Bab 9

234 19 0
                                    

Ini pertanda buruk! Ia sudah mulai bermimpi. Harus bagaimana lagi aku? "Emma, aku ke toilet sebentar."

Ia hanya menatapku dan mengangguk. Aku melangkahkan kakiku dengan cepat ke arah toilet. Tubuhku penuh dengan keringat, aku harus melaporkannya pada ayah.

Aku menekan nomor telpon ayahku. *Tuttt*

"Hallo? Uhuk-uhuk."

"Ayah? Aku ingin melaporkan beberapa hal." Aku berusaha untuk tetap tenang. "Emma. Dia sudah mulai bermimpi. Apa yang harus aku lakukan?" Masih berusaha menggunakan nada yang tenang dan elegan.

"Kendalikan dirimu Dylan. Uhuk-uhuk." Padahal aku sudah berusaha tenang tapi ayah tetap mengetahui bahwa aku sedang kebingungan.

"Apakah tidak ada pergerakan dari Grimore atau Odisea?" Ayah bertanya.

"Aku rasa hanya komunitas sihir kecil yang bekerja-sama dengan Shadow yang menyerang Emma. Untuk sementara ini Odisea dan Grimore belum bergerak." Aku menyentuh keningku. Kepalaku terasa berat.

"Apakah ayah tidak bisa mengawasi gerak-gerik Selena?" Aku bertanya lagi, tapi kali ini aku tidak mengontrol nada bicaraku.

"Berhenti memanggilnya Selena!" Ayah berteriak. "Ia itu ibumu! Sampai kapan kau akan memanggilnya Selena?!"

"Ibuku hanya ada satu, dan beliau sudah meninggal." Aku menjawabnya dengan lantang.

"Kau benar-benar kurang ajar Dylan!" Sekarang ayah benar-benar marah.

"Sebaiknya ayah membatasi gerak-gerik Selena dan Odisea, aku akan mengawasi Emma." Aku berkata frustasi, lalu mematikan telpon.

"Dylan?" Suara Emma dari belakangku. Keringatku bercucuran. Cobaan apalagi ini? Ya Tuhan bantulah hambaMu ini. Aku membalikkan badanku perlahan.

"Ya? Ada apa?" Aku menatap Emma, ekspresinya kebingungan. Apakah ia mendengar semua yang kubicarakan di telpon?

"Aku khawatir karena kau tidak kembali, jadi aku mencarimu." Ia tertawa kecil. "Maafkan aku masuk ke toilet pria."

Aku ikut tertawa kecil, meskipun agak dipaksakan. "Terimakasih telah mengkhawatirkanku Emma." Aku tersenyum kepadanya.

"Aku sangat penasaran dengan apa yang kau bicarakan di telpon. Kau menyebut nama Emma dan Odisea. Kau mulai mencurigai kami ya?"

"Kau bukan Emma!" Aku lebih panik dari sebelumnya. Dengan cepat aku mengeluarkan kalungku dan mengiris ibu jari tangan kananku. "Pamvent!"

Orang itu persis seperti Emma. Ia pasti menggunakan sihir penyamaran. Utusan Odisea, kah?

"Fire Ball!" Ia berteriak sambil mengeluarkan api dari kedua tangannya.

Aku mengeluarkan sumpah serapahku. Orang ini apa yang ia cari? Seharusnya ia tidak ada urusan untuk menyerang kaum pendeta. "Pamvent, aku memerintahkanmu untuk membuka segelmu!" Kataku sambil berlindung di salah satu bilik toilet.

"Baik, tuan!" Di tempat Pamvent berdiri seketika muncul lingkaran sihir yang cukup besar, ia akan membuka segelnya.

"Aku, pelayan setia keluarga Leuvour, Pamvent, memanggil pusaka ke-15 keluarga Leuvour. Escabra!" Seketika Pamvent memegang pedang besar berwarna putih dan di ganggangnya terdapat lambang keluarga kami.

"Hahahah! Keluarga Leuvour rupanya! Ini sangat menarik!" Ia berteriak menggunakan suara Emma. Toilet itu penuh dengan bara api.

Pamvent mulai menyerang orang itu, "Fire Shield!" Ia mengarahkan tangannya membentuk benteng besar dari api. Serangan Pamvent diblokir olehnya. Kelihatannya penyihir yang satu ini sudah profesional.

"Kalian akan mati!" Ia membentuk lingkaran sihir dari api.

Terdengar suara seruling dari luar kafe. Ia menoleh. "Ah ini menjadi tidak seru! Kita akan bertemu lagi penerus keluarga Leuvour!" Ia berlari keluar dan melakukan teleport.

Aku menggigit bibir bawahku, apa sebenarnya yang mereka incar? Aku baru menyadarinya! "Astaga! Emma!" Aku melupakannya!

Aku berlarian ke luar kafe. Kemana perginya? Orang yang tadi menyerangku itu hanya sebagai umpan agar aku tidak menyelamatkan Emma yang dibawa pergi. Sial! Aku memukul tembok terdekat.

Aku mengiris kelima jari tangan kananku. "Keluarlah pelayan-pelayanku! Kejar utusan Odisea dan selamatkan Emma!" Aku frustasi. Haruskah aku menelpon ayah?

*drrrrrr* Seseorang menelponku. Nomor tak dikenal. "Kau senang dengan kejutan dari kami?" Sepertinya aku mengenal suara orang ini.

"Kembalikan Emma. Sekarang!" Aku berteriak. "Katakan padaku, kemana kau akan membawanya?!"

"Ah, coba kupikir sejenak." Ia terdiam. "Mungkin aku akan membuka segelnya sekarang!" Ia tertawa.

Kepalaku terasa berat, rencana yang telah disusun selama ini akan berantakan begitu saja? Aku tak tahan lagi. "Lakukanlah, surga akan menghukummu!"

Aku mengiris jari telunjuk tangan kiriku dan membuang ponselku entah kemana. "Dengan darah dari keturunan suci, Leuvour, aku Dylan d' Leuvour memanggilmu malaikat suci. Hukumlah orang-orang berdosa yang mengotori tanah kami!"

Lingkaran sihir yang besar tampak di bawah kakiku. Aku sudah tidak punya pilihan lain selain memanggil malaikat. Maafkan aku ayah, kau bisa menghukumku nantinya.

Angin kencang menerpa kota ini. Dingin dan sunyi. Aku belum memutuskan telponnya ketika aku membuang ponselku, aku rasa ia mendengar segala ucapan kalau aku memanggil malaikat.

"Hei Emi! Keturunan Leuvour itu memanggil malaikat. Apa yang harus kita lakukan." Terdengar suara samar-samar dari arah ponselku.

"Berhenti memanggilku Emi dan matikan ponsel itu sekarang!" Mereka memutuskan hubungan.

Malaikat itu datang di tengah malam, membelah langit hitam tanpa bintang. Ia datang untuk menghukum mereka yang menodai tanah suci ini.

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang