"bukan itu maksudnya, penasaran aja kok mendadak gini." Ranty masih saja penasaran
"aku mau tunjukin sesuatu ke kamu." Ammar masih saja membuat penasaran
"oke daripada penasaran ikut aja." Ranty terlihat menerima
Saat beberapa saat "loh ini kan jalan mau ke kantor kakak." Ranty masih saja menunjukkan rasa penasarannya
"iya bidadari ku." Ammar belum juga menjawab dan Ammar pun mengehentikan mobilnya dibelakang kantornya
"loh kok berhenti disini." Ranty bingung
"sekarang aku mau tutup mata kamu." Ammar memberikan sapu tangannya
"mau ngapain." Ranty kian bingung
"udah sini aku pakein." Ammar mengambil sapu tangan itu dan menutup mata Ranty dengan lembut, tangannya ada dibelakang kepala Ranty dan tak sengaja pipinya menempel dipipi Ranty, dengan sengaja Ammar menekan pipi Ranty dengan pipinya lalu tersenyum
"kak Ammar." Ranty suaranya terdengar kesal
"iya." Ammar dengan santai "bentar." Ammar buru-buru keluar "ayo." Ammar membuka membuka pintu mobilnya dan memegang tangan Ranty memberi arahan agar Ranty keluar
"ini sebenarnya mau kemana sih kak." Ranty makin penasaran "jangan macem-macem ya." Suara Ranty takut
"aishhh." Ammar nyengir "gak mungkin lah tadi aku udah bilang kan aku punya iman dan tadi kamu percaya kan, udah sumpah aku gak bakal nglakuin hal yang bodoh." Ammar seraya menuntun Ranty
"ini kok jalannya naik sih kak, mau kemana sih." Ranty berjalan tapi masih saja penasaran
"udah bentar lagi sampe' kok." Ammar terus berjalan
Tak berapa lama Ammar menghentikan langkahnya, dan berjalan dibelakang Ranty membuka tutup mata Ranty, "sekarang buka matanya." Suara Ammar berbisik ditelinga Ranty, perlahan Ranty membuka matanya
"kak Ammar." suara Ranty terdengar terkejut "ini." Dia tersenyum
"iya ini yang mau aku tunjukin sama kamu." Ammar berjalan kedepan Ranty merentangkan tangannya "ini udah lama sih aku taunya tapi masih aku simpen aja." Ammar menghirup udara menutup matanya, tiba-tiba ada tangan yang memeluknya dia kaget
"terimakasih ya kak ini akan jadi tempat favorit Ranty." Ranty memeluk Ammar dari belakang
"emm iya semoga kamu suka." Suara Ammar gemetar
"pasti Ranty suka, Ranty namain ini bukit bintang ya kak." Ranty tersenyum melepaskan pelukannya lalu duduk dibawah disamping Ammar, ternyata Ammar menunjukkan sebuah bukit yang cukup tinggi dengan dibawahnya dapat melihat kota yang indah pada malam hari dan dapat melihat bintang tanpa terhalangi pepohonan maupun gedung-gedung tinggi
"iya, ini aku buat khusus buat bidadari ku yang suka liat bintang." Ammar duduk disamping Ranty
"hahh ini bukitnya buatan." Tanya Ranty heran "tadi bilangnya nemuin kok sekarang buat." Tanya Ranty
"iya sebenernya ini buatan maksud aku baru nemuin ide kemarin githu." Ammar tersenyum
"emmm, terimakasih ya kak Ranty suka tempat ini." Ranty meletakkan kepalanya dipundak Ammar
"aku akan lakuian semua hal untuk kamu asal kamu bahagia." Ammar mencium lembut kening Ranty, mereka menghabiskan malam itu bersama menikmati keindahan malam itu. Ranty merasa Ammar memang benar-benar tulus menyayanginya begitu juga yang dirasakan Ammar.
Hari ini sudah satu minggu setelah Ammar memberitahukan bukit bintang itu pada Ranty.
"sayang kamu sibuk gak." Bunda Ammar masuk ke kamar Ammar yang baru saja pulang dari kantor
"Bunda, gak kok tapi bentar mau ke kamar kecil dulu ya."Ammar buru-buru kekamar mandi
"iya udah Bunda tunggu dibawah ya." Bundanya seraya keluar
"iya." Ammar didepan pintu
Tak lama Ammar sudah menyusul dibawah "ada apa Bun." Tanya Ammar seraya duduk
"sayang mungkin ini waktu yang tepat buat bilang ini sama kamu." Bundanya terlihat serius
"ada apa ini Bun Ayah." Ammar heran melihatnya
"biar Bunda mu saja yang bicara." Ayahnya tak mau menjelaskan
"ada apa Bun." Ammar makin penasaran
"sayang Bunda Ayah sudah memikirkan ini matang-matang, kamu mau kan membahagiakan orang tua mu kamu satu-satunya harapan Bunda sama Ayah." Bundanya dengan mata yang berkaca-kaca
"tanpa Bunda sama Ayah minta pun Ammar sudah tau itu Bun." Ammar memegang tangan Bunda nya
"sayang sebenarnya ini berat Bunda mengatakannya." Bunda gemetar
"Bunda percaya sama Ammar kan sudah Bunda bilang aja mau bicara apa, dan Ammar janji Ammar akan menuruti semua kata-kata Bunda dan Ayah apa pun itu." Ammar meyakinkan Bunda dan Ayahnya
"sudah bilang saja Bun, Ammar pasti bisa menerimanya." Ayahnya memegang pundak istrinya itu
"sudahlah Bun jangan bikin Ammar penasaran." Ammar mengenggam erat tangan Bundanya
"sayang emmm Bunda sama Ayah mau kamu nikah sama perempuan pilihan Bunda dan Ayah." Bunda Ammar dengan matanya yang memerah itu
"ya Allah Bunda pasti Ammar siap, maksudnya dengan Ranty kan." Ammar tersenyum
"tapi ini bukan Ranty sayang." Bundanya gemetar
"hahhh." Seketika senyum Ammar hilang, wajahnya pucat matanya merah
"sayang kamu bisa kan lakuin ini buat Bunda dan Ayah." Bundanya memegang erat tangan Ammar yang sudah meneteskan air matanya itu "sayang Bunda sayang sama kamu." Bunda Ammar memeluk anaknya itu
"Ammar laki-laki itu harus kuat jangan nangis lah ini yang terbaik buat kamu." Ayahnya juga menenangkan Ammar "ini yang bisa kami lakukan buat kamu karena kami fikir inilah yang terbaik buat kamu." Tambah Ayahnya
"hremmmm." Ammar menahan ingusnya "emm." Ammar tersenyum dalam tangisnya "ya sudah jika ini menurut Ayah dan Bunda memang yang terbaik dan yang paling baik buat Ammar, Ammar terima dan insyaAllah Ammar ikhlas." Ammar mencoba tersenyum tapi tak bisa dibohongi wajahnya lesu tak bersemangat "ya sudah Ammar kekamar dulu, ini terlalu sstt, sudah ya Bun Yah Ammar permisi." Ammar mencium tangan Bunda dan Ayahnya seraya berlalu kekamarnya
"sayang satu minggu lagi kamu harus tunangan sama dia dan kemungkinan langsung menikah." Bundanya berkata pada Ammar yang sudah berjalan ditangga itu, tanpa menjawab Ammar tersenyum dan mengangguk lalu berlari keatas
"semoga dia bisa mengerti ya Bun." Ayah Ammar memeluk istrinya itu
Dirumah Ranty juga sama terjadi hal yang sama juga Ranty juga akan dijodohkan dengan laki-laki pilihan Papa Mamanya. Ini adalah hal yang sangat mengherankan buat Ammar dan Ranty. Sama seperti Ammar juga Ranty menerima keputusan orang tuanya meski dengan hati yang berat.
Ranty menangis diranjangnya "kenapa ini semua terjadi sih, kenapa bukan kak Ammar, Ya Allah." Ranty terus menangis "rasa sayang ini sudah habis buat kak Ammar mana mungkin Ranty bisa menerima ini, tapi apa yang harus Ranty lakukan kak Ammar ini masalah apa lagi sih." Ranty terus menangis
Ammar juga terlihat sedang menangis dikamarnya dia mencoba ikhlas tapi itu semua sulit dia terima "mungkin yang terbaik buat gue." Ammar menenangkan hatinya, dia berdiri dipinggir jendela kamarnya melihat bintang "Ranty mungkin ini yang terbaik buat kita, kalau memang kita berjodoh pasti akan bertemu, dan sampai kapan pun hati ini hanya untuk mu, aku sayang sama kamu." Ammar bersandar dijendela dengan air matanya yang terus keluar. Ammar membaringkan tubuhnya mencoba memejamkan matanya.
Pagi yang indah tapi tak seindah hati Ammar dan Ranty. Ammar baru turun sudah lengkap dengan wajah lesunya.
"pagi sayang." Bundanya menyapa
"pagi Bunda Ayah."Ammar mencium tangan kedua orang tuanya
"gimana tidurnya." Tanya Bunda
"alhamdulilah." Ammar mencoba tersenyum
"emm ada meeting gak hari ini." Tanya Ayahnya
"gak da Yah, ada apa." Ammar seraya meminum susu
"bisa pulang cepet." Tanya Ayahnya lagi
"bisa kayaknya." Jawab Ammar lesu
"kita mau ajak kamu pilih cincin, kalau bisa sekitar jam makan siang kita langsung aja ya nanti Ayah kasih alamatnya." Ayahnya tersenyum
"iya." Ammar masih saja menjawab tanpa semangat dan langsung berpamitan untuk berangkat kekantor
"ini kan masih pagi sekali sayang." Bundanya menghentikan langkahnya
"gapapa Bun sekalian liat jakarta pagi hari, assalamualaikum." Ammar mencium tangan keduanya dan berlalu pergi dengan mobilnya
Sedangkan Ranty masih dikamarnya menyiapkan bahan skripsinya, terlihat murung matanya berair.
"ayo Ranty kamu pasti bisa." Ranty mencoba tegar, dan dia memasukkan semua bahan skripsinya.
Siangnya Ammar menuju alamat sesuai petunjuk ayahnya. Dia menghentikan mobilnya dan langsung masuk. Dia bertemu ayah bundanya, mulai memilih
"Bunda yakin mau ambil yang ini." Tanya Ayahnya
"iya Ayah ini kan sudah pas dengan inisial anak-anak kita." Bundanya tetap memegang cincin itu "coba sayang." Manarik tangan Ammar dan Ammar hanya menurut tanpa menjawab wajahnya terlihat lesu tak bersemangat.
Tak sengaja Ammar melihat inisial nama didalam cincin itu "tunggu Bun." Tangan Ammar menghentikan tangan Bundanya yang hendak mengembalikan cincin itu kepenjual untuk dibungkus "kok R sih Bun coba yang satunya A." Ammar sedikit heran "ini R Ranty maksudnya." Tanya Ammar dengan wajahnya yang masih malas
"sayang ini gak da hubungannya dengan Ranty, kalau ini R nya Ranty pasti Bunda udah ajak dia kesini sekarang gak ada kan, sudah sayang." Bundanya mengambil lagi cincin itu.
Malamnya Ammar pergi kerumah Ranty ingin menemui Ranty dan ingin membicarakan apa yang sedang dia alami saat ini. Saat dia sampai dia langsung dipanggil Papa Mama Ranty
"Ammar sini nak." Mama Ranty
"iya Ma." Ammar lesu
"kamu kenapa, sakit kok keluar malam-malam kalau sakit." Mama Ranty menunjukkan kekhawatirannya
"gak kok Ma cuma kurang tidur aja." Ammar mencari alasan "ada apa Ma kayaknya serius." Ammar duduk setelah mencium tangan Papa Mama Ranty
"Ammar Papa mau ngomong serius sama kamu." Papa Ranty terlihat serius sekali
"iya Pa apa." Ammar dengan nada pelannya "apa ini ada hubungannya dengan perjodohan gue." Ammar dalam hati
"gini Mar, kami sudah berbicara ini semua dengan Ranty, kami minta sama kamu tolong untuk beberapa hari ini kamu jangan temuin Ranty." Papa Ranty dengan wajah seriusnya
"hahh kenapa Pa." Ammar heran
"kami sudah menjodohkan Ranty dengan laki-laki pilihan kami, jadi tolong jangan temui Ranty lagi karena dia harus mempersiapkan pernikahannya, kamu bisa mengerti kan maksud kami." Tambah Papa Ranty
"hehhh." Ammar tersenyum "ini kenapa sih dengan kalian semua apa sebenarnya salah saya sama Ranty Pa Ma kenapa kami harus berpisah seperti ini, apa kami salah jika saling mencintai, hremmm ehh ya sudah siapa Ammar hremmm ahhh ya sudah Ammar pamit dulu kayaknya gak baik lama-lama disini." Ammar berdiri "maaf jika selama ini Ammar sudah sering datang dan mengganggu, Assalamualaikum." Ammar mencium tangan Papa Mama Ranty
Tiba-tiba Mama Ranty memeluknya "sayang maafkan kami, kami tau kami salah tapi ini yang terbaik buat kalian, maafin Papa sama Mama ya kami sayang sama kamu." Mama Ranty menangis
"hremmm iya Ma kalian gak salah kok, ya sudah Ammar permisi hremmm Assalamualaikum." Ammar menunduk lalu berlalu keluar "mungkin ini lah yang dinamakan takdir." Ammar sambil melajukan mobilnya
"sudah Ma sudah." Papa Ranty menenangkan istrinya
"gue harus bisa, Ammarrrrrr." Ammar berteriak dengan air mata kekecewaannya. Ammar melajukan mobilnya ke bukit bintang. Dia langsung turun dan berlari kebukit itu, terlihat ada seseorang berdiri disana, Ammar terus berjalan mendekatinya
Saat dekat "Ranty." Ammar tak percaya
"kak Ammar." Ranty dengan suara paraunya
"kok kamu nangis kenapa." Ammar mendekati Ranty dan mengusap lembut pipi Ranty yang basah dengan air matanya
"kak." Ranty menangis
"iya apa." Ammar menatap serius wajah Ranty dengan matanya yang sudah berkaca-kaca itu memegang wajah Ranty dengan kedua tangannya
"kak." Ranty terus menangis Ammar hanya mengangguk dan air matanya sudah mengalir dipipinya "Ranty mau dijodohkan." Ranty langsung memeluk Ammar
"iya aku udah tau barusan." Ammar dengan suara seraknya
"tau darimana." Ranty melepaskan pelukannya
"kita duduk aja ya." Ammar menarik tangan Ranty agar duduk "aku baru dari rumah dan Papa Mama sudah bilang semuanya sama aku dan mereka melarang aku buat nemuin kamu."Ammar menatap Ranty
"mereka bilang begitu." Tanya Ranty
"iya tapi sudahlah kamu percaya jodoh kan, kita yakin aja kalau kita tu berjodoh jadi apa pun yang terjadi kita pasti bersatu." Ammar mencium kedua tangan Ranty
"tapi kak rasanya berat sekali melaluinya." Ranty lagi-lagi menangis
"hei." Ammar mengusap lembut air mata Ranty dan menempelkan keningnya dikening Ranty "sudah ya jangan nangis lagi ya." Ammar menenangkan Ranty tapi air matanya tak kuasa dia bendung lagi.
Ammar menjauhkan kepalanya kemudian berbaring diatas rumput dengan mengenakan tangannya sebagai bantal, "kamu tau kan bintang akan terus bersinar meski kadang rembulan tak muncul, itu sama seperti sayang aku sama kamu yang akan terus ada meski kita akan jauh." Ammar memandang langit tanpa berkedip dan ternyata Ranty sudah berbaring disebelah Ammar meletakkan kepalanya dilengan Ammar. Ammar tersenyum dan mereka saling menenangkan hati masing-masing melihat bintang diawan.
"loe percaya kan kalau saat ada bintang jatuh harus meminta sesuatu." Ammar mencoba meyakinkan Ranty, Ranty menoleh ke Ammar dan mengelus lembut pipi Ammar tanpa menjawab, Ammar tersenyum "emm aku anter kamu pulang ya." Ajak Ammar
"males kak rasanya mau pulang." Ranty duduk
"husttt kamu ngomong apa." Ammar duduk disebelah Ranty "ayo udah malam." Ammar berdiri menarik tangan Ranty dan akhirnya Ranty mau diantar pulang.
Pernikahan Ammar tinggal 2 hari lagi tapi dia masih saja tak yakin dengan keputusan orang tuanya. Berat sekali rasanya.
Ammar terlihat bingung dikamarnya dia mondar-mandir sesekali dia mengusap wajahnya agar bisa menemukan jalan atas apa yang sedang dia alami saat ini.
"gue harus ngapain hmmm." Ammar mengela napas lalu dia duduk diranjangnya "ya Allah semoga ini yang memang terbaik buat hambamu dan semoga ini memang-memang benar jodoh yang engkau kirim Aammiin." Ammar dengan nada ikhlas
Ranty sedang memandang bintang duduk dibangku membayangkan kebersamaannya denga Ammar. Ranty tersenyum melihat wajah Ammar ada diantara bintang-bintang yang dia lihat, tapi air matanya tak kuasa dia tahan
"sayang." Suara lembut itu menyadarkan Ranty
"emm." Ranty buru-buru mengusap air matanya "kak Syahnas emm mana Fadil." Tanya nya pura-pura agar Syahnas tak tau kalau dia tengah menangis
"kamu kenapa." Tanya Syahnas
"kenapa apa Kak." Ranty belum mau mengaku
"kakak tau kamu berat kan nglakuin ini semua, kamu yang kuat ya." Syahnas mengelus lembut kepala adik iparnya itu
"Ranty gak tau Kak." Ranty memeluk Syahnas "Ranty mencoba ikhlas tapi ini." Ranty menangis
"menangislah sayang jika beban kamu bisa berkurang, kakak paham menangislah." Syahnas juga ikut menangis dengan mengelus kepala adiknya itu "kakak yakin ini yang terbaik kamu pasti akan berbahagia tenang saja ya." Syahnas menenangkan
"terimakasih kak." Ranty melepaskan pelukannya menghapus air matanya sendiri "emm kakak mau tidur disini kan malam ini." Tanya Ranty dengan suara paraunya
"emm iya kan tantenya mau nikah." Syahnas tersenyum
"udah ayah buatin susu lagi, sana ayah capek." Juan memegang pundak istrinya
"emm ya udah kakak mau ke Fadil dulu ya, udah kamu yang tenang." Syahnas memegang tangan Ranty
"iya kak." Ranty tersenyum dan Syahnas berlalu pergi
"ngapain." Juan duduk disamping Ranty
"ngapain napa kak." Ranty melihat kakaknya
"kamu ngapain kok mukanya ditekuk githu, seharusnya kan mau nikah tu seneng." Juan balik melihat Ranty
"biasa aja kok, Ranty udah ikhlas." Ranty menatap langit
"udah dech ini pilihan yang terbaik buat loe papa mama gak mungkin salah pilih buat loe." Juan juga menatap langit "loe udah denger kalau Ammar juga mau nikah." Juan tanpa melihat Ranty
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Cinta
RandomPemuda yang belum pernah satu kalipun berpacaran bertemu dengan gadis yang membuatnya jatuh hati sampai menyebut gadis itu bidadari, yahhhh yang sesungguhnya gadis inilah yang sudah di jodohkan padanya. Kisah cinta dari seseorang yang mengenal cinta...