Adiva menatap ponselnya yang jatuh untuk kedua kalinya. Adiva menatap orang yang bertabrakan dengannya, orang itu ... orang yang menjatuhkan ponselnya saat pertama kali mereka bertemu.
Ponselnya yang jatuh segera Adiva ambil, retak layarnya semakin parah. "Lo hutang dua permintaan maaf sama gue," Adiva berkacak pinggang.
"Lo ngapain disini?" tanya Alrick.
Adiva menarik Alrick untuk menjauh dari Cafe. "Lo jangan ke Cafe, di sana sedang ada pendekatan."
Alrick yang bingung pun mencoba mencerna perkataan Adiva. "Pendekatan gimana?"
Adiva memutar bola matanya. "Susah gue jelasinnya. Yang jelas lo jangan ke Cafe sekarang."
"Tapi gue mau ngopi."
"Di tempat lain aja, bahaya kalo lo ke Cafe itu."
Alrick tetap menggeleng. "Gak mau, jauh, sayang bensin."
"Gue yang bayar, ini tuh menyangkut perasaan sahabat sejiwa gue, kalo lo masuk kesana, lo menghancurkan semuanya."
"Oke, lo yang bayar uang bensin gue." ujar Alrick sambil menarik lengan Adiva menuju tempat parkir.
Motor ninja hitam milik Alrick berada di tempat parkir, setelah siap mereka pergi ke Cafe lain, terpaksa Adiva harus mengikuti Alrick demi Maura, kalau saja Maura tidak menyebut cowok gila yang sedang bersamanya ini, mungkin sekarang hidupnya aman dan tentram.
"Mana Cafenya?" tanya Alrick sedikit berteriak. Alrick tidak tau banyak Cafe yang berada di daerah dekat sekolahnya, alasannya; Alrick baru saja pindah ke Jakarta.
"Belok kiri nanti ada Cafe warna coklat muda di sebelah kanan." jawab Adiva.
Motor itu berbelok ke kiri jalan dan mendapati Cafe berwarna coklat muda. Mereka memasuki Cafe itu, aroma kopi sudah tercium di penjuru ruangan. Mereka duduk di meja nomor 10. Sepertinya Cafe ini memang untuk anak sekolah, banyak anak sekolah yang datang di Cafe tersebut.
"Lo mau pesen apa?" tanya Alrick.
"Latte," jawab Adiva singkat. Alrick menghampiri kasir dan memesan kopi untuknya dan Adiva.
Alrick kembali dan bertanya. "Jadi, kenapa gue gak boleh ke Cafe itu?"
"Gini Rick, lo tau 'kan kalau gue suka sama Kenzi, ya sayangnya Kenzi suka sama Maura."
Alric terbelalak. "Serius? Kasian banget sih lo."
"Tapi Maura suka sama Kia, waktu itu kepepet banget Maura harus jawab dia suka sama siapa, disana ada Kia dan Maura terpaksa jawab, dia gak tau harus jawab siapa dan lo pas banget lewat di kantin. Dan terpaksa Maura jawab nama lo."
Alrick terkekeh geli. "Jadi, disana ada Kia sama Maura?" Adiva hanya mengangguk.
"Mereka lagi pendekatan. Kia taunya Maura suka sama lo. Bahaya kalo lo dateng," cetus Adiva.
"Kia pernah cerita ke gue kalau dia suka sama Maura. Udah agak lama sih." ucapnya. "Waktu gue lagi main di rumah Nath."
"Wah rencana gue semakin berjalan lancar. Thanks for your information." Adiva berseru senang.
"Btw, kalau aja Maura beneran suka sama gue, bisa jadi cinta segi empat."
Adiva bingung dengan pernyataan yang di lontarkan oleh Alrick, belum sempat menjawab seorang pelayan datang membawa 2 cangkir kopi.
"Dua latte," ucap pelayan itu seraya meletakkan 2 cangkir latte di atas meja. Setelah pelayan itu pergi mereka kembali melanjutkan obrolan mereka, namun dengan topik yang berbeda.
"Lo juga suka latte?" tanya Adiva dengan mata berbinar. Pasalnya, setelah bertahun-tahun menduduki bangku SMA tak ada seorang temannya yang menyukai kopi latte, paling jauh kalau tidak frappucino ya espresso.
"Kopi favorit gue latte."
Adiva semakin senang. "Serius?!"
"Kayaknya kita punya banyak kesamaan deh. Jangan-jangan kita beneran jo ...."
"Mblo."
•••••

KAMU SEDANG MEMBACA
A.A.R [Completed]
Novela Juvenil[#42 in Teen Fiction 29 Desember 2016] "Nama gue Alrick Achazia Radhifa." "Nama gue Adiva Ayska Rafandra." "Inisial nama kita sama jangan-jangan kita jo..." "Mblo." "Sorry, gue gak jomblo gue udah punya pacar." Singkat cerita setelah perkenalan itu...