Bag. 19

178 5 0
                                    

"semoga masih ada, hanya itu yang aku punya." Ranty terus menenangkan hatinya, Ranty berlari dengan buru-buru tanpa melihat orang yang ada padahal saat dia lewat ada Ammar yang sedang sibuk juga mencari ponsel ditasnya, padahal seandainya Ammar menoleh saja tepat lah dia berdiri dihadapan Ranty tapi apalah dikata Ammar terus sibuk dengan pencariaanya, setelah Ranty jauh dari tempat itu
"huhhh hp gue tertinggal padahal ini penting banget." Ammar menggerutu pada temannya
"sama hp gue juga gue tinggal tadi lupa." Saut Iqbal
"sama, eh bentar dech tu kayak.." belum sempat Baron meneruskan bicaranya Ammar buru-buru masuk ketempat itu
"emang loe bawa koin." Baron menghentikan langkah Ammar
"hee enggak." Ammar nyengir
"ne gue ada." Iqbal memberikan beberapa koin dari kantong bajunya pada Ammar
"thanks ya." Ammar buru-buru masuk
Sambungan telepon
"hallo Ju." Ammar menyapa Juan
"woi gila loe napa baru kasih kabar sekarang." Juan menggerutu Ammar
"maaf gue sedikit lupa heheeee." Ammar terengah "ada yang mau gue tanyain." Ammar dengan suara serius
"alamat Ranty, catet ya, jalan...." belum sempat Juan meneruskan tiba-tiba terdengar ledakan yang sangat keras diseberang jalan
"apa Ju gak denger ne rame bener." Ammar mengulang-ulang lagi pertanyaannya
Dari luar pintu terdengar diketok-ketok "Mar buruan keluar liat ada kebakaran tu, cepet cepet." Suara Baron dan Ammar pun melihat kebelakang
"astagfirullah, iya." Ammar mengiyakan panggilan Baron "Ju udah dulu ya ntar gue telpon lagi, ne lagi rame bener." Ammar mencari alasan agar Jua tidak panik
"oke, hati-hati." Juan menutup telepon
Didalam apartemen terlihat Ranty sedang mencari-cari sesuatu didalam lemari, dan tidak menyadari bahwa apartemen itu telah terbakar dan dia ingat tentang sesuatu yang sedang ia cari "dibawah bantal." Ranty berbicara dalam hati dan buru-buru mencari dibawah bantal "ini dia." Ranty menemukan yang dicarinya, ternyata itu sebuah foto yang tidak lain terlihat difoto itu Ammar sedang duduk motornya sedangkan Juan berdiri disampingnya. Ranty baru menyadari banyak asap disekelilingnya dia panik dan sayup-sayup mendengar suara sirine kebakaran, Ranty buru-buru berlari keluar kamar ruangan itu, "ya Allah, kak Ammar." suara Ranty tertahan karena terlalu banyak menghirup asap, kepalanya terasa pusing dan dia merasa lemah dia juga terus memeluk foto itu. diluar Ammar merasa aneh dia menjauh dari gedung itu tapi seperti ada yang memanggil-manggil namanya "ya Allah ini siapa yang manggil Ammar kenapa suaranya jelas banget, ya Allah lindungi hamba mu." Ammar seraya perlahan mendekat ke gedung yang penuh dengan para petugas pemadam kebakaran itu.
"Mar loe gila ya loe mau kemana." Iqbal menahan langkah Ammar
"ada yang manggil gue Bal gue harus pergi." Ammar memberontak
"Ammarrrr." Iqbal dan Baron bersamaan tapi Ammar terus berlari kearah bangunan itu, penuh api dimana-mana ada api, Ammar melihat jendela terbuka yang tidak terbakar dan sesegera mungkin Ammar masuk, setelah sampai didalam Ammar bingung harus kemana tapi suara itu semakin jelas memanggil namanya, Ammar terus berjalan kearah suara itu meski penuh asap Ammar menahannya, Ammar terus naik melewati tangga demi tangga tak terasa dia sudah sampai dilantai 6, dibalik tebalnya asap Ammar melihat seseorang bersandar dipintu sebuah ruangan, buru-buru Ammar lari mendekatinya, mata Ammar terbuka sangat lebar dia merasa tak percaya dengan apa yang iya lihat, seseorang yang membuatnya seperti melayang didunia lain
"tolong kak Ammar." Suara payau itu terus memanggil dengan mata tertutup, Ammar secepatnya mendekati suara itu, dan apa yang dilihat Ammar ya dia adalah Ranty yang sudah tidak sadarkan diri karena terlalu banyak menghirup asap terlihat Ranty sedang mendekap erat sesuatu didadanya Ammar memeranikan diri untuk melihatnya dan betapa kagetnya Ammar dia melihat dirinya difoto itu, tanpa pikir panjang Ammar langsung mengangkat tubuh lemah itu, sebelum itu Ammar membuka jaketnya dan dia gunakan untuk menutup tubuh Ranty dan dia memakai lagi tas dipunggungnya "Ranty Ran loe harus bertahan gue akan menolong loe, Ran bangun." Ammar terus berlari menelusuri setiap anak tangga tak memperdulikan tebalnya asap didepannya yang Ammar pikirkan menyelamatkan Ranty, "Ranty bertahan ya gue mohon." Ammar meneteskan air matanya, tanpa Ammar sadari Ranty tengah terbangun dari pingsannya dan perlahan membuka matanya, dia melihat seseorang yang tak asing lagi menurutnya
"kak Ammar." Suara Ranty masih lemah, Ranty meneteskan air matanya dan dia tak percaya dengan apa yang dia lihat
"hussttt." Ammar terus mencari jalan ditengah asap untuk keluar tak sedikit juga dia terhalang kayu-kayu yang jatuh karena sudah habis terbakar dan Ammar pun melihat jendela dimana dia masuk tadi tapi ternyata sekarang jendela itu sudah penuh dengan api tapi tidak ada jalan lagi Ammar terjebak, disisi jendela itu Ammar melihat ada sebagian yang belum terbakar
"kak." Ranty memanggil Ammar yang sedang kelihatan bingung
"emm, iya." Ammar melihat Ranty
"Ranty rela mati disini asal Ranty mati dipelukan kak Ammar." Ranty menangis dan membuat Ammar seketika duduk dengan Ranty dipangkuannya
"huussttt, loe gak boleh ngomong kayak githu gue akan bawa loe keluar dari sini, percaya sama gue." Ammar memeluk tubuh Ranty dan tak terasa dia meneteskan air matanya lalu Ammar berdiri lagi dan berjalan cepat kesisi jendela yang dia lihat tadi, Ammar tak memperdulikan lagi panasnya api disekelilingnya yang dia pikirkan hanya Ranty otaknya dipenuhi oleh satu nama Ranty, Ammar menerobos kobaran api dan membungkukkan badannya agar Ranty terhindar dari amukan api, dan mereka pun keluar dalam keadaan selamat tapi Ammar mendapat luka bakar ditangannya, sesekali dia meringis menahan perih tapi tidak dia perdulikan karena ini semua demi Ranty. Mereka langsung ditolong oleh orang-orang Ranty dibawa tim medis sedangkan Ammar yang semakin lemah dibawa Baron dan Iqbal menjauh ketempat yang aman
"Ammar tahan ya ini sedikit sakit." Iqbal mengoleskan salep keluka Ammar
"iya sstttttt, au pelan sssttt." Ammar meringis menahan sakit "Ranty gimana." Ammar menanyakan keadaan Ranty pada Iqbal dan Baron
"udah loe tenang aja, Ranty udah sama temennya dan sama tim medis tu." Baron menenangkan Ammar
"gue mau kesana." Ammar langsung berdiri dan berjalan ke arah dimana ada Ranty
"Ranty kamu sudah sadar." Erlin memeluk Ranty yang berbaring ditempat tidur sebuah mobil ambulan
"iya aku gapapa kok, Cuma sesak aja rasanya." Ranty dipelukan Erlin dari luar terlihat Ammar berjalan dibantu Baron dan Iqbal
"Ranty." Ammar memanggil Ranty
"kak Ammar." Erlin tidak percaya "kok kak Ammar bisa ada disini." Erlin kian bingung (dan Baron menjelaskan semuanya pada Erlin), saat itu Ammar sudah duduk menghadap Ranty yang sedang terbaring ditempat tidur
"loe gapapa kan." Tanya Ammar dengan memegang tangan Ranty
"gapapa kok Ranty, makasih ya kak." Ranty tersenyum, dan masuklah seorang dokter dan memeriksa Ranty, dokter bilang Ranty hanya menghirup asap terlalu banyak tapi sekarang sudah lebih baik jadi boleh untuk dibawa pulang. Sesampainya ditempat Erlin, Ammar menurunkan Ranty ditempat tidur
"terimakasih ya kak." Ranty tersenyum pada Ammar
"iya." Ammar membalas senyum Ranty "o...ya ini foto kamu tadi aku simpen dulu biar gak terbakar." Ammar memberikan sebuah foto pada Ranty
"jadi kak Ammar juga sudah lihat foto ini." Ranty mengambil foto itu, dan Ammar hanya tersenyum
"emmm gue tinggal disebelah, kalau butuh apa-apa suruh Erlin panggil gue ya." Ammar berdiri dari tempat duduknya
"kak Ammar nagapain ke Belanda dan untuk berapa hari." Ranty bertanya dan Ammar kembali duduk
"ada tugas dari kampus, tiga hari lagi gue udah pulang." Ammar menjelaskan
"jadi Cuma sebentar." Tanya Ranty lagi dan Ammar hanya mengangguk setelah itu Ammar berpamitan untuk pulang. Tiba-tiba Ranty menarik tangan Ammar
"sekali lagi terimakasih ya kak." Ranty kembali tersenyum pada Ammar. Pagi nya Ammar dan dua sahabatnya kembali untuk menyelesaikan tugas mereka dan Ranty pun berangkat ke kampusnya. Malam nya Ammar keluar dari kamarnya, dia menuju sebuah taman tidak jauh dari tempatnya, Ammar duduk dibangku yang sudah dusediakan dan menikmati kendaraan yang lalu lalang diseberang jalan banyak juga pejalan kaki ada yang sedang kumpul-kumpul dengan teman ada yang sedang bercanda dan masih banyak lagi kegiatan orang-orang malam itu, Ammar tersenyum mengingat apa yang telah terjadi pada dirinya, ke Belanda untuk mengemban tugas tapi bonus terindah yang ia cari benar-benar dia rasakan yakni bertemu dengan bidadari hatinya. Ammar tersenyum-senyum dan
"ada yang lucu ya kak." Suara itu mengagetkan Ammar
"loe." Ammar masih tidak percaya "nagapain disini." Ammar menggeser duduknya " panggilan hati ya." Ammar tersenyum
"kakak ne bisa aja." Tersenyum "kak Ammar juga ngapain disini." Bertanya balik " Ranty mau lihat bintang." Ranty memandang langit yang tadinya memandangi wajah Ammar yang senyum sumringah
"ternyata loe gak berubah, yahh meski hatinya sudah berubah." Ammar dengan nada meledek
"berubah maksud kak Ammar." Ranty menoleh kearah Ammar
"sudah suka sama gue, ya gak." Ammar tersenyum dan memainkan alisnya
"kak Ammar." Ranty mencubit perut Ammar
"ngaku dech." Ammar menarik tangan Ranty karena merasa geli dan mereka pun saling menatap,tatapan yang selama ini sudah hilang tatapan yang hampir 2 tahun sirna tatapan yang membuat hati Ammar berdebar dan membuatnya gila untuk kesekian kalinya. Ranty tersenyum dan menyadarkan Ammar lalu melepaskan tangannya, Ammar salting dan buru-buru menghadap kedepan, mereka berdua diam membatu tanpa ada suara
"loe tau gak akhir-akhir ini gue suka juga liat bintang." Ammar memecah keheningan mereka
"alasannya." Ranty tanpa melihat Ammar
"karena disana gue bisa liat orang yang gue sayang." Ammar terus memandangi langit "tapi kadang gue juga sedih sih liat bintang." Ammar tidak melanjutkan kata
"karena." Ranty menatap Ammar dengan mata yang berkaca-kaca, hati Ranty tiba-tiba sedih mendengar kata-kata Ammar karena dia juga ingat karena malam itu dia dan Ammar saling menjauh
"karena hahhhh." Ammar membuang napas "sudah lah nanti gue sedih." Ammar menegakkan duduknya, tiba-tiba Ranty meletakkan kepalanya dipundak Ammar
"maafin Ranty kak." Ranty memegang tangan Ammar dan Ammar hanya diam tanpa menjawab, malam itu dilewati mereka dengan posisi Ranty tetap meletakkan kepalanya dipundak Ammar sampai akhirnya mereka kembali ke tempat mereka masing-masing.
Pagi harinya Ammar dan kedua sahabatnya sudah siap berangkat ke kampus lagi karena hari ini hari terakhir pertemuan penting tugas mereka. Sebelum berangkat Ammar melihat ponselnya yang berdering, ada pesan dari Ranty yang meminta Ammar untuk datang kesebuah tempat
"kayaknya nanti gue gak ikut kalian dech." Ammar seraya mengambil tas
"kenapa, kita kan mau beli oleh-oleh buat yang dirumah." Baron dengan merapikan rambutnya dicermin
"iya kenapa Mar, ini kan hari terakhir kita ada diBelanda." Saut Iqbal
"udah loe pergi berdua gue mau antar seseorang." Ammar memasukkan buku kedalam tasnya
"pacaran." Baron mendekati Ammar "ya kan, oke kita ngertiin kok." Baron mencolek perut Ammar
"apaan sih, pacar aja gak punya pacaran." Kilah Ammar
"jadi Ranty apaan tu, loe kan rela mati buat dia, apa lagi kalau bukan pacar." Iqbal ikut menggoda Ammar
"itu bukan pacar bro lebih malah." Ammar tersenyum
"jadi." Baron menegakkan badannya
"calon istri" Ammar tersenyum

Hallo CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang