Bag. 18

188 4 0
                                    

"emmm." Ammar berlalu pergi, sesampainya Ammar diruang rektor
"permisi pak." Ammar mengetuk pintu
"iya masuk." Jawab pak Jaya "o... Ammar silahkan duduk."
"iya pak terimakasih." Ammar duduk "ada yang bisa saya bantu pak." Tanya Ammar
"emmm iya, gini Mar besok bapak itu dapat panggilan dari salah satu universitas di Belanda tapi masalahnya hari ini bapak harus ke Australia untuk menghadiri wisuda anak bapak, nah maksud bapak manggil kamu kesini bapak pengen kamu yang gantiin bapak besok berangkat ke Belanda tadi bapak sudah konfirmasi dengan pihak sana dan kamu juga tidak sendiri ada dua orang lagi sama perwakilan dari salah satu universitas di Jakarta, gimana Mar kamu siap kan." pak Jaya menjelaskan dan bertanya pada Ammar
"ke Belanda pak." Ammar bingung
"iya bapak percaya sama kamu, gimana." Pak Jaya meyakinkan Ammar
"emmm Belanda." Ammar berfikir keras mengingat tentang Belanda sepertinya ada yang sangat penting di Belanda "Belanda." Ammar terus mengingat-ingat
"gimana Mar, udah besok kamu tinggal berangkat." Pak Jaya menunggu jawaban Ammar
"Belanda." Ammar masih mencoba menemukan jawaban atas pikirannya sendiri, tiba-tiba dia ingat satu nama "Ranty." Suara Ammar sangat jelas didengar pak Jaya
"Belanda Ammar bukan Ranty." Pak Jaya merasa aneh dengan jawaban Ammar
"emmm iya pak." Ammar sedikit salting "oke pak saya siap, siap." Jawab Ammar dengan wajah gembira, pak Jaya merasa aneh dengan tingkah Ammar
"oke, nanti pulang kuliah temuin bapak lagi ya." Pak Jaya sambil menjabat tangan Ammar
"iya pak terimakasih pak terimakasih terimakasih." Ammar menjabat erat tangan pak Jaya sambil berdiri
"iya Mar bapak seharusnya yang bilang makasih sama kamu, makasih ya Mar sudah bantu bapak, jangan lupa nanti temui bapak habis kuliah." Pak Jaya senang dengan kesediaan Ammar
"iya pak saya juga terimakasih, saya permisi dulu ya pak." Ammar keluar setelah mejabat tangam pak Jaya "pak." Ammar tersenyum pada pak Jaya sesaat sebelum menutup pintu dan pak Jaya hanya tersenyum "dasar tu anak."
Sesaat setelah keluar "yes yes yes yesss." Ammar seperti orang baru mendapat hadiah super
"loe kapan kumat." Juan menepuk-nepuk pundak Ammar tapi Ammar tetap saja kegirangan tanpa memperdulikan Juan "woiiiii." Juan teriak tepat ditelinga Ammar
"loe napa sih." Ammar mendorong Juan
"gue tanya kapan loe kumat." Juan mendorong Ammar juga
"gak penting, yang penting sekarang gue harus siap-siap berangkat ke Belanda B e l a n d a brooo." Ammar merangkul Juan yang masih bingung dengan tingkah Ammar
"terus apa maksudnya loe girang." Tanya Juan penasaran
"ya pokoknya gue mau ke Belanda itu aja." Ammar senyum-senyum pada Juan dan kelihatannya Juan baru sadar mendengar kata Belanda berkali-kali dari Ammar
"ooo...." Juan juga tersenyum pada Ammar
"sudah jangan diterusin, pokoknya besok gue pergi bro kemana ke Belanda." Ammar berjalan dengan tetap merangkul Juan "o...ya loe udah bawa air kan sipp." Ammar dan Juan berjalan keruang senat
Malam pun datang dengan cerah penuh bintang, Ammar keluar kamarnya dan berdiri dibalkon memandangi langit
"Ranty gue bakal ketemu loe nanti, ya Allah temukan Ammar dengan Ranty, aammiin." Ammar berdo'a dalam hati dan terus memandangi bintang, tiba-tiba Ammar melihat Ranty yang tersenyum diantara bintang-bintang itu berkali-kali Ammar mengusap-usap matanya tidak percaya tapi senyum Ranty tetap ada disana "Ammar sadar." Ammar menyadarkan lamunannya sendiri dan setelah tidak ada wajah Ranty lagi Ammar memutuskan untuk istirahat karena besok harus berangkat pagi-pagi.
Pagi pun tiba terlihat Ammar udah siap berangkat sedang berpamitan dengan ayah bundanya, lalu Ammar pergi diantar pak sopir, Ammar tidak mau diantar karena dia merasa sudah dewasa dan dia ingin membuktikan bahwa laki-laki harus berani sehingga ayah bundanya mengiyakan Ammar. Dimobil Ammar menelpon keluarga Juan untuk berpamitan tapi Ammar tidak bilang mau pergi ke Belanda hanya Juan yang tau tapi mereka berdua. Sesampainya di bandara, "Ammar." Seseorang memanggil Ammar yang sedang sibuk membawa kopernya, buru-buru Ammar mencari kesumber suara itu.
Saat dia mendapatkan sumber suara "Baron loe Iqbal." Ammar tak percaya melihatnya (Baron dan Iqbal adalah teman SMA Ammar (masih inget waktu Baron jawab soal dari Ammar tetntang peluang kan) )
"hai bro." Baron menghampiri Ammar "apa kabar bro." Baron meraih pundak Ammar
"hai kalian." Ammar menjabat tangan kedua temannya itu
"loe tambah ganteng aja Mar." Iqbal menepu-nepuk pundak Ammar
"kalian juga tambah ganteng." Ammar tersenyum
"gak nyangka udah setahun lebih kita gak ketemu, yah meski biasa suka nongol disosmet." Iqbal juga tersenyum pada Ammar
"tapi loe beneran ganteg aslinya loe Mar, tu kamera bego ya hahaaaa." Baron asal ngomong
"kalian bisa aja, dan ternyata kalian gak berubah tetep kocak." Ammar menepuk pundak Iqbal
"eh... ngomong-mgomong loe mau kemana." Tanya Iqbal
"iya loe mau kemana bro." Tanya Baron juga
"Belanda." Jawab Ammar "kalian mau kemana." Tanya Ammar balik
"Belanda." Jawab Iqbal dan Baron bersamaan
"beneran ne mau ke Belanda." Tanya Ammar lagi
"beneran." Iqbal meyakinkan Ammar
"jadi kalian perwakilan dari salah satu universitas untuk ke Belanda kayak gue." Ammar masih bertanya
"yoi bro, kita liburan bareng." Baron bergaya didepan Ammar dan Iqbal
"dasar loe." Iqbal menjitak kepala Baron
"tapi tunggu dech, kok kalian bisa bareng." Ammar makin bertanya-tanya
"loe udah beneran lupa apa salah minum obat." Iqbal menyenggol lengan Ammar dengan lengannya
"gue gak inget beneran." Ammar bingung
"bro masak loe udah lupa sih waktu misahin kita, waktu acara pernikahan bokap nyokap kita." Baron bergaya ala pemain tinju didepan Ammar agar Ammar ingat sesuatu
"oo....iya sory sory." Ammar baru ingat (Baron dan Iqbal itu bersaudara semenjak papa mama mereka menikah saat mereka duduk dibangku SMA, setelah selesai acara Baron dan Iqbal sempat berkelahi dan Ammar lah yang memisahkan perkelahian mereka) "ya udah kita lanjut ntar ngobrolnya." Ammar mengajak keduanya karena pesawat sebentar lagi akan take. Selama dipesawat Ammar hanya membayangkan bahwa dirinya akan segera bertemu dengan pujaan hati. Ingin rasanya cepat-cepat sampai dan sesegera mungkin mencari Ranty disana, Ammar berfikir tidak mungkin tidak apapun bisa terjadi. Dan peasawat pun mendarat dengan selamat. Hati Ammar campur aduk rasanya antara deg-degan, gak sabar, pengen lari, pengen cepat mencari dan semua ingin rasanya dilakukan. Ammar, Baron dan Iqbal dijemput mobil jemputan dan menghantarkan mereka pada sebuah apartemen yang tidak jauh dari universitas yang akan mereka kunjungi. Diapartemen yang sama tepatnya disebelah apartemen yang ditinggali Ammar dkk ternyata ada Erlin dan Ranty sedang bercanda satu sama lain, saling bercerita dan Ranty pun berpamitan untuk pulang dan akan berkemas untuk pindah ke tempat Erlin. Ranty keluar sesaat Ammar masuk.
"gue mau kemas-kemas dulu ya dan besok pagi bantu gue ya, gue tunggu." Ranty tersenyum pada Erlin
"kamu ini kayak sama siapa aja, iya tanpa kau suruh gue bakal bantu loe kok, tenang aja." Erlin membalas senyum Ranty
"ya udah aku pulang dulu ya." Ranty memegang tangan Erlin
"iya, besok aku bantu." Erlin tersenyum dan Ranty pun perlahan pergi meninggalkan tempat itu. Ammar yang baru saja berbaring karena merasa ngantuk tiba-tiba pengen keluar, Ammar sudah membuka pintu, Erlin sudah masuk lagi dan Ranty baru saja sampai tangga, Ammar melihat orang yang ada ditangga tapi hanya punggung orang itulah yang dapat dia lihat. "Ranty." Ammar dalam hati "ahh sadar Ammar." Ammar menutup lagi pintu itu malam pun berlalu dan pagi ini pertama kalinya Ammar merasakan pagi di Belanda, Ammar keluar apartemen untuk berlari disekitar apartemen, saat beberapa saat Ammar yang lelah berhenti berlari dan meminum air minum yang dibawanya, diseberang jalan Ammar seperti melihat Ranty yang memakai jaket hitam dengan rambut terurai. Ammar memperhatikan gadis itu dalam-dalam, "ahhhh mungkin cuma perasaan ku aja." Ammar dalam hati dengan terus memperhatikan gadis itu, tak berapa lama gadis itu pergi dari tempat itu perlahan hilang dan tidak terlihat lagi. Ammar menarik napas dalam-dalam setelah itu dia pergi untuk segera bersiap-siap ke universitas sesuai tugas pak Jaya padanya bersama Baron dan Iqbal. Setelah selesai bersih-bersih dan bersiap mereka bertiga berjalan turun untuk segera pergi. Sampailah mereka di Universitas dan didalam ruangan mereka sudah ditunggu oleh pihak kampus, setelah selesai mereka bertiga keluar dan akan melanjutkan acara pertemuan itu besok dan 1 hari kedepan, Sesampainya mereka dibawah
"gue mau telpon Juan dulu dech bentar ya." Ammar menghentikan langkah temannya
"oke." Saut Baron dengan santai, Ammar mencari-cari ponselnya didalam tas tapi tidak dia temukan. Disisi lain Ranty ternyata sudah ada di apartemen Erlin membawa semua barang karena hari ini Ranty pindah ke tempat Erlin setelah selesai beres-beres ditempat Erlin, Ranty mencari-cari sesuatu dan membuat Erlin bingung melihatnya
"cari apa sih." Tanya Erlin yang sedang membantu Ranty
"emmm kayaknya ada sesuatu yang tertinggal dech ditempat gue, bentar ya gue mau ambil dulu takut udah ada orang lain yang masuk." Ranty berlari buru-buru (apartemen tempat tinggal Ranty hanya diseberang jalan dari apartemen Erlin jadi Ranty hanya berlari)
"iya hati-hati." Erlin berteriak melihat Ranty yang buru-buru berlari "dasar tu anak." Erlin memasukkan baju-baju Ranty kedalam lemari

Hallo CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang