35

7.5K 511 20
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan Adiva ke London, entah gadis itu akan menetap disana berapa lama. Intinya, Alrick harus bersiap-siap menuju bandara. Alrick hanya ingin bertemu gadis itu lagi, terakhir kalinya setelah hari dimana Adiva memutuskan untuk pergi ke London.

Alrick sudah siap, waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore, satu jam lagi Adiva akan berangkat ke London. Ia harus bergerak cepat, dari rumah ke bandara punya jarak yang cukup jauh.

"Rik," panggilan Tania membuatnya menoleh. "Lo mau kemana?"

"Aduh, gue buru-buru Tan, nanti aja deh kalo mau ngomong."

Tania memutar kedua bola matanya. "Ih, apaan sih lo, gue cuma mau menyampaikan amanat doang."

"Amanat apaan lagi? Buruan dong, jangan lama-lama." Alrick memakai sepatunya dengan tergesa-gesa.

"Kemarin Kak Adiva nitip surat ini buat lo, tenang aja gak gue buka. Gue baru inget barusan. Nih." Tania memberikan sepucuk surat dengan amplop berwarna merah jambu. "Ngomong-ngomong dia kenapa sih? Kemarin dia ngasih sampe minta maaf ke gue gitu."

Alrick menatap surat itu.

Untuk Alrick.

Ia membuka amplop dan mengambil kertas yang ada di dalamnya.

Dear Alrick,

Mungkin kita gak akan pernah bertemu lagi, persis seperti awal cerita, lo adalah musuh gue. Tapi siapa yang tau, your enemy can be your lover. Yang gue tau, sejak perasaan itu muncul gak pernah sedikit pun gue berfikir kalau lo adalah orang yang gue benci selama ini, setiap tatapan mata lo menatap gue, tak pernah sedikitpun gue berfikir akan ada ucapan selamat tinggal antara kita. Karna lo adalah tempat gue bersandar, tapi gue bersandar di tempat yang salah. Lo seperti bumerang buat gue, apapun yang gue lempar, akan kembali lagi. Seperti lo, semakin gue mencintai lo, semakin banyak hal yang menyakiti gue.

Yang lo harus inget, cinta gue untuk lo tak akan mudah untuk di hapus, tak akan menghilang secepat gue mencintai lo. Semuanya harus gue terima, apapun rasanya. Gue cuma bisa nulis surat ini, karna gue gak siap untuk bertemu lo, atau mungkin gak akan pernah siap. Jangan temui gue di bandara, gue mau berlari untuk ngejar harapan yang sempat hilang di kehidupan gue yang baru.

Pecayalah, lo pasti akan menemukan seseorang yang bisa ngasih lo waktu yang seharusnya, waktu yang gak pernah gue kasih untuk lo. Gue hanya butuh waktu untuk menemukan diri gue sendiri, gue janji seseorang akan memberikan semua yang lo mau, bisa ngasih semua yang lo butuhkan. Lo harus tau, gue gak pernah bermaksud untuk nyakitin lo, seperti yang lo katakan malam itu, gue gak akan menyakiti seseorang yang gue sayang, terutama lo. Temukan dia. Gue lelah untuk berlari di labirin yang gak memiliki jalan keluar. Kita harus mengakhrinya.

Maaf, gue harus pergi.

Your enemy,
A.A.R

Alrick melipat surat itu dan memasukkannya kembali ke dalam amplop. Laki-laki itu bergeming tanpa mengucapkan apapun, diam tanpa sepatah kata yang keluar.

Ponsel yang berada di sakunya bergetar, Alrick menatap caller id di ponselnya.

Nanda's calling

"Halo?"

"Rick, lo bisa ke bandung sekarang? Please, Rasya masuk rumah sakit, cuma lo harapan terakhir gue, Rick. Please."

Alrick tau jawabannya.

"Bisa kok Nan."

"Lo mau kemana?" tanya Tania.

"Bandung."

•••••

"Kamu hati-hati ya disana, jaga diri kamu, jagain Mama kamu." ujar Aunty Amel. "Kalau udah sampe, jangan lupa telfon Aunty."

"Oke. Aunty do'ain Adiva ya semoga selamat sampai tujuan." Adiva melepas pelukannya dengan Aunty Amel.

"Pasti."

Adiva kini menatap Ale. Lalu memeluk Kakaknya dengan erat. "Jagain Aunty ya, jaga diri. Jangan banyak pikiran disini. Ikhlasin aja semuanya, kalau lo ada masalah, cerita sama Aunty dan telfon gue. Jangan sampai gue denger hal aneh dari orang lain tentang lo."

"Iya bawel,"

"Gue sayang lo." Adiva melepaskan pelukannya dengan Ale.

Setelah itu ia menatap keempat sahabatnya. Maura, Nata, Nath dan Kia. Kelima orang itu berpelukan.

"Jangan lama-lama ya disana. Gue gak mau sendirian." cetus Maura.

"Gue pasti bakal balik lagi. Pasti. Pegang omongan gue."

"Kapan?" tanya Kia.

"Gak tau."

"Gak asik tau gak ada lo Div." ucap Nata. "Sepi."

"Pasti gue bakal balik lagi kok, percaya deh. Mungkin akan lama tapi pasti."

Nath bersuara. "Kalo liburan pulang ya Div."

"Do'ain aja, Nath."

"Kita selalu nunggu lo disini."

"Gue sayang kalian."

Maura lah yang menangis, sahabatnya sejak kelas 10 itu yang sangat kehilangan. Meski lima orang bisa menahan tangis. Tapi tidak dengan Maura.

"London jauh Div." ucap Maura.

"Emang jauh."

"Peluk lagi?"

Adiva langsung memeluk erat Maura dan melepaskannya, mata Adiva sudah mulai berair.

"See you again."

Adiva berjalan memasuki bandara, semuanya sudah lengkap. Ia seorang diri berjalan menuju pesawat. Setelah siap ia duduk di tempat yang sudah di tentukan dalam tiket yang di belinya. Ia menatap keluar. Begitu banyak kenangan yang terkubur di kota ini, saatnya untuk melepaskan.

Adiva mengecek ponselnya, ada sebuah pesan masuk.

Alrick.

Adiva membuka pesan itu.

Lo bener, gue udah menemukan orang itu, sekarang dia lagi di rumah sakit, koma, bertaruh dengan hidup atau mati, jantungnya bermasalah. Tapi gue akan memperjuangkan dia. Semoga aja ini yang terbaik. Safe flight Adiva. Semoga hari barumu menenangkan.

Adiva tersenyum kecil membacanya, meski ada sedikit rasa sakit di setiap katanya. Tapi, itu tidak akan
membiarkannya jatuh lagi.

Bahagia adalah mengikhlaskan.

Akan selalu ada saatnya hidup berada di atas dan ada kalanya berada di bawah. Semua akan ada masa yang berat, menyakitkan dan hampa. Tapi hanya ikhlas yang bisa membawamu kembali dalam kebahagiaaan.

•••••

[A/N] Happy Fasting guys! Semoga puasanya lancar ya! Setelah part ini epilog loh...

Oh iya jangan lupaa yaa VOMMENTS

A.A.R [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang