Bab 28 - Kisah Asli 'Si Penyihir Hitam'

164 12 0
                                    

"Apakah kau akan terus mengikutiku?" Aku menoleh ke belakang dan mendengus. Pria berpakaian adat Jepang berwarna hitam-putih itu masih terus berjalan mengikutiku.

"Tuan Dekard memerintahkanku untuk menjagamu." Pria itu berkata dengan nada yang super lembut. Suaranya benar-benar merdu.

"Aku tidak perlu diawasi." Aku berbicara dengan ketus. "Lagipula sejak kapan kakek mempunyai pelayan sepertimu?"

Pria itu terkejut, kemudian ia tersenyum tipis. "Aku baru mulai bekerja hari ini."

Mengapa senyumnya itu begitu memukau? Tunggu dulu, sepertinya aku mengenal pria ini. "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Aku bertanya.

Pria itu memiringkan kepalanya. "Tidak pernah."

Tapi, entah mengapa aku merasa sangat mengenal pria ini. Tiba-tiba pria itu menyentuh keningku. Aku langsung melangkah mundur.

"Untuk apa kau menyentuh kulitku? Jangan menyentuh kulitku, aku bisa menyakitimu." Aku melontarkan perkataan itu. Bibirku bergerak dengan sendirinya. Mengapa jika menyentuh kulitku bisa melukai orang lain?

Mata pria itu melebar. Ia sepertinya terkejut. "Aku hanya ingin memastikan, apakah kau baik-baik saja. Wajahmu memerah sedari tadi, aku rasa kau demam."

Wajahku memerah? Yang benar saja! Ada pria lain yang membuat wajahku memerah selain Dylan? Aku membalikkan tubuhku. "Aku baik-baik saja."

"Baguslah." Pria itu tersenyum. Lagi. "Ah, iya, kau tidak akan melukaiku. Karena jika negatif bertemu dengan negatif maka akan jadi positif."

Penjelasan macam apa itu? Aku hanya meliriknya, kemudian aku menunduk. Pria itu masih memperhatikanku, kemudian ia ikut berjongkok.

Aku mengambil beberapa jamur yang kutemukan dan memasukkannya ke dalam kerajang.

"Kau salah."

"Hah?" Aku menganga.

"Seharusnya begini cara memetik yang benar." Kemudian ia memetik jamur itu dengan lebih telaten. "Begini caranya. Mengerti?" Ia menatapku.

Aku berusaha memetik jamur itu seperti yang ia contohkan. Tapi, mengapa sulit sekali? Aku mendengus kesal.

"Jangan tarik dari tudungnya, tarik dari batangnya dengan perlahan." Ia mencontohkan lagi.

Aku berusaha menirukannya, tapi tanganku bergetar. Tangannya kemudian memegang tanganku. Mengarahkan tanganku. Hangat.

Deg! Perasaan ini. Sepertinya, aku pernah melakukan hal semacam ini. "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"

"Mungkin pernah." Ia tersenyum. "Tapi, di kehidupan sebelumnya." Nadanya kali ini serius. Dalam dan terdengar sedih. "Ayo kita pergi! Hari sudah semakin gelap." Ia tersenyum bagai matahari.

Kami berjalan kembali ke rumah, ia menggantikanku membawa keranjang yang berisi penuh dengan jamur dengan tangan kanannya. Kami berjalan berdampingan, jarak di antara kami hanya 10 cm.

Entah mengapa tangan kananku menggenggam tangan kirinya. Ia menoleh ke arahku, terkejut? Tidak, aku rasa ia tidak terkejut. Ia tersenyum senang. Aku menggengam tangannya erat dan bersandar pada lengannya.

Aku belum pernah melakukan hal semacam ini sebelumnya, tapi entah mengapa aku tiba-tiba melakukannya. Aku yakin aku pernah mengenal pria ini. "Siapa namamu?" Aku bertanya sambil mempererat genggaman tanganku.

"Elios. Orang yang selalu setia menunggumu."

Elios? Seperti pernah mengenalnya. "Apakah di kehidupan sebelumnya kita ini teman dekat?"

"Entah." Ia tersenyum. "Apakah ingatanmu sudah kembali?" Ia menghentikan langkahnya dan menatapku. Tatapannya sangat serius.

Aku menatapnya dengan bingung. "Apakah aku pernah kehilangan ingatan?"

Elios kemudian berbalik menatap jalan. Ia terlihat salah tingkah. "Ah, tidak. Tidak pernah."

Aku tertawa kecil. Aku menatap tangan kami yang saling bertautan. "Hei, maaf aku-"

"Tidak apa, lagipula aku juga menikmatinya." Ia tersenyum dan mengeratkan genggamannya.

"Entah mengapa saat bersamamu aku merasa sangat nyaman. Sepertinya aku sangat mengenalmu."

Ia hanya terdiam. Tanpa terasa kami sampai di rumah. "Apa yang akan kau lakukan dengan jamur-jamur ini?" Ia mengangkat kerajang yang berisi jamur.

"Entahlah mungkin aku akan membuat ramuan untuk-" Aku menyadari sesuatu. Mengapa aku mengatakan hal semacam itu? Aku mulai berpikir bahwa aku memang kehilangan sebagian ingatanku. Aku menatap Elios dengan tatapan kosong.

"Tunggulah di ruang tamu, aku akan menaruh jamur-jamur ini di dapur." Ia kemudian melepaskan genggaman tangannya dan mendorongku perlahan ke arah ruang tamu, kemudian ia pergi ke dapur untuk meletakkan jamur-jamur itu.

🍀🍀🍀

"Tuan, anak itu ingatannya sudah kembali sedikit." Dekard menatapku yang sedang menaruh keranjang di salah satu meja dapur.

"Dekard," Aku malas menatap pria tua yang berdiri di belakangku.

"Ya, tuan?"

"Bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku bukan tuanmu lagi?"

Dekard hanya terdiam, ya memang itu kebenarannya. Ia memang pelayanku dulu. Puluhan tahun yang lalu.

"Mainkan peranmu sebagai kakeknya, dan aku akan mainkan peranku sebagai pelayanmu." Aku berjalan keluar dapur.

"Baik." Mata Dekard melirik pergerakanku. "Apakah kau akan membacakannya buku itu kepadanya?"

Aku memang sedang mengambil buku berjudul 'Si Penyihir Hitam' yang terpajang di rak buku yang berada di dekat ruang dapur. "Aku akan berusaha mengembalikan ingatannya."

"Kau tahu konsekuensi jika ingatannya kembali, kan?" Dekard memperingatkanku dengan nada tegas. Mulai memainkan perannya sebagai seorang tuan.

"Tentu saja, tuan." Aku memainkan peranku juga.

Aku berjalan meninggalkan tempat itu, menuju ruang tamu tempat Emma berada. Terlihat Emma sedang berbaring di lantai kayu ruang itu.

Matanya melirik kakiku yang berdiri satu meter di depannya. Ia dengan terburu-buru bangun dan duduk, lalu ia merapikan pakaian dan rambutnya.

"Hei, apakah kau mau mendengar sebuah cerita?" Aku menatapnya, kemudian duduk di depannya.

Matanya melebar menatap buku cerita yang ada digenggamanku. "Kau akan menceritakanku kisah itu?" Ia masih menatap buku cerita itu.

"Ya, apakah kau sudah pernah mendengarnya?" Aku menaruh buku cerita itu di atas meja persegi yang berada di tengah ruangan.

"Sepertinya aku pernah mendengarnya." Ia menatap buku itu dengan seksama. "Apakah ini menceritakan tentang seorang penyihir keturunan iblis yang dihianati kekasihnya?"

Aku cukup terkejut mendengarnya. Sepertinya, ingatannya perlahan kembali. "Dimana kau mendengar cerita itu?"

"Ah, itu. Aku bermimpi seseorang membacakan cerita itu untukku." Ia masih tersenyum kecil.

Sepertinya aku harus menceritakannya kebenaran dari cerita ini. "Cerita yang akan aku ceritakan agak berbeda dari cerita yang ada di buku ini."

--------
Hai readers!
I'm back!
Tunggu chapter selanjutnya, ya!

-Oreo

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang