang kamu lakukan." Nadanya keras
"gak usah pura-pura gak tau pak, cepat katakan Ranty dimana." Suara Ammar sangat keras dan mendorong pak asep ke tembok dengan tangannya yang dia letakkan didada pak Asep "cepat katakan." Ammar terus memaksa
"saya ini dosen kamu, sopanlah sedikit anak muda." Pak Asep meronta
"heehhhh." Ammar tersenyum sinis "sopan bapak bilang, memangnya bapak sudah belajar tentang kata sopan." Ammar membulatkan matanya "cepat katakan, kalau tidak."
"lepaskan, baiklah." Pak Asep menyerah "mari ikut, tapi ingat hanya kamu yang tau." Pak Asep nunjuk-nunjuk Ammar
"iya pak dosen yang sangat sangat sangat berkemanusiaan." Ammar berbicara didepan muka pak Asep "mari." Ammar bergaya mempersilahkan pak Asep berjalan
"hahhh." Pak Asep sengaja berjalan dengan menabrak Ammar didepannya
"kalau aja lo orang tua yang masih kuat udah gue hajar lo, tapi sayang kasian." Ammar menggerutu dalam hati
Sesampainya disuatu gudang yang sangat kotor langkah Ammar dihentikan pak Asep
"kamu tunggu disini biar saya masuk dulu." Pak Asep menahan langkah Ammar
"kenapa." Ammar menarik kasar tangannya
"tunggu biar saya saja yang membawa teman kamu kesini." Pak Asep tetap menahan langkah Ammar
"oke." Ammar tetap dengan nada tingginya "jangan sampai bapak boong, bapak akan tau akibatnya." Ammar mengamcam
"iya iya tunggu." Pak Asep mencari alasan "hahhh tidak semudah itu anak kecil." Pak Asep berbicara dalam hati dan berlalu pergi, dan segera mungkin Ammar mengambil ponselnya dan memberikan pesan ke Juan baru saja Ammar mengirimnya, Ammar mendapat pukulan keras dari seseorang, ponselnya jatuh entahlah pesan itu sudah terkirim atau belum, Ammar melawan orang-orang itu, Ammar terjatuh bibirnya berdarah tapi dia bangkit lagi tapi semua percuma Ammar dibawa masuk dengan paksa, ditempat lain Juan yang mondar-mandir panik memegangi ponselnya, sesekali dia duduk berdirinya lagi dan ponselnya berbunyi ada pesan dari Ammar tertulis sebuah alamat dan memintanya untuk segera kekantor polisi, Juan langsung berlari keluar kamarnya dan memberitahukn semuanya apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya, Juan berangkat bersama kedua orang tuanya tak lupa mama Juan menghubungi ayah bunda Ammar. Ditempat penculikan, sesampainya didalam dengan matanya yang berat Ammar melihat banyak perempuan diikat dan mata Ammar langsung terbuka lebar darahnya semakin panas tenaganya seperti bertambah, dilihatnya Ranty diikat disebuah kursi mulutnya ditutup dan matanya seperti berbicara minta tolong padanya dengan air mata dipipi. Ammar memberontak dan lepaslah dia, Ammar memukul orang-orang kekar itu tanpa ampun semua dipukulnya meski tubuhnya terluka tapi tangisan Ranty yang membuatnya bangkit untuk tidak lemah dan memberanikan dirinya untuk bangkit, salah satu dari mereka yakni pak Asep mengelurkan sebuah pisau dari tas yang ada disampingya dan Ammar yang sudah berhasil melumpukan musuh-musuhnya berdiri sempoyongan tersenyum pada Ranty, Ammar tak menyadari bahwa masih ada pak Asep dibelakangnya, mata Ranty seperti berbicara sesuatu padanya tapi Ammar hanya senyum-senyum saja karena dia merasakan sakit ditubuhnya capek lemas Ammar menarik napas dalam-dalam dan perlahan berjalan kearah Ranty dan pak Asep pun menusuknya dari samping, pak Asep yang merasa takut masih saja memegang pisau penuh darah yang sudah dia tusukkan keperut Ammar, dan ternyata Ranty dapat melepaskan ikatannya lalu membuka tutup mulutnya
"kak Ammar." Ranty berlari ke Ammar dan Ammar pun tak sanggup lagi berdiri lagi tubuhnya jatuh ketanah "kak Ammar bangun kak bangun." Ranty meneteskan air matanya dan mengangkat kepala Ammar dan meletakkan dipangkuannya "kak Ranty mohon buka mata kak Ammar kak bangun." Ranty terus menangis, pak Asep tetap berdiri dengan wajah merahnya entah takut atau bingung atau bahkan menyesal
"bapak tega, apa salah kami pak apa, bapak tega." Ranty terus menangis "kak Ammar bangun."
