6

9.4K 651 56
                                    

Yang sekarang Adiva perbuat hanyalah membuat masalahnya semakin rumit. Ia berkali-kali menatap dirinya di cermin. Apa dirinya begitu bodoh? Haruskah dia jujur pada Kenzi tentang perasaannya? Tidak, pasti Kenzi akan menjauhinya. Itu tidak boleh terjadi.

Tapi, cowok itu sekarang berada di rumahnya, lebih tepatnya cowok itu berada di belakangnya dan duduk di atas sofa.

"Lo ngapain sih ngaca mulu?" tanya Kenzi kesal. "Udah deh, buat seminggu kedepan jangan inget-inget bokap lo dulu."

"Gak tau deh. Btw, lo sama Vio gimana?" Adiva berbalik agar dapat melihat wajah Kenzi.

"Baik, tapi ... semalem gue putus sama Vio." Adiva yang mendengar jawaban itu terbelalak. Seingatnya hari jum'at, Kenzi dan Violet masih makan di kantin bersama.

Kalau dipikir-pikir Kenzi tidak pernah bercerita tentang Violet pada Adiva, dan kabar tentang mereka jadian pun sangat mendadak dan hampir membuat jantung Adiva berhenti. Wajar kalau mereka harus putus secara mendadak juga. Atau jangan-jangan ....

"Lo gak cinta sama Vio?" pertanyaan itu lantas membuat Kenzi diam. "Cowok bego," rutuk Adiva. "Terus kenapa lo tembak Vio? Kenapa bisa lo keliatan bahagia banget di deket Vio? Dan apa tujuan lo? Dan jangan bilang lo yang mutusin Vio."

Pertanyaan bertubi-tubi itu semakin membuat Kenzi tercekat. "Gue cuma, gak." Kenzi kalap dengan pertanyaan-pertanyaan itu. "Iya, gue gak suka Vio. Gue cuma pengen tau reaksi orang yang gue suka waktu tau gue jadian sama Vio. Mugkin gue pandai berpura-pura. Dan, ya, gue yang mutusin Vio. Gue jelasin sejelas-jelasnya ke Vio dan dia bisa nerima itu."

"Kapan sih lo pinter dikit, Ken?" Adiva gemas sendiri menatap cowok yang tinggal tepat di samping rumahnya itu.

Kenzi hanya menyengir tanpa perasaan bersalah sedikit pun. "Terus lo gimana sama anak baru itu?"

Adiva semakin jengkel pada Kenzi, pasalnya laki-laki dihadapannya ini memang tidak peka pada lingkungan di sekitarnya. "Maksud lo cowok tengil itu?"

"Itu loh cowok yang tiga hari lalu nganter lo pulang." jawab Kenzi. "Pacar lo 'kan? Gue denger lo bolos bareng dia? Pacaran pula."

Adiva mendengus kesal, jengkel pada Kenzi dan cowok yang sedang mereka bicarakan. "Pertama, gue gak pacaran sama dia, kedua, gue bolos dan dia juga bolos gak sengaja ketemu pas balik ketauan Ms. Nara, dan yang ketiga, gue terpaksa di anter dia pulang atau gue lumutan nungguin bis, gara-gara Kak Ale gak bisa jemput gue."

Kenzi hanya mengangguk-angguk paham. "Tapi lo cocok kok, inisial nama juga samaan."

"Kata siapa?"

"Gue 'kan sekelas sama dia Adiva," Kenzi mendengus kesal. "Nanti kalo lo punya anak inisialnya juga samain aja." Kenzi tergelak tawa. "Lucu tuh keluarga A.A.R."

Adiva justru memukul Kenzi dengan bantal yang tak jauh darinya. "Kampret,"

Wajah cemberut Adiva semakin membuat Kenzi tertawa lepas.

"Ken, emang cewek yang lo suka siapa?" tanya Adiva menatap Kenzi, tawa Kenzi berenti.

"Maura."

•••••

Motor ninja hitam terparkir di depan rumah bercat jingga dengan banyak tanaman hias di halaman depannya. Bisa Alrick perkirakan bahwa Ibu Nath penyuka tanaman hias, pemilik rumah sudah berdiri di ambang pintu dengan kaos dan celana pendek selutut.

"Masuk yuk," ajak Nath. "Udah ada Kia."

Alrick memasuki rumah jingga itu, tak banyak perbedaan, rumah itu masih memberikan kesan keidahan tanaman. Di ruang keluarganya terdapat seorang gadis yang sedang menonton televisi dengan santai, wajahnya sangat mirip dengan Nath bisa di perkirakan gadis itu adalah Kakak tau Adiknya.

"Itu kembaran gue bukan Kakak atau Adik gue," ucap Nath saat berada di ruang keluarganya. Yang dimaksud menoleh lalu tersenyum ke hadapan Alrick.

"Gue Nata, Natasya." ujarnya. Baru Alrick ingin memperkenalkan dirinya, Nata sudah bicara. "Lo Alrick 'kan? Nath sering cerita," Alrick menatap Nath tajam bertanya lo-cerita-apa? Nath hanya menyengir. Nata kembali berbicara. "Kita stu sekolah juga."

"Oh ya? Lo anak IPS atau apa?"

"Bahasa,"

"Kia udah nungguin kesian." mereka berjalan ke halaman belakang rumah Nath, Ibunya sedang memasak di dapur, wangi masakan tercium sampai halaman belakang. Saat berpapasan dengan Ibu Nath Alrick hanya melemparkan senyum, begitu sebaliknya. "Btw, sorry gue baru ngomong, kalo gue bisa baca pikiran lo."

Sontak bola mata Alrick ingin keluar mendengarnya. "Kenapa gak bilang?"

Nath menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Abis kalo gue kasih tau, nanti lo gak mau deket sama gue."

"Lebay lo," Alrick justru tertawa mendengar jawaban dari Nath, seperti anak perempuan yang menyatakan perasaannya.

"Jadi, kita sebenernya mau ngapain disini?" tanya Kia.

"Main aja, gue bete di rumah." jawab Alrick. Posisi mereka sedang tiduran di halaman belakang dengan santai. Rasanya Alrick ingin tidur. "Adek gue rusuh."

"Adek lo cewek apa cowok?" tanya Kia.

"Cewek,"

"Jangan di gebet Ki, Kakaknya galak." sambung Nath. Kia dan Nath terkekeh geli sedangkan Alrick memanyunkan bibirnya.

Kia menghentikan tawanya. "Namanya siapa?"

"Tania."

•••••

A.A.R [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang