Bab 14

151 15 0
                                    

Aku menatap jam tanganku, sekarang sudah pukul 12.00 dan Emma tak kunjung keluar dari pemandian. Aku terus menunggunya di taman yang berada di depan pemandian, tapi ia tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Padahal beberapa pelayan sudah keluar dari pemandian itu.

Mataku masih memandangi pintu keluar pemandian. Aku melihat salah satu dari pelayan membawa pakaian Emma. Aku langsung berlari ke arah pelayan itu tanpa berpikir panjang.

"Dimana Emma?" Kataku ketus.

Pelayan itu terlihat ketakutan dan mulai melangkah mundur.

"Dimana Emma?" Aku mengulangi pertanyaanku. Pelayan itu masih saja tidak menjawab. "Kau tahu aku siapa, kan?" Aku berkata dengan nada mengintimidasi.

Pelayan itu hanya mengangguk kecil, "Ia masih berada di ruang pemandian." Ia menunduk. Sangat mencurigakan.

Aku melangkahkan kakiku ke pintu masuk pemandian. Terasa aneh, entah apa. Aura pelayan ini terasa aneh. Aku melipat lengan kedua tanganku, aku langsung berputar 360 derajat dan menyerang pelayan itu.

"Spectra!" Aku menyambar pelayan itu dengan sihir kejut. Kalau ia adalah manusia biasa, maka ia akan pingsan saja. Tapi, kalau bukan, maka ia akan berubah menjadi sosok aslinya.

Pelayan itu terjatuh. Pingsan? Tidak, bukan. Tubuhnya mengecil dan bentuk tubuhnya berubah. Goblin!

Goblin itu berlarian ke taman. Utusan Grimore? "Spentra!" Aku menyambarnya dengan sihir petir. Aku membunuhnya. Bagaimana bisa goblin masuk ke wilayah Odisea? Apakah aku harus membawa jasadnya ke tetua Odisea?

Aku mengangkat jasadnya dan berjalan menuju ruang rapat para tetua Odisea. Tapi, ada yang terasa janggal. Bagaimana kalau goblin ini tak hanya satu tapi banyak? Tunggu dulu, aku melupakan Emma!

Aku menggeletakkan mayat goblin itu lalu berlari sekencang-kencangnya ke pemandian. Bagaimana bisa aku melupakan Emma? Aku mengutuk diriku sendiri.

Aku masuk ke dalam pemandian, tetapi tak seorang pun ada di sana. Kolam yang berada di tengah pemandian berwarna kecoklatan. Aku mendekatkan kepalaku ke kolam. Bau bunga dan teh.

"Ramuan penetral sihir." Aku bergumam. Apakah mereka menggunakannya ke Emma? Apa yang ingin mereka lakukan?

Beberapa pelayan terlihat datang dan ingin memasuki pemandian. "Spectra!" Aku berteriak. Sebagian dari mereka pingsan dan sisanya berubah menjadi goblin. Ada tiga goblin yang muncul.

"Ovalgium!" Aku menangkap mereka dengan sihir ikat. "Bagaimana kalian bisa masuk ke wilayah ini?!" Mereka terdiam.

"Bagaimana kalian bisa masuk ke wilayah ini?!" Aku bertanya sekali lagi. "Dimana Emma?!" Aku menatap mereka dengan tatapan garang.

"Ka-kami membawanya ke altar. Tuan kami menginginkannya di sana." Salah satu dari mereka mulai berbicara.

"Siapa tuanmu?!"

"Aku sudah besumpah untuk tidak mengatakannya, meskipun aku harus mati."

"Kalau begitu mati saja kalian." Aku mengarahkan tanganku perlahan ke arah mereka, "Spen-"

"Tu-tunggu jangan bunuh kami. Aku akan memberikan informasi penting jika kau tidak membunuhku." Ia menelan ludah sejenak, aku menurunkan tanganku. Kurasa penting bagiku untuk mendengar informasi ini.

"Tuanku adalah salah satu dari tetua Odisea, dan alasan ia membawa Emma ke altar adalah untuk-" Ia belum menyelesaikan perkataannya.

*Duarrr* Suara ledakan dari luar pemandian. Sepertinya benteng kami ditembus. Aku menatap goblin itu lagi, mereka tampak ketakutan.

"Alhail Grimore! Alhail Grimore!" Mereka serempak berteriak. Apakah Grimore yang menyerang kami? Tidak, bukan.

Aku berbalik menatap pintu pemandian. Aku merasakan aura besar ini. Leuvour. Dylan? Apakah ia berhasil sampai ke kastil kami yang memiliki banyak rintangan dan perangkap? Benar-benar gila! Lalu, bagaimana dengan Juno dan Gerry?

Goblin-goblin itu masih berteriak, "Alhail Grimore. Alhail Grimore!" Mereka mengulanginya terus menerus. Aku baru menyadari sesuatu, goblin tidak bisa berdekatan dengan aura suci malaikat atau roh suci yang kuat, mereka akan meleleh atau terbakar menjadi abu.

Teriakan goblin ini jangan-jangan nyanyian kematian, sebelum mereka meninggal mereka ingin menyembah Grimore terlebih dahulu? Untuk apa aku memikirkan hal semacam ini? Aku memukul keningku.

Aku masih menatap goblin-goblin itu. Mereka meleleh! Meleleh seperti lilin, ketika meleleh mereka masih sempat memuji-muji Grimore. Melelehnya goblin ini bisa menjadi indikator bahwa aura suci yang datang ini sangat besar.

Aku berlari keluar pemandian. Aku menatap langit, mulutku menganga. Malaikat muncul di atas kastil Odisea. Ada dua malaikat yang kekuatannya sangat besar. Sekuat apa Dylan hingga ia bisa memanggil dua malaikat sekaligus? Setahuku ayah bahkan hanya bisa memanggil satu malaikat. Inikah kekuatan asli Dylan?

"Kalau begitu aku harus mempertahankan Odisea." Aku meneguhkan hatiku. Terlihat beberapa penyihir yang profesional keluar dan menggunakan mantra pelindung.

"Aku memanggilmu wahai Dewa perang! Datanglah dan lindungi kami!" Aku memanggil 1 dari 16 dewa suci Odisea. Memang pemanggilan dewa akan membutuhkan banyak energi, tapi kita tidak akan bisa mengalahkan Dylan jika tidak memanggil seorang dewa, kan?

Dewa perang itu muncul dari lingkaran sihir besar yang kubuat. Ia melesat ke langit dan menyambar malaikat-malaikat. Mereka saling bertempur, setidaknya cukup untuk menghalangi malaikat itu merusak prisai Odisea.

Sekarang sebaiknya aku mencari Emma. Aku berlarian ke arah altar. Sangat jauh dari tempat ini tapi aku tak punya pilihan lain.

-----------------
Hei readers! Kalau sudah membaca chapter ini pasti sudah mulai menduga-duga hubungan Dylan, Gamiel, Emilio, dan Emma dong! Jalan ceritanya juga pasti sudah kelihatan, kan?

Terimakasih sudah setia membaca! Maaf kalau ada typo atau salah kata. Happy reading! 💋💋💋

Jangan lupa vote and comments! Untuk mengetahui updatenya, silahkan add ke library!

-oreo

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang