27

6.5K 487 11
                                    

Hari minggu pagi sepertinya Adiva lebih senang duduk di atas sofa ruang keluarga dan membaca novel yang baru saja di belinya kemarin dengan secangkir teh hangat di atas meja.

Saat ini rumahnya kosong, Ale sedang pergi bersama temannya sampai siang nanti, Aunty Amel mendapatkan panggilan kantor mendadak karena ada sedikit permasalahan dan adiva hanya sendiri di rumah sampai Maura menelfon.

"Halo?"

"Halo Div, gue bete nih di rumah. Pengen jalan-jalan, temenin yuk."

Adiva memutar bola matanya, padahal hari ini ia akan menghabiskan hari-harinya untuk membaca novel. "Males ah, sama Nata aja sana."

"Nata lagi pergi sama Nyokapnya. Ayo dong Div, gue bete nih."

Adiva menarik nafasnya panjang. "Iya, mau jalan kemana?"

"Hm..., ke cafe sebentar aja gimana? Satu jam lagi ya kesana."

"Cafe mana?"

"Yang di deket sekolah,"

"Oke."

Adiva mematikan sambungan ponselnya lalu bangkit dari sofa empuknya menuju kamar mandi, sebelumnya Adiva melihat jam dinding yang jarumnya menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit.

Setelah bersiap-siap Adiva menggunakan mobilnya menuju cafe dekat sekolahnya. Sekitar lima belas menit sampai dua puluh menit untuk sampai ke cafe, tak jauh dari cafe Adiva kembali menelfon Maura.

"Halo?"

"Mau, gue udah mau sampe nih, lo dimana?"

"Lo tunggu di dalem ya, gue masih ganti baju."

Adiva sampai di depan cafe dan memarkirkan mobilnya. Belum sempat ia keluar dari mobilnya tak jauh dari pandangannya Adiva menatap Alrick dengan seorang gadis yang sedang memeluk laki-laki itu. Tanpa sadar air matanya menetes, gadis itu segera melepaskan pelukannya dan keluar dari cafe. Adiva menghapus air matanya.

Sakit.

Rasanya wajah gadis itu pernah ia lihat, Adiva berfikir dan mengingat dimana ia melihatnya. Ah iya, gadis itu mantan pacar Alrick yang pernah Adiva lihat di instagram milik Alrick. Adiva juga sempat men-stalk instagram gadis itu. Cantik.

Adiva menundukkan kepalanya saat Alrick keluar dari cafe agar tidak terlihat, namun Alrick malah bergeming dengan ponselnya di samping motor ninjanya.

"Lama banget sih perginya, buruan dong." Adiva bergumam tidak jelas karena Alrick yang tak kunjung pergi meninggalkan cafe. Alrick memasukkan ponsel dalam sakunya dan menatap ke arah Adiva, gadis itu menundukkan kepalanya agar Alrick tak melihatnya. Namun, sebuah tangan mengetuk kaca mobilnya.

Aduh, mampus gue. Jangan-jangan tadi dia ngeliat gue? Tengsin parah kalau dia ngeliat, pikir Adiva.

Kaca mobilnya terus di ketuk dan orang itu mencoba membuka pintu mobilnya yang masih Adiva kunci. Suara dering telfonnya terdengar, panggilan masuk dari Maura.

Jangan-jangan Adiva udah sampe, terus nanti dia ngeliat Alrick gimana?

Adiva menganggak telfonnya. "Aduh, Maura lo udah sampe?"

"BUKA PINTU MOBIL LO BEGO! DARI TADI GUE TERIAKIN, GUE KETOK TAPI LO MALAH NUNDUK KAYAK ORANG BEGO. BUKA KAMPRET!"

Adiva langsung menoleh pada kaca mobilnya, lalu ia menyengir dan menatap Maura dengan wajah kesal lalu membuka pintu mobilnya. Adiva segera keluar dari mobilnya.

"Lo ngapain sih?" Maura berkacak pinggang dengan memanyunkan bibirnya tapi Adiva hanya tertawa menatapnya.

"Gapapa tadi air gue tumpah dan gue pakai earphone, jadi gak kedengeran." jawabnya bohong. Lucu kalau Adiva menjawab dengan sejujurnya, ia akan tampak seperti orang bodoh.

Adiva duduk di hadapan Maura, tempat saat Alrick duduk sebelum pergi dengan perempuan itu. Entah seperti ada rasa yang tidak menyenangkan saat Adiva perempuan itu memeluk Alrick. Adiva tidak biaa menjelaskan bagaimana perasaannya, hanya saja ia sedikit tidak suka dan seperti ada gangguan dalam paru-parunya meski nafasnya lancar.

"Diva!" Maura menyenggol lengan Adiva hingga membuat gadis itu tersadar dari lamunannya. "Ngelamunin apa sih?"

"Kenapa?"

"Lo mau pesen apa? Jangan ngelamun mulu. Di gondol setan baru tau rasa." celetuk Maura ngawur.

Adiva masih tampak tak sepenuhnya sadar, pikirannya masih melayang kemana-mana. "Latté."

"Satu Frappucino, satu Latté, dua muffin." tutur Maura pada si pelayan.

Pelayan itu mengulang pesanan merek. "Satu Frappucino, satu Latté dan dua muffin. Ada lagi?"

Maura sedikit berfikir lalu menggeleng. "Enggak, itu aja."

"Di tunggu lima belas menit ya," pelyan itu tersenyum ramah lalu meninggalkan meja mereka. Maura membalas senyuman itu lalu menghadap pada Adiva yang asik melamun.

"Kenapa sih? Ada masalah apa? Alrick? Atau Adiknya?" tanya Maura. Adiva hanya menatap Maura lalu menggeleng.

"Gak ada apa-apa."

•••••

[A/N] HAI GUE BALIK LAGIIIII AAR UDAH GUE TULIS SAMPE EPILOG.

SELAMAT BERLIBUR

SALAM MANIS,
FIZOELLA

A.A.R [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang