Bab 13

177 18 0
                                    

Pemandian itu sangat luas dan megah. Aku terpana melihatnya. Pemandian ini seperti pemandian ratu Yunani kuno. Aku seperti sedang jalan-jalan ke Yunani atau Mesir.

Di dinding pemandian itu terukir cerita yang mengisahkan tentang berdirinya Odisea. Sangat indah. Mataku tertuju pada salah satu jam yang masih bekerja di pojok ruangan. Pukul 10.00.

"Hei, apakah jam itu bekerja dengan baik?" Aku bertanya kepada mereka.

"Hmm? Iya, jam itu berjalan dengan baik dan menunjukkan waktu yang sama seperti tempat kau tinggal." Salah satu dari mereka menjawabku sambil melirik ke arah jam tersebut.

"Ayo kemari." Wanita-wanita berjubah itu mendorongku perlahan ke arah ke arah salah satu pojok ruangan. Mereka melepaskan bajuku perlahan. Aku awalnya malu tapi, tatapan mereka yang lembut membuatku tak bisa berkata apapun. Mereka menggosok perlahan seluruh tubuhku.

Beberapa dari mereka mengambil kerajang coklat yang berada di pinggir pemandian. Keranjang itu berisi dedaunan dan bunga yang telah dikeringkan. Mereka menumpahkan isi keranjang itu ke kolam yang berada di tengah pemandian.

"Berendamlah di sini. Tubuhmu akan merasa rileks dan kembali bugar." Mereka menggiringku ke arah kolam.

Aku memasuki kolam itu secara perlahan. Airnya hangat dan harum. Aku melipat kedua tanganku di dada dan memasuki kolam itu. Hangat dan terjaga.

Wanita-wanita berjubah itu menggayung air kolam dengan gayung yang terbuat dari kayu dan menumpahkannya ke arah rambutku, lalu mereka mengusap rambut pirangku dengan perlahan.

"Obat ini, bisa melunturkan segala penyakit dan sihir."

Seketika aku tak sadarkan diri. Apalagi yang terjadi?

🍀🍀🍀

"Kau bukan Emi." Ini mimpi, dan aku berbicara dengan sendirinya, lagi.

"Eh? Bagaimana kau bisa mengetahuinya?" Anak berambut hitam itu sepertinya terkejut.

"Aura kalian berbeda dan rambut kalian juga berbeda." Aku berkata dengan suara lemah.

"Kau bisa menembus sihir penyamaranku! Keren sekali!" Ia berteriak kegirangan. "Namaku Gamiel, salam kenal!" Ia menjulurkan tangannya.

"Aku tidak boleh menyentuh makhluk hidup apapun. Kata ayah aku bisa membuat mereka menderita." Aku berkata sambil menatap matanya yang indah.

Ia mendengus, lalu ia mengambil tanganku dan menjabatnya. Seketika aura hitam berbentuk asap hitam memenuhi telapak tangannya. Ia mengigit bibirnya, menahan sakit yang teramat sangat. "Kau lihat, kan? Aku tidak menderita hanya dengan menyentuhmu."

Aku meneteskan air mataku, aku merasa bahagia, entah mengapa. "Kau orang pertama yang mau menyentuhku."

Ia menatapku dan tersenyum. "Kau belum menyebutkan namamu." Katanya sambil menghapus air mata di pipiku. Tangannya kembali diselimuti aura hitam yang pekat. "Shhhh." Ia meringis.

"Aku Emma, senang berjumpa denganmu."

🍀🍀🍀

Aku terbangun dengan dress panjang berwarna putih di atas altat. Altar itu berbentuk persegi panjang dan terbuat dari keramik berwarna coklat yang sangat indah. Di sekelilingku terpasang lilin yang menyala dan membentuk lingkaran.

Ruangan ini penuh dengan lilin. Samar-samar kudengar suara beberapa orang sedang memanjatkan mantra. Sepertinya dari luar gedung. Sebuah jam besar terpajang di atas pintu keluar. Pukul 15.00. Selama itukah aku tak sadarkan diri?

"Sebaiknya aku keluar." Aku melangkahkan kakiku ke pintu besar yang terdapat sekitar sepuluh meter di depanku.


Aku melewati lilin-lilin itu dengan perlahan. Deg. Jantungku berdegup kencang. Aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Mataku berkunang-kunang. Dadaku terasa sakit. Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya.

Di pikiranku terlintas betapa tersiksanya aku di sebuah ruangan yang mirip dengan ruangan ini. "Aaaaaaaaa." Aku menjerit.

Aku memegangi kepalaku. Terasa berdenyut dan seperti mau pecah saja rasanya. "Apa yang terjadi padaku?" Aku bersuara. Terbanyang dipikiranku sesosok wanita cantik yang selalu memelukku setiap saat.

"Ibu?" Aku tidak pernah melihat ibuku sebelumnya, kakek tidak mengizinkanku melihat wajahnya sedikit pun. Aku hanya membayangkan seperti apa wajah ibuku saja. Tapi, kali ini aku merasakan kehadirannya. Kehadiran seorang ibu.

Aku merasakan aku dipeluk oleh seseorang, hangat dan nyaman. "Tenang, ibu akan selalu berada di sini." Seseorang berbisik tepat di telingaku. Kepalaku tidak terasa berat lagi, semua rasa sakitku terasa terangkat. Hilang.

Ia memelukku dengan erat. Entah sejak kapan ada manusia selain aku yang berada di ruangan itu. Aku berusaha menatapnya. Ia sangat cantik dengan rambut hitamnya. Mirip dengan Gamiel. Aku teringat mimpiku sebelumnya, seorang anak manis berambut hitam. Gamiel.

"Rambutmu sudah berubah menjadj hitam lagi rupanya." Ia mengelus rambutku. "Tak apa, kau lebih cantik seperti ini."

Aku menegakkan tubuhku dan mengambil segenggam rambutku. Hitam. Rambutku yang pirang berubah menjadi hitam. "Bagaimana bisa?"

"Obat-obatan yang dituangkan ke bak mandimu adalah penghilang segala penyakit dan sihir. Sihir penyamaranmu telah dimurnikan, Emma. Kau kini kembali ke wujud aslimu." Ia memalingkan wajahnya.

Aku melihat tangan kiriku, tercetak jelas lambang salib di sana. Tangan kananku tercetak jelas berbagai luka berwarna merah. Luka itu berbentuk tulisan, "Seltivati, soire sim de amaure." Aku bisa membacanya. "Terkutuklah aku, iblis yang merupakan anak dari pendeta tersuci dan penyihir terhebat."

"Apa maksudnya ini? Dan kau, apakah kau ibuku?" Aku menatapnya. Ia masih terduduk di lantai.

"Itu, masih dirahasiakan. Ini belum saatnya kau tahu."

"Apa maksudmu?!" Aku marah. Aku mengangkat rok dress-ku. Kedua kakiku penuh dengan luka jahit dan luka berbentuk tulisan seperti yang tertulis di tanganku dan ada sebuah luka bakar berbentuk salib.

Mataku melebar, aku tak sanggup lagi. "Dengan kuasaku sebagai anak dari penyihir ternama, Steph, dan penguasa para iblis, Hades, aku memanggilmu, wahai pelayan setiaku, datanglah Succubus!"

Entah siapapun Steph dan Hades, aku hanya menyebutkannya seperti mimpiku sebelumnya. Seketika muncullah cahaya hitam pekat memenuhi ruangan.

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang