Bab 1

1.2K 50 0
                                    

Aku berjalan sendiri di gang yang sempit dan gelap. Sebenarnya banyak temanku yang menawarkan tumpangan, tapi aku menolaknya.

Selain karena aku tak ingin merepotkan mereka, aku tidak suka tatapan merendahkan yang mereka berikan padaku.

Suara kakiku yang melangkah memenuhi gang itu, tapi ada hal yang janggal. Aku menghentikan langkahku, suara langkah kaki terdengar sebentar lalu terhenti. Ada seseorang di belakangku.

Aku mencoba berpikir positif, mungkin orang itu hanya pengguna jalan lain yang berjalan tengah malam sepertiku.

Aku melanjutkan berjalan. Aku sudah berusaha berpikir positif, tapi aku tidak bisa menghentikan pikiran negatif yang terus bermunculan di pikiranku. Perampok? Pencuri? Pemerkosa?

Aku menoleh ke belakang. Orang itu menggunakan topi dan masker yang menutupi wajahnya. Mencurigakan. Ia menggunakan jaket kulit berwarna hitam dan sepatu yang berwarna hitam juga.

Aku ketakutan. Apa yang harus kuperbuat? Haruskah aku menelpon salah satu temanku, atau polisi? Atau aku lari saja?

Aku melirik ke belakang sejenak, orang itu masih berjalan sambil menjaga jarak sekitar 5 meter denganku. Aku berjongkok mengeratkan tali sepatuku. "Satu dua tiga" Aku langsung berlari ke ujung gang.

Orang itu juga ikut berlari mengejarku. Ia benar-benar orang yang berniat jahat. Aku mempercepat lariku dan masuk ke gedung apartemenku. Sialnya, apartemenku tidak menggunakan lift. Aku harus menaiki tangga yang membuang banyak waktu.

Orang itu ternyata tidak mengikutiku masuk, ia berdiri tepat di depan apartemenku dan melihat ke arah tangga.

Sialnya lagi, ada jendela dekat tangga di setiap lantai sehingga orang yang menaiki tangga dapat terlihat dari depan apartemen.

Orang itu masih berdiri ditempatnya. Bibirnya bergerak tidak jelas. Sedikit lagi aku sampai di lantai tempatku tinggal. Aku menoleh ke arah jendela. Aku membaca gerakan bibir pria itu, seakan mengatakan "Empat". Aku bergidik ngeri. Aku mempercepat langkahku masuk ke kamarku. Mimpi buruk apa aku semalam?

🍀🍀🍀

Aku merebahkan tubuhku di ranjangku. Kakiku pegal, aku berlari terus-menerus tanpa henti. Orang itu sebenarnya apa maunya?

Aku menutup jendelaku. Takut aku pria itu muncul tiba-tiba dari jendela ini. Entah mengapa aku seperti pernah merasakan kejadian yang sama.

Kalau aku ingat-ingat lagi, kemarin saat di minimarket aku melihat seorang pria yang mencurigakan. Ia terus-menerus memperhatikanku dan sesekali memotretku.

Tapi saat itu, pria itu tidak mencurigakan seperti tadi. Pria itu hanya menggunakan masker. Tunggu sebentar, kalau aku ingat-ingat postur tubuh pria di minimarket dan yang tadi mengejarku mirip. Tidak. Sama persis. Apa yang diinginkannya?

Aku mondar-mandir di kamarku. Kejadian seperti ini tidak hanya kurasakan di minimarket. Pasti pernah kurasakan di tempat lain juga. Tapi, dimana?

*is it too late now to say sorry* bunyi ringtone ponselku. Ada yang menelponku.

"Hallo?"

"Emma?"

Aku menutup mulutku. Itu Dylan. Aku tidak percaya Dylan menelponku.

"D-dylan?" Aku tergagap menjawabnya.

"Emma, kamu sudah sampai di apartemenmu?"

"I-iya sudah, ada apa?"

"Hmm, tidak ada.. hanya saja aku sedikit khawatir."

Aku mimpi apa lagi semalam? Dylan mengkhawatirkanku?

"Ah iya, tenang saja. Aku baik-baik saja."

"Oh oke. Maaf mengganggumu."

"Iya tidak apa."

Dylan menutup telponnya.

Dylan adalah cowok tertampan yang pernah aku temui. Ia juga banyak diincar oleh mahasiswi lain di kampus. Aku tak menyangka ia akan menelponku.

Wajahku memanas. Sejenak aku melupakan soal orang mencurigakan tadi. "Serius sedikit Emma!"

Kalau aku ingat-ingat lagi, minggu lalu ada orang yang mengikutiku ke kampus. Tapi saat itu aku tidak curiga, kenapa ya aku tidak curiga? Ada sesuatu yang menjanggal. Mencurigakan.

*ting* bunyi ponselku. Ada yang mengirimkan sms. Aku mengambil ponselku dengan malas. "Ada saja yang menggangguku berpikir!"

"Emma, aku tahu aku mengganggumu, tapi aku harus mengatakannya kepadamu. Bisakah kau datang ke kafe di depan kampus besok? Jam 2 siang."

Nomor pengirimnya tidak kukenal. Aku mengetik "Maaf aku tidak bi-"

*ting*
"Maaf sebelumnya, ini aku Dylan."

Aku menganga. Aku langsung menghapus pesan yang tadi kuketik. "Ada apa? Ya, tentu saja aku bisa."

*ting*
"Benarkah? Ada sesuaty yang perlu aku bicarakan denganmu. Terimakasih!"

Ada apa dengan Dylan? Kenapa ia ingin bertemu denganku? Wajahku memanas lagi. Mungkin aku akan melupakan soal orang itu sementara.

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang