Bab 11

206 18 0
                                    

Aku terbangun di sebuah tempat tidur berukuran king size. Kepalaku terasa berat. Sebenarnya apa yang terjadi?

Beberapa hari ini terasa berat bagiku, aku harus melihat berbagai fenomena aneh, aku terus-menerus bermimpi hal yang semakin aneh, dan aku terus-menerus dikuntit seseorang.

Aku masih ingat mimpiku dimana aku memanggil seorang pelayan setia. Succubus? Entah mengapa aku merasa pergelangan tangan kiriku terasa terbakar. Aku mengangkatnya perlahan.

Semacam bekas luka terukir di pergelangan tanganku. Luka itu berwarna merah muda dan berbentuk garis horizontal dan vertikal yang saling berpotongan. Kalau diperhatikan dengan seksama, luka ini berbentuk lambang salib.

Aku baru menyadari sesuatu. Bagaimana aku bisa berada di tempat ini? Bukankah tadinya aku sedang duduk di sebuah kafe bersama Dylan? Apa yang terjadi? Kepalaku terasa sakit.

*tok tok* Suara ketukan pintu. Beberapa orang dengan jubah berwarna kuning kecoklatan masuk ke dalam ruangan tempatku berada. Mereka kemudian berlutut, seperti menyembahku.

"Madam Selena ingin bertemu dengan Anda." Salah satu dari mereka bersuara.

"Kami tahu ini terlalu mendadak, tapi Madam Selena sudah tidak sabar untuk bertemu dengan putrinya." Salah satu orang berjubah kuning kecoklatan itu berkata lagi.

Aku punya ibu? Seingatku aku hanya dibesarkan oleh kakek, katanya ibu dan ayahku telah meninggal. "Maaf, tapi ayah dan ibuku telah meninggal dalam suatu kecelakaan."

"Lebih baik Anda bertemu dengan Madam Selena terlebih dahulu. Kami mohon." Mereka bersujud. Aku hanya melebarkan mataku.

"Jangan menyembahku!" Aku turun dari ranjangku dan berusaha membujuk mereka agar tidak menyembahku.

"Kami memohon kepadamu untuk menemui Madam Selena." Mereka bersujud lagi. "Kami akan terus bersujud sampai permohonan kami diterima." Mereka bersujud lagi.

"Ba-baik aku akan menemuinya" Aku tergagap. Siapa Madam Selena itu? Mengapa ia sangat ingin bertemu denganku? Ibuku? Tidak, ibuku sudah meninggalkanku.

"Kalau begitu, kami akan memandikan Anda terlebih dahulu." Mereka kemudian membuka kerudung jubah mereka. Ternyata mereka semua wanita dengan berbagai usia.

"Hah?" Aku terbengong. Mereka menarikku dengan lembut dan membawaku ke luar kamar.

Kami melewati lorong yang megah, di sebelah kanan terdapat pilar-pilar dan kami bisa melihat kebun bunga yang indah, di sebelah kiri tergantung lukisan-lukisan yang terbuat dari kulit.

Aku terbengong-bengong melihat keindahan ini. Aku seperti sedang berkunjung ke Yunani atau Mesir. "Tempat ini sebenarnya tempat apa?" Tanpa sadar aku mengucapkannya.

Mereka tersenyum dan melihatku. "Selamat datang di sekolah sekaligus tempat bernaung para penyihir, Odisea." Kata salah satu dari wanita itu.

"Penyihir?" Aku menaikkan alisku. Apakah ini mimpi atau semacamnya? "Bagaimana bisa?"

"Ceritanya sangat panjang, tapi kami akan tetap menceritakannya." Mereka tersenyum.

Kami berjalan terus di lorong yang indah. "Dahulu, di dunia ini hanya ada tiga kaum. Manusia, malaikat, dan iblis. Suatu hari ada seorang manusia yang bernama Leuvour menginginkan memiliki kemampuan khusus seperti malaikat, ia terus bersemadi dan berdoa kepada langit. Sampai akhirnya seorang malaikat memberikannya kekuatan melihat masa depan, ia melihat bahwa akan terjadi bencana yang besar. Ia pun berdoa kepada malaikat agar tidak terjadi bencana. Para malaikat pun iba dan membantunya untuk mencegah bencana itu. Para malaikat berhasil mencegah terjadinya bencana, manusia itu pun secara terus-menerus berdoa kepada langit agar manusia selalu disertai keselamatan.

"Manusia itu mengajak teman-temannya yang bernama Levarda, Solano, dan Telanour untuk berdoa kepada langit. Karena kesetiaan mereka, para malaikat meminjamkan kekuatan mereka kepada manusia keturunan Leuvour, Telanour, Levarda, dan Solano. Leuvour, Telanour, Levarda, dan Solano pun membuka suatu tempat khusus untuk memuja langit dan para malaikat, mereka mencari umat dan menyebarkan ajaran mereka.

"Para malaikat senang dengan perbuatan mereka dan memberikan kekuatan kepada manusia-manusia yang setia pada mereka. Sehingga pada saat itu muncul muncul satu kaum lagi, yaitu kaum pendeta. " Ia berhenti sejenak.

"Lalu apa hubungannya dengan penyihir?" Aku bertanya, masih tidak mengerti.

"Pada saat itu wajar saja ada beberapa manusia yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan mereka tidak mempercayai adanya malaikat-malaikat itu. Tapi pada suatu hari, keluarga Solano menunjukkan kekuatan yang diberikan oleh malaikat di balai desa. Semua orang terkejut dan mereka pun menjadi kaum pendeta.

"Kota itu penuh dengan kaum pendeta, manusia lain yang tidak mempercayai adanya malaikat pun menggunakan kekuatan ilmu pengetahuan dan membuat ilmu yang hampir mirip dengan kekuatan malaikat. Sihir elemen.

"Akhirnya muncullah sebuah kaum baru, yaitu kaum penyihir. Hanya segelintir orang yang bisa menjadi penyihir, yaitu orang-orang yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata." Ia menyelesaikan penjelasannya.

"Apakah hubungan kaum penyihir dan kaum pendeta baik?" Aku mulai penasaran dengan relasi mereka.

"Beberapa ratus tahun yang lalu, kami ditentang oleh kaum pendeta. Karena banyak dari kaum kami menjadi penjahat dan mengganggu manusia biasa. Tapi, kami telah menyelesaikan permasalahan kami, sepuluh orang penyihir terhebat pada masa itu membentuk komunitas sihir dan membuat peraturan khusus untuk para penyihir.

"Odisea adalah komunitas sihir terbesar, kami biasanya membawa anak atau orang yang berpotensi menjadi penyihir ke tempat ini sebelum mereka diajak oleh komunitas kecil lainnya."

"Biasanya kami juga mengurusi komunitas sihir kecil yang membuat onar dan mengajaknya bergabung ke Odisea." Salah satu dari mereka mulai berucap lagi. "Tapi kini kami tidak bisa mengajak mereka bergabung, karena ada komunitas sihir lain yang cukup besar bernama Sha-" Ia tidak melanjutkan kalimatnya.

Wanita-wanita yang lain memandangi wanita yang baru saja berbicara itu dengan tatapan tajam.

"Sha apa?" Aku bertanya.

"Hmm, aku lupa namanya." Ia berbicara seolah menyembunyikan sesuatu. Aku hanya menatapnya dengan bingung. Sudahlah untuk apa dipikirkan, lagipula hal tersebut tidak ada hubungannya denganku.

STALKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang