30

6.4K 521 28
                                    

Setelah libur selama dua minggu, hari ini adalah hari terakhirnya untuk berlibur. Selesai sarapan Alrick duduk di sofa dan menonton televisi yang menyiarkan gosip. Meski masih banyak chanel lain tapi yang ini lebih menarik.

"Kak, ngapain sih nonton gossip. Enggak asik banget, ganti dong." komentar Tania yang tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya.

"Bawel lo, gue yang nonton juga." Tania kembali bangkit dan meninggalkannya. Sepertinya, Adiknya sedang tidak punya pekerjaan.

"Ye, dasar emak-emak."

Alrick yang sedang asik menonton sedikit terganggu karena Papa yang sedari tadi mondar mandir dengan kardus-kardus berwarna coklat yang di bawanya.

"Ngapain Pa?" tanya Alrick saat Papanya jalan di belakangnya.

"Beresin gudang." jawab Fandy. "Mau bantuin?"

"Boleh, tapi bukannya gudangnya udah di beresin tempo hari, ya?"

"Itu baru setengah, sisanya masih banyak." jawabnya. "Udah, Papa masih mau beres-beres. Kamu mau bantuin gak?"

Alrick bangkit dari duduknya. "Yaudah, Papa ngapain bawa-bawa kardus?"

"Ini barang-barang Papa yang udah gak di pakai mau Papa kumpulin di teras nanti mau Papa rongsokin, biar gudang rumah kita gak numpuk banyak barang."

"Oh, yaudah aku ke gudang dulu deh." Alrick berjalan menuju gudangnya dan membereskan beberapa barang. Alrick menatap beberapa kardus, sebagian ada kardus milik Fira dan milik Mamanya. "Mama!"

Tak lama Sesilia datang. "Gak usah teriak-teriak dong, Mama kan enggak budek. Kayak perempuan aja teriak-teriak." cetus Mamanya yang langsung mengomel.

"Ya Maaf Mah, kalo gak teriak kan enggak kedengeran." Alrick menyengir pada Sesilia. "Nih barang Mama masih di pake apa enggak?" Alrick menunjuk sebuah kardus coklat di hadapannya.

"Barang Mama sama Fira yang ada di gudang udah enggak ada yang dipake lagi." jawab Sesilia. "Mama mau keluar sebentar, kalo kamu mau nitip sesuatu telfon aja ya."

"Mama mau kemana?"

"Mau belanja bulanan." jawab Mamanya. "Mau nitip apa?"

Alrick menaikkan sebelah alisnya. "Emang pagi-pagi mall udah buka?"

"Ini udah jam sebelas." Sesilia memperlihatkan jam tangannya. "Yaudah kamu telfon aja ya."

"Iya." Sesilia keluar dari gudang. Alrick kembali membereskan barang-barang milik Sesilia dan Fira. Masih ada beberapa kotak lagi. Alrick membongkarnya satu persatu. Ia menemukan fotonya bersama Adiva di dalam kardus itu, fotonya saat berada di pantai. Alrick menatap tulisan tebal yang ditulis dengan spidol hitam yang berada di belakang foto itu.

A.A.R

Iya mengingat bagaimana perkenalaannya dengan Adiva. Alrick tersenyum kecil mengingatnya, pertemuannya tidak terlalu mengesankan justru menjengkelkan.

"Seandainya gue gak nabrak lo, gue gak akan bisa jatuh cinta lagi." gumamnya seraya tersenyum kecil. "Dan di perut gue gak akan ada kupu-kupu terbang." Alrick masih menatap dalam foto itu, mengingat kenangan manis yang akan ia ingat lagi suatu saat nanti.

"Udah belum Rik?" sebuah pertanyaan tiba-tiba membuyarkan lamunannya. "Masih banyak ya?"

"Enggak kok, tinggal satu kotak lagi." jawabnya. "Papa udah semua?"

"Satu lagi." Alrick hanya mengangguk dan kembali membereskan barang-barangnya.

Semua barang yang masih ia butuhkan sudah ia keluarkan, Alrick memastikan kembali apakah ada foto miliknya yang bisa ia simpan. Merasa bahwa semuanya sudah beres, Alrick menuju teras dan meletakkan kardus-kardus disana.

Setelah semua kardus berada di teras Alrick dan Fandy menunggu penjual rongsokan lewat di depan rumahnya. Semua kardus-kardusnya ada empat belas. Biasanya tak lama lagi penjual rongsokan lewat di depan rumahnya.

"Kayaknya ada satu kardus lagi deh yang ketinggalan. Papa ambil dulu ya, kamu tunggu disini." Fandy bangkit dan masuk ke dalam gudang.

Akhirnya penjual rongsokan yang ditunggunya sedari tadi lewat di depan rumahnya. "Bang! Rongsokan Bang!" teriak Alrick. Penjual rongsokan itu mendekat ke atah rumahnya. "Bentar ya Mas, satu kardus lagi masih di dalem." Alrick memasuki gudang. "Pah, mana kardusnya?"

Papanya menoleh dengan sebuah kardus. "Ini."

"Itu udah ada abang rongsokannya." tutur Alrick. "Kasian Pah, itu nungguin."

Fandy keluar dengan sebuah kardus di tangannya. "Berapa semuanya mas?"

"Segini sih seratus lima puluh Pak." jawab pria paruh baya itu. "Mau gak?"

"Boleh deh," jawab Fandy. Setelah menyetujui pria itu mengeluarkan selembar uang 50.000, tiga lembar uang 20.000 dan empat lembar uang 10.000. "Makasih ya Pak."

"Ya," setelah membawa barang-barangnya pergi. Mereka kembali ke gudang untuk mengambil barang-barang yang masih di butuhkan.

Alrick kembali menatap foto itu lagi dengan senyum manis. Fandy yang melihatnya pun mengernyit. "Itu Adiva?"

Alrick menoleh. "Iya. Kok Papa tau?"

"Kamu kenal sama dia?" tanya Fandy dengan penasaran.

Alrick mengangguk mantap. "Iyalah, temen sekolah aku, pernah sebangku pas ulangan. Papa kenal juga?"

"Kenal lah, dia anak Papa."

Seketika tubuh Alrick seperti membeku. Anak Papa. Yang berarti Adiva saudara tirinya. "Papa serius?"

"Serius lah, kaget ya kalau dia saudara tiri kamu?"

Bukan kaget, Pah. Tapi sakit.

"Sedikit."

"Kamu gak seneng dia jadi saudara kamu?" pertanyaan itu berhasil mencekat tenggorokannya. Tentu saja tidak. Alrick mencintainya.

Alrick mengangguk dan tersenyum kecil. "Seneng kok."

"Kapan-kapan kita ketemu bertiga ya." ucap Fandy.

Justru Alrick bergegas pergi dari gudang. "Udah ya Pah, aku mau pindahin barang-barang aku dulu."

•••••

[A/N] Maapin dd ya ;( dd besok mau lomba, doain ya. Kalo di doain besok dd lanjutin deh part 31. Sayang kalian, babay.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Oh iya,
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
VOTE AND COMMENTS.
Makasih see youuuuuuuu

A.A.R [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang