Hari ini Adiva datang tepat waktu, tepatnya saat gerbang akan ditutup. Semua ini gara-gara Ale yang mengubah alarmnya menjadi pukul setengah tujuh. Dan sekolahnya masuk pukul tujuh. Menjengkelkan.
Saat ini Adiva sedang mencatat dalam buku tulisnya. Meski tulisannya tidak sebagus Maura, setidaknya ia masih bisa belajar. Ia bersumpah tidak akan membolos sekolah lagi, mengingat Adiva sudah duduk di kelas tiga dan sekarang hari pertama memasuki semester genap dan hanya menempuh waktu beberapa bulan saja ia akan di hadapi dengan Ujian Nasional yang akrab disapa UN. Dan Adiva masih belum tau universitas mana yang akan ia masuki nanti.
Selesai mencatat Adiva menutup bukunya dan menelungkupkan wajahnya di atas kedua tangannya. Lagi-lagi ia bosan, ia berharap bahwa bel istirahat akan menyelamatkannya dari siksaan belajar yang kejam seperti neraka.
Perutnya mulai lapar, ia tidak mungkin makan di kelas atau akan di kenai denda oleh Silia—bendahara kelas. Adiva tidak sempat sarapan karena Ale yang mengacaukan bangun paginya. Dan suara yang di tunggu-tunggu Adiva pun terdengar
"Kantin yuk, keburu rame nih gue laper." ajak Maura. Adiva menyetujui ajakan Maura karena dirinya pun juga sudah sangat lapar.
Tak seperti dugaan mereka, hari ini kantin tidak terlalu ramai. Tak banyak murid yang berada di kantin, meja yang biasanya penuh sekarang kosong tanpa ada yang menempati.
"Keajaiban ya Mau, kantin sepi." gumam Adiva. Ia tak perlu susah payah menempati meja kantin seperti biasanya. "Kayaknya kita lagi beruntung."
"Gue selalu beruntung," Maura menatap Adiva sekilas lalu memesan makanan. "Lo mau makan apa?"
Adiva berpikir sejenak. "Mie ayam, minumnya es jeruk."
"Mie ayam sama es jeruknya dua." ucap Maura pada si penjual dan memerikan uang enam belas ribu rupiah.
Adiva dan Maura menempati salah satu meja yang kosong dan menunggu pesanan mereka disana. Tak lama setelah itu pesanan mereka datang bersamaan dengan Kia dan Nath yang datang dengan batagor milik mereka masing-masing.
"Hai sayang, apa kabar?" sapa Kia yang langsung duduk di sebelah Maura, sedangkan Nath duduk di sebelah Adiva.
"Hai." sahu Maura singkat.
"Hai juga monster." sahut Adiva. "Tolong jangan pacaran di depan jomblo."
"Ye, Kucing! Bilang aja lo ngiri sama gue, gak punya pacar, gak ada yang nyapa." balas Kia tak mau kalah.
"Div, by the way cowok lo hari ini aneh banget. Sumpah aneh banget." tutur Nath.
Adiva mengangkat sebelah alisnya. "Aneh gimana?"
Kia ikut menyahut. "Dia dateng, langsung mojok di kelas. Ngomong secukupnya, kayak ngasih garem buat masak, terus tuh ya dia baper banget apa-apa cemberut. Biasanya, dia yang jadi provokator."
"Udah gitu, dia gak mau kita ajak ke kantin. Udah gue rayu-rayu biar ketemu lo, eh malah marah-marah. Gak jelas banget kan." lanjut Nath.
"PMS kali," celetuk Maura. "Cowok kan kadang-kadang bisa mendadak PMS."
Adiva hanya diam tanpa ekspresi pada wajahnya. "Gitu ya."
"Lo lagi ada masalah ya sama dia?" tanya Nath.
Adiva menggeleng. "Gak ada, dari kemarin dia gak bisa di hubungin."
"Air mukanya gak bisa gue baca, datar. Gak ada ekspresi sama sekali." tandas Kia.
"Pikirannya dia juga gak bisa gue baca, kosong." sambung Nath.
"Malem minggu gue masih chat-an sama dia. Tapi besok siangnya gak bisa di hubungin."
"Mungkin dia lagi ada masalah di rumahnya," timpal Maura. "Jadi agak bete gitu."
"Gue sih gak terlalu yakin kalau dia ada masalah di rumah, keluarganya harmonis gitu." sanggah Kia.
Adiva sedikit tersenyum begitu mendengar kata keluarga harmonis. "Gak ada yang tau tentang roda kehidupan, Ki."
Kia berdecak. "Tapi sumpah Bokapnya bukan pemarah, Nyokapnya baik, Adeknya juga gak banyak tingkah kayak Adek-Adek umumnya kalo ada temen Kakaknya main."
"Namanya juga roda kehidupan gak ada yang tau." Maura angkat bicara.
"Iya, sayang."
"Giliran pacar yang jawab aja, nurut. BUCIN!" celetuk Nath lalu tertawa ringan.
Kia hanya cemberut menatap Nath, yang lain hanya tertawa.
Setelahnya mereka hanya bersenda gurau sambil menghabiskan makanan mereka hingga bel masu berbunyi.
•
Bel pulang berbunyi nyaring di gedung bertingkat empat yang berwarna biru itu. Semua murid berhambur keluar kelas dengan penat belajar yang telah usai. Begitupun dengan dua gadis yang berjalan keluar kelas mereka dengan santai.
"Gue duluan ya, Div." ucap Maura lalu melambaikan tangannya. Adiva hanya membalas lambaian tangan Maura dan tersenyum tanpa mengucapkan kata apapun.
Baru saja ia ingin keluar dari gerbang, sosok yang sangat dikenalnya melintas satu setengah meter di hadapannya dan menatapnya.
"Al—" ia tidak jadi memanggil namanya, laki-laki itu hanya menatapnya sekilas lalu pergi menjauh, seakan ia sadar keberadaan Adiva dan menjauhi gadis itu.
"Mereka benar, seseorang bisa berubah kapanpun ia mau."
•••••
[A/N] Vomments.

KAMU SEDANG MEMBACA
A.A.R [Completed]
Ficção Adolescente[#42 in Teen Fiction 29 Desember 2016] "Nama gue Alrick Achazia Radhifa." "Nama gue Adiva Ayska Rafandra." "Inisial nama kita sama jangan-jangan kita jo..." "Mblo." "Sorry, gue gak jomblo gue udah punya pacar." Singkat cerita setelah perkenalan itu...