Dan "angkat tangan." Polisi berdatangan, Juan berlari dan menemukan ponsel Ammar diluar dan bergegas kedalan dan mendekat ke Ammar yang sudah tidak sadarkan diri dengan Ranty yang terus menangis bunda Ammar panik menangis mama Juan juga panik menangis ayah Ammar dan papa Juan menenangkan istri-istri mereka. Juan berusaha mengangkat Ammar tapi tidak kuat dan dibantulah ayah Ammar dan papa Juan. Pak Asep dan anak buahnya dibawa polisi, polisi lain membebaskan gadis-gadis yang disekap itu, Ammar dibawa kerumah sakit.
Sesampainya dirumah sakit Ammar langsung dimasukkan ke ruang UGD, Ammar sangat banyak kehilangan darah. Wajahnya semakin pucat. Ranty tak henti-hentinya menangis dan berdiri menyendiri didepan pintu sesekali melihat kedalam, Juan mondar-mandir tak tenang matanya memerah dan berair, ayah Ammar menenangkan istrinya yang terus menangis begitu juga dengan papa Juan. Tiba-tiba Juan berteriak
"Ammar gue benci sama loe, gue benci kenapa loe larang-larang gue buat ikut, kenapa." Juan memukul-mukul tembok dengan air matanya yang terus mengalir "seharusnya gue ikut Mar, gue gak mau kehilangan loe." Tak terasa tangannya berdarah, ayah Ammar berlari ke Juan"sudah Ju sudah, kamu harus yakin Ammar gapapa kan." ayah Ammar menenangkan
"tapi Yah, Juan yang salah kenapa Juan gak ikut aja tadi, Loe bego Juan loe bego." Juan terus menangis dengan darah yang terus keluar dari tangannya
"kamu ini kamu harus percaya kan kalau Ammar gapapa." Papa Juan ikut menenangkan Juan
"tapi Pa." Juan terus menangis
"sudah ayo ikut papa." Papa Juan membawa Juan, terlihat Ranty masih menangis didepan pintu dan terus memandangi kedalam
"kak Ammar Ranty gak mau kakak kenapa-napa, kak Ammar harus kuat." Ranty terus menangis
"sayang." Mama nya mendekati
"mama." Ranty memeluk mamanya, terlihat bunda Ammar lemas duduk dikursi "ma." Ranty melepaskan pelukannya dan memberi arahan mamanya untuk melihat bunda Ammar
"mbak." Mama Juan berjalan mendekati dan memeluk bunda Ammar
"kak Ammar pasti gapapa kok, bunda yang tenang ya." Ranty mencoba menenangkan bunda Ammar, ayah Ammar papa Juan dan Juan datang, terlihat tangan Juan diperban karena luka yang dibuatnya sendiri, Ranty bergegas mendekati kakaknya
"kakak gapapa." Tanya Ranty
"gak." Juan menjawab dengan nadanya yang lesu
Dari dalam ruangn dokter keluar, semua menghampiri menanyakan keadaan Ammar. dokter memberi tau kalau Ammar masih dalam keadaan kritis dia banyak kehilngan darah dan membutuhkan donor darah, Juan yang mempunyai darah yang sama dengan Ammar sesegera mungkin menyuruh dokter mengambil darahnya, Bunda Ammar juga sudah siap di ambil darahnya, saat pendonoran darah selesai akhirnya Ammar sudah melewati masa kritisnya meski belum sadarkan diri tapi satu hal yang membuat mereka masih merasakan kesedihan untuk beberapa hari kedepan setelah Ammar sadar kemungkinan besar Ammar akan sedikit kehilangan ingatannya karena pukulan benda tumpul dikepalanya ada sedikit penggumpalan didalam otaknya (ehhh ngasal aja) tapi ini sifatnya hanya sementara kemungkinan besar sekitar satu bulan atau dua bulan kedepan atau mungkin bahkan tidak sampai satu minggu, dokter membolehkan untuk menengoknya tapi tidak lebih dari dua orang, mereka bergiliran masuk, Juan masuk sendiri sebelum Ranty
"gue gak rela loe kenapa-napa Mar, gue bakal selalu nyalahin diri gue sendiri saat liat loe kayak gini, gue emang bego gue bego Mar." Juan menangis dengan meletakkan kepalanya ditangan Ammar "gue bersumpah gue akan buat loe sembuh apa pun caranya meskipun gue harus mati, loe denger kan." Juan terus meratapi kejadian yang menimpa sahabatnya itu. didalam tangisannya itu Juan membayangkan apa yang dia alami sama Ammar dulu waktu SD, dia dan Ammar pernah dikerjai kakak kelas waktu sepulang sekolah tapi dengan beraninya Ammar melawannya demi dirinya, Ammar pernah babak belur dihajar kakak kelasnya itu meskipun pada akhirnya Ammar memenangkan perkelahian itu, sejak saat itu Ammar dianggap anak sendiri oleh orang tua Juan meski Ammar anak yang baru mengenal Juan tapi Ammar sudah berani membela sahabatnya, sejak kejadian itu juga keluarga mereka menjadi dekat bahkan seperti saudara kandung. Bukan saling menyalahkan tapi justru keluarga mereka semakin dekat semua karena alasan Ammar yang membuat hati orang tua masing-masing luluh dan saling memaafkan. Juan perlahan keluar, saat diluar Juan langsung berlari dan bersimpuh dikaki bunda Ammar meletakkan kepalanya dipangkuan bunda Ammar yang sedang memeluk Ranty
"Bunda maafin Juan ini salah Juan." Juan menangis dipangkuan bunda Ammar
"sudah nak gak ada yang salah, sini jangan githu ah." Bunda Ammar menangkan Juan "sudah ya."
Juan masih saja menyesali karena keadaan Ammar yang sekarang dan dia tidak membantunya. Ranty masuk untuk melihat keadaan Ammar tinggal dia yang belum melihat. Dia mencoba tenang jangan sampai menangis tapi saat dia dekat dengan Ammar yang lemah itu air matanya tidak bisa tertahan lagi. Perlahan langkahnya menuju ketubuh yang terbaring tanpa gerak itu. Ranty duduk dikursi dan menatap lekat wajah yang penuh luka itu. air matanya tak tertahan lagi, hatinya berkecamuk antara bersedih dan bersalah
"kak Ammar, kak Ammar tau gak Ranty bahagia sekali ketika Ranty mengenal kak Ammar, hemmm tingkah kak Ammar yang lucu bikin Ranty merasa selalu ingin selalu bertemu, kak Ammar bangun ya buat Ranty tersenyum lagi." Ranty tersenyum dalam tangisnya. Setelah mencium tangan Ammar perlahan keluar karena dia ingin menunggu Ammar dan berbicara dengan keluarga diluar.

Hallo CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang